Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Sabtu, 31 Maret 2012

Ekonomi Indonesia Tertekan


Sunday, 01 April 2012
Image

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato menanggapi keputusan sidang paripurna DPR tentang rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi di Istana Negara Jakarta tadi malam. Pada pidato tersebut SBY juga menyatakan pemerintah secara resmi membatalkan kenaikan harga BBM subsidi pada 1 April.

JAKARTA– Pemerintah secara resmi membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 1 April atau hari ini. Pemerintah juga telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi atas dampak pembatalan ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya merespons putusan DPR yang meminta pemerintah menunda kenaikan harga BBM hingga harga minyak dunia naik 15% di atas harga Indonesia Crude Price(ICP) sebesar USD105 per barel.

Dalam keterangannya di Istana Negara tadi malam,Presiden SBY menjelaskan batalnya kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan memunculkan sejumlah masalah baru. Salah satu dampak dari pembatalan ini adalah tekanan pada perekonomian Tanah Air. ”Tentu ekonomi kita akan lebih berat dalam menghadapi meroketnya harga minyak dan tidak ada penyesuaian mengingat (penaikan) harga BBM adalah opsi terakhir atau cara yang kita tempuh jika tidak ada opsi lain.

Maka dalam menghadapi tekanan yang dihadapi, kita akan dengan gigih menjaga perekonomian,” ungkap SBY dalam keterangan persnya seusai rapat kabinet di Istana Negara,Jakarta, tadi malam. SBY menjelaskan, guna mengantisipasi tekanan ekonomi yang semakin berat ini,dia menginstruksikan dilakukan penghematan dan percepatan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).

”Dengan demikian, defisit masih pada angka yang diamanatkan dalam undangundang,” pungkasnya.SBYjuga meminta semua kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk menghemat anggaran. Pemerintah akan berusaha pula menaikkan penerimaan negara yang masih bisa dinaikkan,khususnya dari pertambangan dan pajak. Menurut SBY, pemerintah tidak bisa mengelak dari kondisi global yang terjadi sehingga hal ini berdampak ke perekonomian nasional.

Pemerintah juga harus menyesuaikan diri agar defisit fiskal dalam APBN 2012 tidak lebih dari 3% seperti dalam undang-undang. ”Kita terus jaga pertumbuhan nasional kita. Kita terus lakukan koreksi, semula 6,7% dan kita koreksi 6,5%. Ini dilakukan banyak negara di dunia (yang) juga tertekan. Pertumbuhan ekonomi akan kita jaga dengan ekspor,meningkatkan investasi dinegerikita,menjagadaya beli masyarakat,”lanjut dia.

Pemerintah,menurut SBY, juga akan terus menjaga sektor ekonomi makro dan riil, salah satunya dengan menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Dengan langkah ini, pemerintah yakin akan terus dapat menjaga postur APBN-P 2012 sebaik mungkin sehingga defisit fiskal akan terjaga tahun ini dan ekonomi nasional tidak goyah. Pada pidato semalam,SBY sempat dibingungkan dengan lembaran ke-14 yang sempat hilang. Pidato sempat terhenti karena SBY harus mencari lembar ke-14.

“Tidak ada halaman 14 ya?” tanyanya sambil terus mencari.Namun setelah menemukan lembar yang dimaksud, SBY dengan lancar meneruskan pidatonya. Sebelum melakukan pidatonya, SBY sempat menggelar rapat bersama seluruh jajaran menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II. Pada kesempatan tersebut SBY juga berterima kasih kepada seluruh anggota DPR yang telah bekerja keras siang dan malam untuk menyusun APBNP 2012.

Menurut Kepala Negara, pemerintah akan terus mencermati harga minyak dunia bulan- bulan mendatang sebelum mengambil sikap untuk menaikkan harga BBM.“Jadi saat ini tidak ada kenaikan harga BBM per 1 April sebagaimana yang sekarang ini dispekulasikan masyarakat,”ujar SBY. Dia menjelaskan, sebagai presiden yang pernah menaikkan harga BBM dan menurunkannya, dirinya sangat mengetahui dampak atau implikasi akibat kenaikan tersebut.

“Pemerintahan yang saya pimpin akan tetap taat asas terkait APBN yang berlaku, termasuk APBN-P 2012 ini,”tandasnya. Mantan Menteri Pertambangan itu menambahkan, sejak Indonesia merdeka, sudah terjadi 38 kali kenaikan harga BBM, sedangkan di masa Reformasi sudah 7 kali terjadi kenaikan harga BBM. Menurutnya, pandangan dan pembahasan tentang kenaikan harga BBM ini sangat politis.

“Bahkan saya merasakan segala sesuatunya dikaitkan dengan politik, terkait politik menjelang tahun 2014. Hal begini sebenarnya tidak salah, tetapi kalau sangat politis dan terlalu politis, maka pembahasan dan pemikiran bisa kurang objektif dan kurang rasional,”ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Presiden, dirinya siap berada pada posisi yang sulit dan tidak mudah serta tidak populis saat mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. “Saya harus mengabaikan untuk rugi dalam politik karena keputusan yang pahit, yang tidak populer (populis) itu semata-mata untuk kepentingan yang besar,kepentingan rakyat, bangsa, dan negara,”katanya.

Fiskal Riskan 

Sementara itu pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmato menilai keputusan menyetujui tambahan ayat 6A Pasal 7 pada sidang paripurna kemarin dikhawatirkan menimbulkan ketidakpastian pada kondisi fiskal. DPR memang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu enam bulan berjalan melampaui 15% dari ICP yang ditetapkan dalam RAPBN-P 2012 sebesar USD105 per barel atau sudah melewati USD120,75.

Namun, pasal ini juga mengunci pemerintah dalam hal kebijakan kenaikan BBM karena meskipun harga ICP terus melambung, pemerintahtidakbisa menaikkan harga BBM bersubsidi selama rata-rata ICP dalam enam bulan terakhir tidak melebihi USD120,75. Pri Agung menilai Pasal 7 ayat 6A menimbulkan ketidakpastian karena harga ICP tidak bisa ditebak.Harga ICP sangat fluktuatif dan hanya bisa dilihat dari pergerakan harian. “Keputusan itu (Pasal 7 ayat 6A) sangat politis dan kompromi dengan berbagai kepentingan.

Pasal ini membuat pemerintah di dalam politik anggarannya seperti berjudi karena tidak ada yang bisa tahu harga ICP dalam enam bulan berjalan. Ini terlalu berjudi,” ujar Pri Agung saat dihubungi SINDOkemarin. Pri Agung menambahkan, akan sulit bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi meskipun harga ICP naik. Pasalnya, batas yang ditetapkan untuk menaikkan harga BBM,yakni rata-rata ICP dalam enam bulan harus di atas USD120,75, terbilang tinggi.

Sebagai informasi, rata-rata ICP dalam lima bulan terakhir (November 2011–Maret 2012) adalah USD117,95. Artinya, bila pemerintah ingin menaikkan harga BBM pada Mei mendatang,rata-rata ICP pada April minimal harus berada pada level USD134,90 karena ICP rata-rata enam bulan berjalannya (November 2011–April 2012) adalah USD120,77 atau melebihi batas yang ditetapkan sebesar USD120,75.

Terakhir kali ratarata ICP menyentuh level USD134 adalah pada Juli 2008. Pergerakan ICP yang tidak menentu itu bisa membuat pemerintah mengajukan RAPBNP dua kali tahun ini.“Kalau harga stabil tinggi tetapi tetap di bawah USD120,75, bisa-bisa ujungnya akan ada APBN-P kedua,” tuturnya. Menurut Pri Agung, keputusan DPR yang lebih memilih untuk memodifikasi Pasal 7 ayat 6 dengan menambahkan satu ayat tambahan menunjukkan sikap DPR yang ingin melempar tanggung jawab kepada pemerintah atas kenaikan harga BBM.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu mengingatkan, pemerintah hanya bisa menentukan pembiayaan serta mempersiapkan langkah- langkah antisipasi dalam mengambil kebijakan fiskal bila ada kepastian di sana. “Harga ICP tidak bisa diprediksi dan hanya bisa dilihat per harinya.Ini makin tidak pasti,” ujar Anggito saat dihubungi SINDOkemarin.

Anggito juga mengaku kecewa dengan sikap DPR yang kurang memikirkan dampak fiskal jangka panjang. “Tentu saya kecewa karena DPR memberikan ketidakpastian. Menurut saya ini sangat memalukan,”tuturnya. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKF Bambang Brodjonegoro mengakui ada risiko fiskal yang harus ditanggung pemerintah menyusul pilihan DPR kemarin.

Pemerintah, menurut Bambang, harus ekstrahati- hati dalam menjaga kesehatan fiskal ke depan bila tidak ingin anggaran ataupun defisit membengkak karena subsidi. Terlebih, opsi pembatasan tidak dimungkinkan lagi karena sudah dihapus melalui mekanisme APBN-P 2012. “Intinya kita lebih berhatihati. (Tidak ada pembatasan atas) adanya pengendalian. Dalam pengertian,cegah kebocoran, konversi gas,” papar Bambang seusai sidang paripurna di Gedung DPR, Sabtu pagi kemarin. rarasati syarief/maesaroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar