Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Rabu, 29 Februari 2012

TAJUK, Perlindungan TKI


PDFPrint
Thursday, 01 March 2012
Jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang hidup di luar negeri lumayan banyak. Tercatat tak kurang dari 3,091 juta dan lebih dari separuh atau sebanyak 1,82 juta adalah tenaga kerja Indonesia (TKI).

Namun kevalidan angka TKI tersebut bukan saja menjadi ajang perdebatan, tetapi juga sumber malapetaka berkaitan dengan perlindungan TKI. Misalnya, pemerintah mengklaim jumlah TKI di Arab Saudi sebanyak 555.000, tetapi pihak Arab Saudi menyebut 1,5 juta. Entah versi mana yang benar. Yang perlu disoroti, sejauh mana perlindungan pemerintah terhadap warga negara yang bekerja di negeri orang.

Sebab TKI yang bermasalah tidak bisa dibilang kecil,setidaknya hingga saat ini terekam sebanyak 20.921 kasus.Dari berbagai kasus tersebut, pemerintah mengaku berhasil menyelesaikan 16.941 kasus atau sekitar 80,97%. Sisanya sebanyak 3.980 kasus atau 19,03% masih dalam proses penyelesaian.

Anehnya, beberapa kasus tidak termonitor, tetapi tiba-tiba TKI pulang tinggal jasad setelah dihukum mati.Perlindungannya di mana? Meski perlindungan lemah tak membuat surut nyali para pencari devisa itu untuk mengadu nasib di luar negeri. Hal itu wajar saja sepanjang disparitas (perbedaan) pendapatan yang begitu tajam dan ketersediaan lapangan kerja yang terbatas belum bisa diatasi pemerintah.

Tentu dalam waktu singkat pemerintah tak bisa mengatasi kedua soal tersebut. Karena itu, jalan keluarnya adalah bagaimana memaksimalkan perlindungan TKI dengan merevisi Undang-Undang (UU) No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI.

Regulasi yang berlaku sekarang, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja,Pendidikan dan Kesehatan James T Riyadi, banyak perkembangan baru belum terakomodasi dalam UU tersebut. Setidaknya, terdapat dua isu besar yang perlu segera diakomodasi dalam revisi UU No 39 Tahun 2004 itu. Salah satunya terkait perkembangan ekonomi global, terutama perdagangan di bidang jasa.

Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia telah menyepakati aturan tentang perdagangan bidang jasa (General Agreement on Trade in Services/GATS ). Salah satu poin terpenting dalam GATS adalah mengatur mobilitas tenaga kerja di dunia yang termasuk dalam kategori Modes Four (Moda 4) yang meliputi movement in natural persons (MNP).

Menurut James,TKI termasuk TKI informal memenuhi kategori Moda 4 sebagai independent professional. GATS mensyaratkan tenaga kerja memiliki sertifikat kompetensi untuk bekerja di luar negeri sehingga diakui sebagai independent professional. Dengan ketentuan itu, Indonesia sebagai pemasok tenaga kerja dengan negara penempatan TKI harus memiliki perjanjian pengakuan kesetaraan.

Selama ini, Indonesia yang tercatat salah satu pengerah tenaga kerja terbesar selain Filipina dan Sri Lanka,tetapi paling lemah dalam hal posisi daya tawar. Sebab pengiriman TKI lebih banyak di bidang pembantu rumah tangga dengan pendidikan seadanya. Kondisi tersebut membuat para TKI tak berdaya di dalam menghadapi majikan atau perusahaan bila terjadi masalah karena keterbatasan pengetahuan baik menyangkut tata kerja maupun peraturan yang berlaku di tempat mereka bekerja.

Selain merevisi UU No 39 Tahun 2004,Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) harus memaksimalkan anggaran perlindungan TKI yang bermasalah. Kabarnya, Kemenakertrans mendapat anggaran perlindungan TKI lebih dari Rp200 miliar.

Jangan sampai anggaran tersebut disalahgunakan sehingga pejabat yang berwenang harus bolak-balik menghadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ingat, TKI memberi kontribusi devisa ke negara sebesar USD4,37 miliar per tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar