Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Minggu, 29 Juli 2012

Penerapan UU BPJS - KAJS Keberatan Premi 5%


PDF Print
Sunday, 29 July 2012
JAKARTA – Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) keberatan terhadap usul pemerintah agar pekerja membayar premi jaminan kesehatan 5% per orang setiap bulan, dengan pembagian 2% dibayar pekerja dan sisanya 3% dibayar pengusaha.


Sekretaris Jenderal KAJS Said Iqbal menjelaskan, selama ini iuran premi jaminan kesehatan, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta seluruhnya dibayar pengusaha. Jumlah premi yang dibayar sekitar 3% untuk pekerja lajang dan 6% bagi pekerja berkeluarga, dengan fasilitas layanan rumah sakit kelas dua, cuci darah,HIV-AIDS,dan kanker. “Pertanyaannya, kenapa pengusaha yang sebelumnya membayar 6% diturunkan jadi 3%, lalu pekerja yang tidak bayar sekarang malah dibebani 2%,” tanya Iqbal di Jakarta kemarin.

Menurut dia, usulan pemerintah tidak rasional dan terkesan mengada-ada. Harusnya, kata Iqbal,pekerja tidak perlu lagi dibebani iuran premi, sebab premi 3% dan 6% yang dibayar pemberi kerja selama ini sudah termasuk perhitungan gaji buruh (labour cost) di slip gaji pekerja. Bahkan, di jamsostek tercatat sebagai account individu. Karena itu, pihaknya menolak tegas usulan pemerintah yang membebani pekerja iuran premi 2%.“Iuran pengusaha 3% dan kekurangannya buruh sebesar 2% itu tidak adil,”ujarnya.

Iqbal menjelaskan, setengah dari angka 3% dan 6% sekitar 4%. Angka rata-rata 4% tersebut merupakan iuran yang selama ini dibayar pemberi kerja.Lalu secara nasional ratarata upah minimum Rp1,1 juta, sehingga 4% dari Rp1,1 juta sekitar Rp44.000 per orang setiap bulan. Sedangkan perhitungan yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan per orang hanya dibutuhkan Rp27.000. “Berarti 4% saja sudah melebihi angka yang dibutuhkan pemerintah, bahkan hampir dua kali lipat,”terangnya.

KAJS juga mengkritik kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang dinilai belum jelas. Penerima PBI,lanjut Iqbal, harusnya masyarakat yang memiliki upah minimum (UMK) atau di bawah upah minimum. Hal itu sesuai UU Nomor 23/ 2011 tentang Fakir Miskin serta UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Kita melihat sampai sekarang kriteria masyarakat yang berhak menerima PBI terdiri dari pekerja yang punya upah minimum dan di bawah UMK sesuai dengan undang-undang yang ada,” ucapnya.

Menanggapi hal itu,Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Gufron Mukti mengatakan, berdasarkan undangundang yang ada, iuran premi ditanggung pekerja dan pemberi kerja. Langkah tersebut dilakukan karena selama ini pemberi kerja merasa terbebani dengan premi 3% untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja berkeluarga. Akibatnya, banyak pengusaha yang tidak mendaftarkan semua pekerjanya.“ Banyak yang tidak didaftarkan pengusaha sehingga pada saat sakit tidak bisa berobat,”kata Ali.

Menurut dia,premi 5% yang ditawarkan pemerintah justru lebih rendah dari premi sebelumnya. Ali menyebutkan, 5% dari rata-rata upah minimum sebesar Rp1,2 juta hanya sekitar Rp60.000 untuk satu keluarga. Jika dalam satu keluarga terdiri dari empat orang, berarti satu orang hanya sekitar Rp15.000. Hitungan tersebut jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan,sebab jika sebelumnya satu keluarga 6% sekarang justru hanya 5%.“Jadi usulan pemerintah ini sebenarnya masih kurang, harusnya 6%,”paparnya.

Dia menilai pembagian premi 2% dibayar pekerja dan sisanya 3% pemberi kerja sudah cukup adil bagi kedua belah pihak.Ketentuan premi yang diusulkan pemerintah saat ini justru terhitung sangat rendah ketimbang negara lain yang mencapai 6-7%.

Premi 5%, kata Wamenkes, sudah mencakup sejumlah manfaat layanan seperti sakit kelas dua, cuci darah, HIV-AIDS, dan kanker. Namun, ada juga ketentuan yang tidak boleh dilayani seperti bedah plastik.“Kami upayakan pelayanan rumah sakit di atas kelas dua,”imbuhnya. andi setiawan 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/515062/

Uji Kompetensi Guru Tetap Digelar


PDF Print
Sunday, 29 July 2012
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap menggelar uji kompetensi guru (UKG) meski mendapatkan penentangan dari berbagai organisasi guru. Ujian akan dilaksanakan di sekolah terdekat.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik (Kepala BPSDMP dan PMP) Kemendikbud Syawal Gultom mengatakan, UKG akan dilakukan pada 30 Juli mendatang.Pemeriksaan akhir persiapan seperti soal ujian,dokumen,dan pengawas dinyatakan sudah lengkap. “Semua pemerintah daerah pun sudah menyatakan kesiapannya 100% agar tidak ada kendala lagi pada hari H-nya,”kata dia di Jakarta kemarin.

Menurut Syawal, semua data peserta, kesiapan soal, komputer yang akan digunakan para guru untuk mengikuti UKG sudah dipastikan siap. Rencananya, lanjut Syawal, pihaknya akan menggelar UKG tersebut di 3.174 titik lokasi dan sebagian besar lokasinya adalah sekolah-sekolah. Dia menjelaskan, uji kompetensi akan dilakukan secara online sehingga sekolah yang dipilih ialah yang mempunyai fasilitas internet.Namun ada juga yang dilaksanakan di kantor kecamatan dan kelurahan.

”Kesiapannya sudah 100%. Tadi kita sudah melakukan cek final mengenai kesiapan-kesiapan di daerah.Semuanya sudah siap,bahkan guru-gurunya juga sudah siap dan tinggal dilaksanakan saja. Kalau mau, sebenarnya besok pun sudah bisa dilaksanakan UKG.Tapi karena sudah diagendakan tanggal 30 Juli, ya sudah kita tunggu saja,”katanya.

Mantan Rektor Universitas Medan (Unimed) itu juga menegaskan bahwa pelaksanaan UKG ini bukanlah untuk menekan ataupun menghukum para guru.Namun, UKG yang akan diikuti 1.020.000 guru dari seluruh Indonesia ini adalah untuk mengetahui tingkat kompetensi guru dan tidak akan pernah dikaitkan dengan tunjangan profesi guru. Jika memang ada yang nilainya rendah, tidak akan dikenai sanksi, melainkan akan dibina kembali sehingga dia meminta para guru tidak perlu takut akan uji kompetensi ini.

Menurut dia, jika pemerintah tidak menggelar UKG justru akan dinilai menyalahi undang- undang (UU).Syawal menegaskan, aksi pemboikotan yang dilakukan organisasi guru terhadap UKG kemungkinan besar disebabkan tidak mengerti isi UU yang ada.Oleh karena itu,dia meminta agar para guru membaca dulu isi dari peraturan perundangan yang ada.Jika sudah membaca pasti mereka akan mengerti dan tidak akan menolak kembali.

Lebih jauh Syawal menambahkan, seharusnya guru-guru itu memberikan contoh yang baik kepada para murid-muridnya untuk berani diuji guna mengukur tingkat kompetensinya. Pemerintah merasa bahwa penolakan dari sebagian kecil kalangan guru ini hanya bentuk ketakutan dan kekhawatiran saja.”Siswa saja berani ikut UN, masa gurunya tidak berani. Kalau tidak kompeten bagaimana dengan murid-muridnya,” jelasnya.

Dia mengungkapkan,pemerintah tidak akan khawatir UKG gagal dilaksanakan.Apalagi yang melakukan upaya penggagalan hanya serikat guru di Jakarta saja,sedangkan para guru di daerah tenang dan tidak ada gejolak. Dia pun meminta jangan ada penentangan lagi karena jika suasana belajar tidak kondusif, yang akan dirugikan ialah para siswa.

Sebelumnya diberitakan, 11 organisasi guru, di antaranya PGRI,Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia, Forum Musyawarah Guru Jakarta, dan Serikat Guru Indonesia Medan, mendeklarasikan pemboikotan UKG di Kantor LBH Jakarta kemarin yang akan dilaksanakan 30 Juli–12 Agustus nanti.

Sekjen FSGI Retno Listyarti mengatakan, UKG yang hanya akan menilai kompetensi pedagogi dan profesionalitas melalui soal pilihan ganda tidak akan mampu mengukur kinerja guru secara tepat. Jika memang Kemendikbud ingin melakukan pemetaan, empat kompetensi, yakni pedagogi, profesionalitas, sosial, dan kepribadian, juga harus diuji kembali.Namun karena UKG dinilai tidak sesuai dengan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen dan PP No 74/2008 tentang Guru, Kemendikbud harus mencari metode lain.

Dia mengusulkan, kewenangan pengukuran kualitas guru dapat diberikan ke kepala sekolah.Kepala sekolah dapat melihat interaksi guru dengan murid,siapa guru yang dicintai oleh muridnya,guru mana yang selalu datang telat dan yang rajin membuat kegiatan ilmiah. Selain itu, pengawas sekolah wajib membina 50 guru untuk menilai secara objektif. Pengacara publik LBH Jakarta Alghif Fari Aqsa menyimpulkan, tidak ada dasar hukum yang kuat akan adanya UKG.

UU No 14/2005 dan PP No 74 memang menyebutkan pembinaan dan pengembangan kualitas guru, tetapi jika Kemendikbud menafsirkan kalimat itu untuk membuat UKG,hal itu merupakan pelanggaran hukum. Jika memang untuk pemetaan, mengapa program sertifikasi yang telah dijalankan sejak 2006 tidak digunakan sebagai pemetaan kompetensi guru? Anggota Komisi X DPR Rohmani menilai kebijakan uji kompetensi untuk menjaring kualitas guru adalah kebijakan yang terlambat.

Menurut dia, jika pemerintah memang ingin menjaring kualitas guru, hal itu seharusnya dilakukan sejak awal rekrutmen dan bukan pada guru yang sudah mengajar. Jika ingin mengubah sistem sertifikasi, sebaiknya pemerintah memasukkan para guru ini ke dalam program Pendidikan Latihan dan Profesi Guru (PLPG) terlebih dulu.“Setelah itu, baru dibina dan diujikompetensikan. Dengan cara ini, guru pun tidak akan keberatan,” tegasnya. neneng zubaidah 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/515064/

Awas, Makanan Ini Mengandung Formalin, Beginilah Cirinya

Kamis, 28 Juni 2012, 12:07 WIB
easy4test.blogspot.com
REPUBLIKA.CO.ID, Formalin (trioksimetilen, methanal, methylene oxide) merupakan merupakan cairan dari formaldehyde yang dicampur dengan sedikit alkohol. Larutan ini tidak berwarna, namun berbau menusuk. Formalin biasanya digunakan sebagai pengawet mayat, bahan baku lem kayu lapis atau melamin untuk furniture. Formalin juga biasa digunakan sebagai disinfektan, antiseptik, penghilang bau, fiksasi jaringan dan fumigan, dan kerap digunakan dalam industri tekstil. Adapun ciri-ciri makanan berformalin seperti dilansir dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM):

Mi Basah
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius), tidak lengket, dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal. Namun baunya agak menyengat, bau formalin.

Tahu
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es; tahu terlampau keras, kenyal, namun tidak padat; bau agak menyengat, bau formalin.

Ikan segar dan hasil laut lain
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar; warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar; Warna ikan putih bersih. Bau agak menyengat, bau formalin.

Ikan Asin
Tidak rusak sampai satu bulan pada suhu kamarl; bersih cerah dan tidak berbau khas ikan asin; bau agak menyengat, bau formalin.

Bakso
Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar; teksturnya sangat kenyal; bau agak menyengat, bau formalin.

Ayam segar
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar; teksturnya kencang; bau agak menyengat, bau formalin.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/06/27/m69z3l-awas-makanan-ini-mengandung-formalin-beginilah-cirinya

Psikotes

PDF Print
Sunday, 29 July 2012
Belakangan ini sedang mencuat isu tentang psikotes untuk calon legislator (caleg). Awalnya, Ketua Umum PDIP Megawati-lah yang meluncurkan isu tersebut. Maksudnya sangat mulia dan memang masuk akal.


Prestasi anggota-anggota DPR sekarang (apalagi DPRD) memang jauh di bawah harapan. Karena itu,menurut Megawati, para caleg harus diskrining dulu dengan psikotes. Tentu saja gagasan Megawati itu disambut dengan gembira oleh banyak pihak,khususnya oleh mereka yang sudah capai dengan kualitas anggota DPR/D yang sekarang.

Tapi sebelum masuk terlalu jauh, sebaiknya diketahui dulu apa psikotes itu. *** Berbeda dari anggapan awam,psikotes bukanlah tongkat sakti tukang sulap yang dengan “simsalabim” bisa membuka kepribadian orang dan mengungkap semua kebaikan dan kejelekan orang. Psikotes hanyalah alat ukur untuk mengukur aspek-aspek

TERTENTU saja dari kepribadian.Suatu batere (rangkaian) tes tertentu biasanya disusun untuk mengukur aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan diselenggarakannya tes itu. Di bidang psikologi industri dan organisasi (PIO), misalnya,psikotes biasa dilakukan untuk tujuan seleksi, penempatan, rotasi,mutasi atau promosi.

Untuk itu pertama sekali perlu dilakukan analisis jobuntuk mendapatkan job description dari jabatan atau posisi yang mau diisi. Berdasarkan job desk ditentukan kompetensi psikologis yang dibutuhkan untuk job itu dan berdasarkan kompetensi psikologis yang dibutuhkan disusunlah tes-tes yang relevan untuk mengukur tiap aspek psikologis yang diperlukan seperti kecerdasan umum, daya analisis, memori, kemampuan bekerja dengan angka, kemampuan sintesis, sikap kerja, ketelitian, ketahanan menghadapi stres,dan sebagainya.

Pertanyaan kita sekarang, sudah adakah job desk untuk anggota DPR/D? Tiga fungsi parlemen, legislasi, penganggaran, dan pengawasan, tidak cukup hanya disebut dalam UU, tetapi harus diurai dalam job desk yang terperinci untuk tiap anggota. Misalnya bagaimana bisa menjadi anggota Banggar kalau tidak bisa membaca neraca pembukuan? Bagaimana bisa menelusuri neraca pembukuan kalau tidak bisa bekerja dengan angka, tidak teliti, dan tidak sabar duduk berjam-jam meneliti angka?

Tapi anggota Banggar bukan cuma akuntan negara, dia harus mampu pula mengaitkan angka-angka rencana anggaran dengan visi dan misi negara, meletakkan yang penting di prioritas atas dan yang lain di prioritas bawah. Selanjutnya dia harus bisa mengorasikan pandangannya secara jelas,runut, logis, tetapi juga dengan retorika di sidangsidang Banggar dan kalau perlu disidangpleno.Intinya diaharus bisa meyakinkan anggota DPR yang lain tentang pendapatnya.

Kemampuan ini dalam psikologi disebut kemampuan persuasi. Adu persuasi dengan argumentasi yang berbasis data yang faktual inilah yang akan menghasilkanprodukDPR/ Dyangoptimal, relevan,dan langsung menyangkut kebutuhan rakyat yang diwakili anggota badan legislatif itu.Tidak ada lagi debat kusir dan adu interupsi yang modalnya hanya kekerasan suara dan emosi marah-marah. Inilah yang dimaksud Megawati ketika ia meluncurkan ide psikotes untuk anggota DPR/D.

Tapi karena job desk anggota DPR/D belum ada,sulitlah bagi para psikolog nantinya untuk menentukan bateretes yang pas. Apalagi dalam praktiknya nanti, ketika seorang caleg sudah dinyatakan lolos psikotes, ternyata dia tidak terpilih. Yang terpilih malah yang tidak lolos.Tambah runyam lagi akibatnya, karena begitu banyak dana akan terbuang untuk investasi psikotes ini. Karena itu sebaiknya psikotes diselenggarakan sesudah caleg terpilih jadi anggota dengan tujuan untuk menempatkan caleg dalam komisi atau badan yang sesuai dengan kompetensi masingmasing.

Dengan perkataan lain,psikotes dipakai untuk tujuan penempatan (placement) bukan untuk tujuan seleksi. Tapi bagaimana kalau ada caleg yang tidak pas di manamana? Bahkan sama sekali tidak layak ikut fit and proper untuk jadi caleg? Kalau hanya menyangkut kompetensi (misalnya mampu baca neraca atau bisa memahami hukum), mungkin masih bisa dilatih atau dikursusi kilat.Tapi kalau sudah menyangkut integritas kepribadian, seperti kejujuran, konsistensi, loyalitas, dsb., sulit untuk dibentuk dalam waktu singkat.

Bahkan psikotes sekalipun belum tentu bisa mengungkapnya. Psikotes mungkin bisa mengukur profesionalisme (termasuk konsistensi antara laporan dan fakta, alias kejujuran dalam melaksanakan tugas), tetapi tidak bisa menjamin integritas kepribadian secara utuh.Seorang anggota dari sebuah partai agama pun bisa tertangkap basah sedang melihat situs porno melalui iPadnya di tengah-tengah sidang.

Atau seorang caleg yang selama ini dikenal profesional dan berintegritas tinggi tiba-tiba masuk infotainment sedang “main”dengan seorang wanita dan video-clip-nya beredar ke mana-mana. Intinya,psikotes tidak menjamin untuk menjaring orang bermental nabi atau malaikat untuk menjadi anggota DPR. Para petinggi Kementrian Agama yang rata-rata sudah haji pun ternyata bisa mengorupsi Alquran.

Sudah jadi rahasia umum bahwa Kemenag dan Kemendikbud jadi sarang koruptor. Jadi bagaimana caranya kita mengawal caleg-caleg 2014 agar memenuhi persyaratan mental seperti yang diharapkan Megawati? *** Dulu orang percaya bahwa Pancasila bisa mengatasi segala- galanya. Maka Presiden Suharto membangun sistem pendidikan Pancasila, mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.

Pada zaman itu, jangan harap lulus S-1 tanpa lulus mata kuliah pancasila.Mata pelajaran budi pekerti yang diajarkan sejak saya masih Sekolah Rakyat dihapus,digantikan dengan mata pelajaran Pancasila. Untuk kalangan pegawai negeri sipil dan tokoh masyarakat juga disiapkan kursus P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saya sendiri punya sertifikat P4, bahkan punya wing (lencana) Manggala (guru besarnya Pancasila) yang dididik selama 10 hari di Istana Bogor.

Tapi hasil strategi Presiden Suharto jauh dari memuaskan. Bahkan KKN yang paling seru justru di lingkungan Jalan Cendana sendiri. Maka orang pun beralih ke agama. Agama itu ciptaan Allah, bukan bikinan manusia seperti Pancasila,maka pastilah lebih sip. Jadi apaapa obatnya selalu dicarikan ke agama. Dari penyalahgunaan narkoba sampai KKN dituding penyebabnya adalah karena kurang takwa dan kurang iman.Maka agama digalakkan di mana-mana.Tapi nyatanya juga sama saja.

Malah konflik antaragama makin seru dan korupsi makin merajalela di semua sektor, termasuk sektor agama dan sektor legislatif, termasuk juga dari partai-partai agama. Setelah gagal dengan agama,Megawati mengusulkan psikotes. Gagasannya mulia, tetapi seperti halnya Pancasila dan agama, psikotes bukanlah obat. Pancasila dan agama samasama merupakan ukuran (moral), sedangkan psikotes adalah alat ukurnya (kompetensi dan moral),tetapi untuk mengubah perilaku tak bermoral menjadi bermoral, diperlukan lebih dari sekadar ukuran dan alat ukur.

Diperlukan banyak hal yang didukung oleh sebuah sistem yang memaksa orang untuk tidak punya pilihan lain kecuali bekerja profesional dan berintegritas. Sistem seperti itu bukan utopis,melainkan sudah ada di sekitar kita.

Beberapa BUMN dan perusahaan swasta Indonesia sudah berhasil mewujudkannya sehingga berhasil menembus pasar internasional dan menyebabkan Indonesia tidak ikut terpuruk bersama krismon global tahun-tahun terakhir ini. Bahkan beberapa pemerintah daerah sudah berhasil melakukannya.Jadi marilah kita mulai dengan sistem, baru ke psikotes.  SARLITO WIRAWAN SARWONO Guru Besar Fakultas Psikologi UI, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/515063/

Waspadai Makanan Mengandung Boraks, Ini Dia Cirinya

Kamis, 28 Juni 2012, 14:08 WIB
M Syakir/Republika
Waspadai Makanan Mengandung Boraks, Ini Dia Cirinya
Bakso, ilustrasi
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, Boraks (natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat) adalah senyawa berbentuk kristal, berwarna putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks biasa digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antispetik kayu, dan pengontrol kecoa. Adapun makanan yang mengandung boraks mempunyai ciri sebagai berikut:

Mi Basah
Tekstur sangat kenyal; biasanya lebih mengkilap; tidak lengket dan tidak cepat putus.
Bakso
Teksturnya sangat kenyal; warnanya tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, namun lebih cenderung keputihan.
Jajanan (antara lain lontong)
Teksturnya sangat kenyal; terasa tajam, seperti sangat gurih dan membuat lidah bergetar namun memberikan rasa getir.
Kerupuk 
Teksturnya sangat renyah, namun memberi sedikit rasa getir.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/06/27/m69z9f-waspadai-makanan-mengandung-boraks-ini-dia-cirinya

Rabu, 25 Juli 2012

Krisis Kedelai di Negeri Latah



Krisis Kedelai di Negeri Latah
Indonesia dihantam krisis kedelai. Para perajin tahu dan tempe mengancam mogok produksi. - antarafoto.com

INILAH.COM, Bandung - Indonesia dihantam krisis kedelai. Para perajin tahu dan tempe mengancam mogok produksi. Para ibu rumah tangga ngomel-ngomel kepada para pedagang karena ukuran tempe dan tahu yang biasa mereka beli menciut.

Dampak lonjakan harga kedelai memang tidak boleh dipandang sebelah mata. Kedelai adalah kacang-kacangan ajaib. Ia menyuplai banyak khasiat yang dibutuhkan tubuh. Makanan berbahan baku kedelai juga tergolong murah, bisa dijangkau oleh mereka yang berpendapatan minim.

Sayangnya, dari rata-rata 2,4 juta ton kedelai yang kita konsumsinya dalam setahun, 60% di antaranya harus diimpor dari Amerika Serikat –negara penghasil kedelai terbesar di dunia. Panen kedelai dalam negeri hanya sanggup menyediakan 40% dari total kebutuhan nasional.

Blesssing in disguise dari heboh kedelai belakangan ini adalah munculnya kesadaran umum tentang betapa rawannya stabilitas pangan di negeri ini. Berbagai wacana pun lantas bermunculan. Wacana yang paling dominan, seperti yang diutarakan para menteri terkait, adalah memperluas areal penanaman kedelai dan menawarkan harga yang lebih menarik kepada petani.

Sepintas, ide tersebut kedengarannya menarik walaupun sebetulnya basi. Karena diskusi tentang pentingnya pengembangan pertanian kedelai sudah berlangsung lebih dari empat dekade. Pertanyaannya, apakah opsi tersebut masih layak untuk diambil? Barangkali tidak.

Meminta petani Indonesia untuk lebih giat menanam kedelai sama dengan menyuruh mereka membenturkan kepala ke robot-robot mesin pertanian Amerika. Petani kedelai Amerika, atau Argentina dan Brasil yang merupakan eksportir kedelai terbesar kedua dan ketiga di dunia, tidak bisa disaingi petani kita.

Petani Amerika memiliki dan mengolah rata-rata 113,3 ha lahan. Mereka menggunakan traktor-traktor berteknologi robot. Dengan menjual seharga sekitar Rp4.000 per kg (di tingkat petani) dan panen rata-rata 2,5 ton per ha per musim, mereka bisa meraup untung besar dan hidup layak menurut standar Amerika.

Petani kita? Mengharukan. Petani di Pulau Jawa hanya punya lahan rata-rata 3.000 m2 dan di luar Pulau Jawa 1 ha. Mereka rata-rata menggunakan cangkul dan hasil panennya jarang lebih dari 1,5 ton per ha. Dengan harga Rp4.000 per kg di tingkat petani, mau untung dari mana?

Kalau begitu, supaya petani tidak mutung, disubsidi saja harga jualnya? Ini pun bukan opsi yang sehat. Ingat, ekonomi subsidi rawan korupsi. Cara yang bijak adalah memberdayakan petani. Pemerintah harus menyediakan lahan yang cukup, dukungan modal, infrastruktur dan teknologi pertanian yang memadai, memilih komoditas yang unggul dan menghapus mata rantai perdagangan yang mencekik petani.

Masing-masing negara punya keunikan dan keunggulan. Indonesia unggul dengan sawit, kopi, kakao, melinjo, dan jengkol. Amerika tidak memiliki itu dan memilih impor daripada menanamnya di sana. Mereka tidak latah.

Sebagai bangsa, kita pun tidak boleh latah. Mustahil kita bisa memiliki semuanya. Yang perlu kita lakukan adalah mengembangkan apa yang menjadi keunggulan kita. Alam itu adil.

Mental Jongos



PDFPrint
Thursday, 26 July 2012
Teman saya, yang tahu suasana zaman kolonial Belanda sebelum merdeka, menjelaskan kepada saya bahwa jongos itu adalah orang yang dipekerjakan untuk disuruh-suruh majikan.


Tidak hanya itu,si jongos harus tunduk melaksanakan perintah tuan tanpa boleh membantah. Bila si pesuruh melaksanakan tugasnya baik-baik,ia akan mendapat hadiah tambahan uang “persenan”dari majikan. Dari penjelasan singkat itu maka kelanjutan pemaknaan jongos menjadi “yang disuruhsuruh atau pesuruh dan karena hadiah imbalannya itulah ia berusaha menyenangkan hati majikan dengan membuatnya senang.”

Dalam bahasa populer kini, mentalitas jongos adalah karakter kerja yang bila perlu menjilat atasan untuk menyenangkannya maka disamakanlah mentalitas jongos sebagai sikap asal bapak senang (ABS). Bila majikannya seorang putri atau ibu,ya tinggal diganti saja bapak dengan ibu. Dalam penelusuran kultural mentalitas ini dikonstruksikan oleh pemerintah kolonial Belanda yang memakai secara cerdik licik para “elite setempat” untuk mengontrol kerja perkebunan atau kerja rodi di zaman Van Den Bosch saat tanam paksa.

Ke atas, konstruksi menyenangkan atasan perlu untuk kelangsungan kekuasaannya. Ke bawah, ia menekan hasil kerja agar si majikan senang dengan hasil nyata jelata petani atau penanam meski mereka “diinjak oleh para jongos ini”. Awalnya memang pesuruh administrator,lalu berkembang menjadi lapis penguasa pribumi kaki tangan pemerintah kolonial. Mengapa pokok mentalitas jongos ini kita kupas dan kita renungi? Ada dua alasan.

Pertama, ia secara sejarah mentalitas akan menjawabdarimana “gen”sikap ABS berjangkit dan tumbuh. Kedua, sedang diteliti hubungan antara mentalitas jongos dengan sikap mental “koeli” yang bersumber dari kompleksitas kejiwaan minder atau rendah diri (minderwaardigheid- complex). Mengapa hipotesis ini digarap? Karena kesamaan kedua mentalitas ini dalam hal ketimpangan relasi kekuasaan.

Artinya,yang satu dalam tekanan psikis selalu diperintah, tidak bisa membantah, terus terang, karena posisi rendahnya. Sedang yang lain posisi memerintah dan menguasai gaji dan hajat hidup si bawahan. Apakah para jongos melampiaskan tumpukan frustrasi disuruh-suruh itu ke bawahan dengan tindak laku menghina, merendahkan? Di sinilah buah sejarah mentalitas menghasilkan siklus mentalitas orangorang yang selalu dipandang kecil dan diperintah terus oleh si majikan.

Akibatnya lagi si jongos dan si jelata tidak memiliki rasa kesadaran kedaulatan atas hidupnya, apalagi atas dirinya! Di sinilah titik temu hipotesis mentalitas jongos dan minder bermuara pada usaha mati-matian pendidikan nasional Hatta dan Sjahrir agar si jelata memiliki kembali kedaulatannya. Karena itu gerakan pendidikan Hatta dan koran pencerahan edukatifnya berjudul Daulat Rakyat.

Rakyat atau masyarakat jelata harus berhenti dari mentalitas minder yang selalu mengucap dan menyembah-nyembah ke tuantuan majikan dengan ucapan tunduk bungkuk hormat sembah “daulat tuanku”! Dalam hubungan atasan dan bawahan yang seharusnya setelah merdeka negeri dan merdeka sebagai bangsa setara atau egaliter.Karena itu saling sapa generasi pendiri bangsa juga menyalami satu sama lain dengan sapaan “bung”.

Namun kesetaraan itu setiap kali terlupa, terkandas apabila kita sadari masih terusnya tampilan mentalitas jongos atau kini mentalitas asal bapak senang. Mengapa? Secara kultural, yang mengawetkannya adalahsistemmasyarakat patron-klien,di mana si tuan menjadi pelindung dan pemegangkedaulatanyangbawahan harus dilindungi.Berikutnya, secara kultural pula negeri dan masyarakat ini berstruktur nilai hierarkis.

Artinya piramida berjenjang, semakin tinggi kedudukan semakin ia disanjung hormat, meskipun sistem modern meritokrasi profesional menembus,namun tetap sukar dilenyapkan. Ditambah lagi paham keyakinan bahwa yang memimpin mendapatkan legitimasi dari “karisma”atau dari atas karena “dituakan”, karena berdarah biru yang masa lalu oleh kekerabatan turunan istana dan zaman modern oleh pangkat, gelar akademis tinggi. Yang dulu Raden Mas dan kini gelar akademik.

Herankah kita bila Anda membaca nama petinggi atau akademikus bergelar amat panjang sekali? Padahal bila sudah dapat BA atau sarjana S-1 dan kini sudah doktor, tidak usahlah dideretkan lagi gelargelar sebelumnya. Inikah yang oleh para budayawan dan ahli kebudayaan serta sejarawan dinamai feodalisme yang bertemu lagi dengan dua mentalitas di atas? Gejala pengawetan pola tindak dan perilaku asal bapak senang juga disuburkan oleh si pejabat atau petinggi sendiri.

Teman saya mengatakan bila pemimpin atau petinggi menikmati sekali model menyuruh- nyuruh bawahan dan suka menjongos-jongoskan orang lain, bagaimana daulat rakyat bisa tumbuh? Memperlakukan rekan kerja Anda secara menjongoskan adalah ekspresi hipotesis di depan mentalitas minder tadi. Mengapa? Bila orang sudah percaya diri dan daulat hidup serta dirinya mengendap matang maka ia tidak perlu minta penghormatanataupujianserta ‘jilatan sembah’ dari bawahan atau sesamanya.

Praksis pelaksanaan wewenang adalah praksis pelayanan. Namun lebih banyak masih slogan. Praksis memperlakukan orang lain sebagai jongos juga ekspresi mentalitas minder tetapi juga sering disebut sindrom Napoleon.Konon nama sindrom Napoleon muncul karena sejarah Napoleon yang berkuasa sekali menaklukkan Eropa sampai hampir ke Rusia, namun orang heran ternyata secara fisik badan Raja Napoleon tidak tinggi alias pendek.

 Spekulasi kritis muncul apakah justru karena pendek lalu ia mau mengatasinya dengan menjadi besar dan berambisi berkuasa tinggi? Ibarat si cebol pungguk merindukan bulan. Namun sindrom ini tentu saja untuk memudahkan pengibaratan kompleksitas tipe orang yang suka memperlakukan sesama sebagai jongosnya.

Orang-orang dengan daulat diri dan kedaulatan hidupnya akan tidak ia sukai dan bila perlu ia liciki untuk disingkirkan, namun orang-orang yang mudah tunduk menghormat akan ia pelihara dengan catatan bahwa sindrom Napoleon ini ditulis tidak untuk merendahkan Anda yang kebetulan berbadan kecil, tidak tinggi. Sebabnya, bukankah local wisdom, peribahasa warisan nilai leluhur kita, meringkaskan padat dan bernilai pula dalam ungkapan: kecil-kecil cabe rawit; kecilkecil namun seperti kancil, cerdas!”

Maka kembali ke tugas peradaban negeri dan bangsa ini, kesadaran berdaulat diri dan berdaulat atas hidup masih merupakan pekerjaan rumah dengan proses pendidikan transformasi mentalitas yang panjang agar mentalitas ABS dan jongos perlahan namun pasti hilang dari bangsa ini.● MUDJI SUTRISNO, SJ Guru Besar STF Driyarkara & Universitas Indonesia, Budayawan

SBY Minta Prioritaskan Penanganan 10 Area Rawan Korupsi



PDFPrint
Thursday, 26 July 2012
ImagePresiden SBY menjadi imam salat zuhur di Masjid Al Adil, Kejagung, Jakarta, di sela-sela rapat terbatas kemarin.

JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta tiga lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprioritaskan penanganan 10 area yang dianggap rawan korupsi. Jika pengawasan dioptimalkan,diharapkan bisa menekan terjadinya penyimpangan.

Sepuluh area rawan korupsi yakni sektor APBN/APBD,sektor pengadaan barang dan jasa, sektor pajak,sektor kepabeanan dan bea cukai,sektor migas, sektor keuangan dan perbankan, sektor BUMN/BUMD, sektor pendapatan/penerimaan negara, sektor pelayanan umum,dan sektor instansi/lembaga dengan alokasi anggaran besar. “Harus fokus pada hal penting ini,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai menggelar Rapat Terbatas Kabinet di Kejagung, Jakarta,kemarin.

Namun dari 10 sektor area rawan korupsi tersebut,pihaknya menggarisbawahi lima hal yang menjadi prioritas penanganan. Pertama, pencegahan dan penanganan yang sangat serius terhadap korupsi yang merugikan APBN dan APBD. Mengingat dalam dua tahun terakhir masih terjadi kasus-kasus korupsi yang melibatkan unsur DPR/DPRD dengan unsur pemerintah pusat dan daerah.

Kedua, sektor pengadaan barang dan jasa juga dinilai sangat rawan korupsi, di mana dalam pengadaan sangat rawan dengan mark upatau manipulasi harga. Presiden mencontohkan, misalnya harga Rp1 miliar kepada negara,tapi disuruh membayar Rp2 miliar. Selanjutnya, selisih uang tersebut dibagikan kepada pihakpihak yang kongkalikong.

Ketiga, sektor perpajakan juga dinilai sangat rawan penyimpangan. Pihaknya meminta kepada lembaga penegak hukum untuk menyoroti kewajiban membayar pajak para wajib pajak,termasuk apa yang dikelola oleh petugas pajak. Keempat, menyangkut kepabeanan dan bea cukai juga tidak kalah penting. Dia menyoroti sektor kepabeanan yang sering terjadi kebocoran. Misalnya ada barang yang keluar dari Indonesia, tapi tidak melalui pintu yang benar.

Kelima, soal migas yang menjadi sumber kehidupan negara. Menurut SBY, lima sektor penting ini sudah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung, kepolisian, dan KPK. Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan bahwa institusinya sudah memaksimalkan proses penanganan tindak pidana korupsi,khususnya menyangkut 10 sektor area yang dianggap rawan korupsi.

Basrief mengakui,institusinya paling banyak menangani perkara korupsi yang melibatkan pengadaan barang dan jasa. Namun jika ada temuan lain atau laporan masyarakat menyangkut dugaan korupsi, institusinya siap menindaklanjuti. Hal senada juga diungkapkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Dia berharap ketiga lembaga ini dapat bersatu melakukan pencegahan dan penindakan atas kasus korupsi yang kian marak saat ini. m purwadi 

Food Security



PDFPrint
Thursday, 26 July 2012
Bila dua-tiga bulan lalu bangsa ini heboh membicarakan energy security, sebulan terakhir kita sibuk membicarakan pangan. Food dan energy adalah sebuah kesatuan,apalagi sekarang bahan- bahan pangan mulai dijadikan pengganti energi.


CPO, kedelai, biji bunga matahari, jagung, tebu, ketela, gandum, dan sebagainya kini di dunia mulai dialihkan menjadi bioenergy yang harganya terus melonjak. Kalau harganya terus melonjak, dan sebagian besar tanaman itu bisa ditanam di sini, mengapa justru mengalami kerawanan? Kalau pertanian Indonesia ingin maju, berikanlah keuntungan yang positif dan harga jual yang bagus bagi produk-produk pertanian Indonesia. Ini berarti, batasi impor dan jangan manjakan konsumen.Tetapi, kita sepertinya ingin mendapatkan keduanya: pertanian maju, tetapi harganya harus murah dan konsumen harus senang.

Surplus, tetapi Miskin 

Ketahanan pangan menjadi masalah besar justru di negaranegara Asia, yang menurut Bank Dunia mengalami pengurangan kemiskinan yang signifikan. Menurut FAO (2009), sepanjang 2003-2005 saja terdapat 541,9 juta penduduk Asia yang kekurangan gizi. Mengapa pertumbuhan ekonomi disertai kerawanan pangan? Ambil contoh saja di Thailand dan Vietnam yang mati-matian mengembangkan konsep ketahanan pangan sejak 30 tahun lalu. Di kedua negara ini sektor pertanian mengalami kemajuan sangat pesat.

Berbeda dengan di Pulau Jawa yang lahan-lahan pertaniannya beralih ke properti dan industri, di kedua negara itu lahan-lahan pertanian justru diperluas dan irigasi diperbaiki. Keduanya surplus pangan dalam jumlah besar.Pada tingkatan makro, pertaniannya maju pesat. Namun, pada tingkatan rumah tangga, para petani tetap kesulitan hidup dengan layak dari sektor pertanian.Mereka lebih menjadi net buyer yang hanya bisa membiayai sepersepuluh konsumsinya dari hasil pertanian (Isvilonanda & Bumyasiri,2009).

Demikianlah, pangan adalah masalah yang sangat serius, semakin kompleks dan butuh perhatian lintas sektoral.Tidak cukup diatasi oleh penghapusan bea masuk seperti yang dilakukan pemerintah terhadap impor kedelai.Pangan adalah masalah ketahanan yang rumit. Konsep pertahanan-keamanan yang dulu berarti tentara dan senjata, kini bergeser ke pangan dan energi.Lihatlah betapa kita kedodoran mengelola ketahanan pangan yang menyangkut apa saja.

Tahun lalu cabai saja sampai menjadi agenda pembicaraan yang hangat di Istana. Lalu dalam perekonomian kita muncul masalah daging sapi, gula, garam, ikan kembung, beras, bahkan bawang merah. Kini kedelai. Sebanyak 150.000 anggota koperasi tahu-tempe hari-hari ini tengah melakukan aksi mogok ketika harga kedelai melonjak dari Rp5.000 menjadi Rp8.000 per kilogram. Meski semalam saya masih bisa menikmati tahu-tempe, ada rasa waswas, bukan khawatir kehilangan keduanya, melainkan khawatir anak-anak kita kelak akan kesulitan makan karena negeri ini tak memiliki konsep ketahanan pangan yang jelas.

Semakin Kerdil 

Selain data yang sudah banyak dipaparkan para ahli, mari kita membaca insight berikut. Menurut kamus, insight adalah a clear or deep perception of a situation. Atau bisa juga perasaan subjektif yang bisa dibaca dari sebuah situasi. Namanya juga subjektif, jadi bisa terbaca, bisa juga tidak. Bisa terbaca A, bisa juga terbaca B. Tetapi, mari kita renungkan baik-baik,dan coba lebih gunakan insight untuk melihat peluang yang mungkin timbul dari masalah besar ini daripada memperbesar masalah itu sendiri.

Kata orang bijak, bangsabangsa yang unggul adalah bangsa yang bisa melihat kesempatan dari setiap kesulitan.Pemenangnya adalah bangsa yang berani berselancar dalam gelombang ketidakpastian. Sedangkan bangsa yang selalu kalah adalah bangsa pengeluh yang hanya mau menjelajahi dunia yang pasti-pasti, lalu menyalahkan orang lain atas masalah yang ia buat.Bangsa yang demikianakanselalukalah, danpemimpinnya gemar melempar kesalahan pada orang lain.

Ketimbang mengatakan,” Saya yang salah.” Mereka akan selalu mengatakan,” Itu bukan kesalahan saya.”Sudah salah dan menyangkal, mereka pun mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali. Saya kira tulisan ini tidak dimaksudkan menghadirkan keluhan atau sikap pecundang. Insight dari Dapur Rumah Makan Sunda tempat saya biasa menikmati makan enak menunjukkan, ada sesuatu yang tak beres pada pangan-pangan kita.

Berbeda dengan bangsabangsa lain yang berupaya keras menghadirkan buahbuahan dan sayuran yang lebih besar dan lebih manis, saya justru menemukan pangan lokal yang sebaliknya.Kedelai impor semakin hari semakin bagus,sedangkan kedelai lokal semakin kuntet. Petai padi yang dulu besar-besar, kini semakin mengecil. Demikian juga dengan ikan pepes (ikan peda) yang dulu besar-besar, kini hanya daun pembungkusnya saja (daun pisang) yang besar.

Rasanya semua ini berlaku pada hampir semua panganan kita. Kue pisang juga semakin kerdil dan pisangnya sepat.Sekalipun makannya di hotel berbintang lima. Bakso yang dijajakan keliling juga semakin kecil, dan rasa dagingnya semakin tak terdeteksi lidah. Kata pemilik restoran bukan hanya ukuran yang mengecil. Keharumannya juga berkurang. Saya berbicara dengan para petambak ikan.

Mereka pun mengaku alam dan pakan sekarang sudah tidak bersahabat. Air dari sungai sudah rusak, pencemaran luar biasa ganas karena pabrik celana jins yang beroperasi tidak jauh dari tambak sering membuang limbah pewarna ke sungai. Ikanikan sulit menjadi besar. Di WadukJangari-Ciratasaja,yang menjadi pusat ikan mas Jawa Barat, sudah dikepung oleh sampah.Lebih mengerikan lagi, harga pakan ikan pun sudah terlalu mencekik.

Maka supaya bisa tetap untung panen pun dipercepat. Itu pulalah yang tampaknya dilakukan petani (termasuk petai dan cabai), memanen hasil tanaman lebih cepat dari yang seharusnya agar bisa meraih untung.Apalagi akibatnya kalau bukan kuntet? Sementara di dunia internasional, perubahan iklim bisa mengubah peta suplai secara tiba-tiba. Kalau sudah begini, bangsa yang menang hanyalah bangsa yang proaktif.

Artinya, menanam jauh-jauh hari. Bukan seperti sekarang,ribut menanam kedelai pada ribuan hektare saat harganya sedang mahal.Lalu apa akibatnya duatiga bulan lagi saat panen beramai-ramai? Insight ini menunjukkan, pertanian sudah tidak lagi menjadi sektor yang gurem.Pertanian justru akan menjadi sektor yang mengalahkan sektor-sektor lainnya.Apa artinya mempunyai emas kalau tak bisa mendapatkan makan?

Tetapi dalam masa transisi jelaslah suatu bangsa harus bisa menciptakan kondisi hasil investasi (internal rate of return) pada sektor pertanian yang positif.Saat ini saja dunia perbankan cenderung alergi pada sektor pertanian.Ini berarti diperlukan perubahan kebijakan agar petani mau kembali menjadi petani.Syaratnya, ya sederhana saja,berikan IRR yang positif dan besar.

Saya ingin menutup dengan insight lain dari para pedagang pangan.Bagi mereka,kenaikan harga adalah wajar, tetapi khusus mulai 2012,kenaikan pangan yang biasa terjadi bulan Ramadan kini bergerak jauh lebih cepat 1-2 bulan sebelumnya. Lebih jauh lagi, bila sebelum 2005 dari 365 hari berdagang mereka kalah sebanyak 80 hari (karena cost lebih besar dari price), sejak 2005 ke sini hari kekalahan terus membesar dan membesar.

Tahun ini telah menjadi 150 hari kalah. Masih positif sih.Tetapi, itu lampu kuning yang sebentar lagi menjadi merah. Artinya, ada masalah yang harus kita benahi bersama.Artinya, food kita sedang tidak secure. Artinya, selain banyak masalah, ya banyak peluang. RHENALD KASALI Ketua Program MM UI 

Senin, 23 Juli 2012

Perjuangan Ideologis Tanpa Roh



PDFPrint
Monday, 23 July 2012
Perang bisnis untuk membunuh keretek seharusnya diletakkan di atas panggung perang bisnis itu sendiri.Tapi pihak sana, yang mengancam kehidupan bisnis keretek di sini, tak cukup memiliki watak kesatria untuk berbuat begitu.


Kata kesatria dalam konteks seperti ini memang dianggap tak relevan lagi. Dunia bisnis mengandalkan dana besar. Watak kesatria, kejujuran, dan keteguhan jiwa bisa diganti dana. Makin besar dana,makin kuat pengaruhnya. Dana bisa membeli kejujuran. Lalu kejujuran berubah menjadi dana. Maka, dalam hidup ini yang terpenting dana. Tokoh-tokoh yang semula jujur, yang berpijak pada kepentingan nasional dan memperjuangkan apa yang bisa menguntungkan bangsa, serta rakyat Indonesia sendiri semuanya mudah digempur dengan pemikiran lebih praktis.

Nasionalisme dianggap kosong dan tak relevan lagi.Kerakyatan bisa dilupakan. Nasionalisme itu dana.Kerakyatan itu dana. Barang siapa menguasai dana, dia menguasai segalanya. Kejujuran dan orang jujur, pendeknya,bisa dibeli. Ada pasar khusus yang memperjualbelikan kejujuran itu.Di tempat di mana lobi dilakukan, di situ pasar terbentuk.Jual beli pun berlangsung transparan. Orang jualan drug dan dolar gelap masih sembunyi-sembunyi. Rasa malu,rasa takut ketahuan menguasai diri mereka. Tapi mereka yang terlibat di dalam jual beli kejujuran—dan mempertaruhkan nasib bangsanya sendiri—tak perlu malu-malu.

Tak Takut Ketahuan Polisi? 

Polisi dalam hal ini tak lagi menakutkan. Adapun Tuhan, yang mereka tahu pasti tengah mengamati dengan sinar matanya yang tajam, tak membuat mereka takut. Tanpa dikatakan, tapi jelas menjadi dasar tindakannya, bahwa Tuhan tidak penting sama sekali. Orang jujur tidak takut kepada Tuhan hanya terjadi di dalam kasus ini. Tak peduli yang terlibat itu politisi yang rapi dan hidup kecukupan atau ilmuwan yang berteriak bahwa dirinya wakil penjaga kebenaran.

Tak peduli pula aktivis dan seniman,yang kredo hidupnya diabdikan pada kemanusiaan dan keadilan, semua sudah menjadi seperti itu. Pengaruh dolar yang gemerlap mampu mengubah segalanya, dalam sekejap saja. Tak mengherankan bila orang-orang jujur,yang nasionalis, yang memang bukan orang kaya, yang ibaratnya tak pernah memiliki duit, tiba-tiba berbalik haluan. Mereka pun akhirnya mendefinisikan nasionalisme itu abstrak,mengawang-awang di langit biru yang tak terbatas.

Kerakyatan itu ilusi yang tak bisa dilihat,tak bisa diraba.Tapi dana, dalam bentuk dolar, alangkah riilnya. Mereka yang pada dasarnya bekerja atas nama kejujuran dan memelihara kejujuran sebagai aset bangsa, dengan bujukan dana macam itu pun “larut-kerut” di arus deras pengaruh materi dan kemewahan duniawi.

Politisi yang kecukupan dan mewah tapi tetap serakah? Dengan sendirinya jelas mengejar dana seperti itu. Dana asing, dolar, betapa besar pengaruhnya.Pejabat disulap dan siap membikin peraturan sesuai dengan pesanan kepentingan asing. Politisi disulap dan cekatan menyiapkan UU sesuai pesanan kepentingan asing.

Merugikan Bangsa Kita?

 Itu tak dipikirkannya lagi. Nasionalisme itu abstrak.Kerakyatan itu ilusi. Dana asing jelas, riil, membikin gengsi makin tinggi.Kemewahan melimpah. Gengsi tinggi itu riil,tampak di mobil atau rumah.Kemewahan hidup lebih riil lagi.Tiap saat kita bisa ke sana-kemari menunggu datangnya pelobi dan kita dijamin bos asing. Tokoh, ilmuwan, pejabat tunduk pada otoritas asing? Di mana kemandiriannya? Di mana letak kebebasan politik dan kemerdekaan mimbar akademisnya? Itu ilusi juga.

Hidup riil lebih penting.Hidup lebih butuh dana dibandingkan kemandirian dan kebebasan mimbar akademis. Orang asing,pebisnis asing, dengan segenap kepentingan asing, tak berani langsung menangani persoalan ini karena tak tahu sedalam apa lautan kesadaran jiwa dan pemikiran bangsa kita. Maka dimintalah jasa para politikus, pejabat, aktivis,seniman maupun ilmuwan kita.

Dan semua, yang sudah terbuai dengan dana,yang bisa membuat hidup lebih riil, yang bisa mengubah nasionalisme menjadi kantong tebal, dan kerakyatan yang abstrak menjadi jaminan hidup yang pasti,dengan serentak mereka berkolaborasi dalam apa yang mereka namakan perjuangan membangun dunia yang sehat dan bersih dari asap rokok. Mereka tak peduli akan kenyataan lain: asap knalpot yang lebih besar, lebih mengotori dan juga berbahaya.

Kecuali kalau suatu hari ada perang melawan knalpot dan ada dana asing untuk operasionalnya. Perjuangan membasmi keretek ini ditempuh dengan aturan serbalegal. Tapi legalitasnya ternoda secara politik dan kemanusiaan. Hukum dibuat secara sepihak. Konsultasi publik, apa lagi mengundang secara terbuka pihak petani tembakau dan pabrik keretek, tak dilakukan. Mereka main culas dan kotor. Pertemuan sepihak dianggap harmonisasi dan mereka mengklaim semua pihak telah menerima aturan pemerintah dengan baik.

Sikap politik yang culas itu didukung—anehnya—oleh mereka yang namanya ilmuwan, seniman,dan aktivis yang biasanya melek rohani. Dana, duit membuat manusia pelanpelan menjadi buta. Buta kerakyatan. Buta kebangsaan. Buta keadilan.Ini semua bukan dongeng yang dibuat nenek moyang untuk menjadi kisah mengharukan sebelum tidur, melainkan dongeng yang datang dari kehidupan seharihari kita sendiri dan kita menjadi aktor-aktornya.

Di dalam diskusi-diskusi lewat e-mail,mereka menyebut diri sendiri pejuang yang gagah berani. Saya malu membacanya. Orang yang rata-rata sudah kelewat tua menggunakan idiom remaja macam itu menunjukkan tanda-tanda zaman: tua tak berarti dewasa, apalagi bijaksana. Perjuangan apa yang mereka tempuh?

Menyelamatkan generasi mudah dari bahaya keretek? Mengapa perjuangan ideologis yang begitu gagah rela disumbang dana asing,dengan agenda kepentingan asing? Mengapa sebelum dana itu ada, para pejuang yang gagah berani itu tak terdengar suaranya? Mereka menata lingkungan sambil menghancurkan lingkungan. Tiga ratusan home industry, pemodal kecil,dibunuh dengan kejam.

Dan para petani tembakau diancam masa depannya. Inilah perjuangan ideologis yang tidak lagi ideologis. Dan dengan sendirinya tanpa roh. Perjuangan tanpa roh hanya menjadi seperti tentara bayaran: tanpa nasionalisme, tanpa identitas.● MOHAMAD SOBARY Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com 

Kamis, 19 Juli 2012

Kekisruhan Sistem dan Masa Depan Demokrasi Indonesia (1)


PDF Print
Friday, 20 July 2012
Dalam sejarah politik Indonesia, tak pernah kita mengalami kekisruhan sistem pemerintahan sekentara 14 tahun terakhir ini.


Pandangan ini mungkin tidak populer,sebab dalam gambaran besarnya Indonesia sejak Mei 1998 dianggap sebagai negara yang memberlakukan sistem pemerintahan demokratis. Hal ini tidak hanya diyakini oleh publik dalam negeri,tetapi juga masyarakat internasional. Bahkan, pihak yang terakhir ini sering memuji Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, negeri ini juga senantiasa dipakai sebagai contoh par excellent pertemuan antara Islam dan demokrasi.

Tidak mudah untuk menunjuk secara pasti faktor-faktor yang menyebabkan kekisruhan sistem pemerintahan ini.Akan tetapi, jika melihat pada derivasi empirisnya, salah satu unsur terpentingnya adalah kombinasi yang tidak sesuai antara sistem pemerintahan presidensial dengan sistem politik banyak partai. Akibat langsung dari kenyataan politik ini adalah bahwa tiadanya kekuatan politik dominan––meskipun secara teoretis bisa saja dimunculkan. Siapa pun yang memegang tampuk kekuasaan harus bersedia berbagi dengan kekuatankekuatan politik yang ada. Ini dimaksudkan agar tentangantentangan politik terhadap kekuasaan bisa dikurangi––kalau tidak sama sekali ditiadakan.

Minimalisasi tentangan terhadap kekuasaan ini dianggap perlu agar kebijakan yang diambil bisa dilaksanakan, undang-undang atau peraturan yang diajukan bisa disahkan tanpa hambatan yang berarti. Lebih penting dari itu adalah agar ancaman politik yang mengarah pada pemakzulan pimpinan nasional bisa dihindari. Di dalam perkembangannya, persoalan yang muncul tak lagi berkisar hanya pada sistem pemerintahan yang bersifat presidensial dan politik kepartaian yang jamak.

Imbasnya juga terasa sampai pada soal hubungan eksekutif dan legislatif, pengaturan parlemen yang tidak efektif sehingga menimbulkan kesenjangan antara struktur dan fungsi di lembaga tersebut, keterkaitan antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak sesuai dengan realitas politik yang ada bahwa pimpinan daerah dipilih secara langsung––dan karenanya bertanggung jawab kepada rakyat yang memilih.

Ini semua selain menimbulkan kesemrawutan pemerintahan, juga menyebabkan terjadinya kemandekan-kemandekan kebijakan karena kewenangan yang tidak diatur dengan jelas dan tegas.Yang sering tampak adalah demonstrasi politik kekuasaan (power politics) di mana para pelaku yang terlibat memilih untuk saling mengunci dan bertransaksi–– sadar bahwa masingmasing dari mereka saling bergantung karena tidak memiliki kekuatan politik yang cukup atau dominan.

Adalah kenyataan bahwa kepemimpinan nasional pada masa BJ Habibie (16 bulan), Abdurrahman Wahid (22 bulan),dan Megawati (38 bulan) belum cukup terlembaga dan berdurasi pendek, sementara pada masa Susilo Bambang Yudhoyono bercirikan kehatihatian yang sangat di dalam mengambil keputusan, tidak mampu menutupi kelemahan dan anomali dari sistem yang kita anut. Bahkan, dalam situasi tertentu,realitas kepemimpinan nasional seperti itu justru menyebabkan kinerja pemerintahan menjadi tidak efektif.Dalam perspektif demikian, Indonesia tumbuh menjadi negara dengan pemerintahan demokratis yang tidak efektif (ineffective democratic government).

Akar Masalah

Tidak mudah mengurai akar masalah dari pembangunan politik demokratis di Indonesia. Terlepas dari kenyataan bahwa proses transisi ke demokrasi berlangsung relatif cepat––dan tidak meninggalkan kerusakan (rupture) kebangsaan yang parah––tak dapat dimungkiri bahwa perubahan politik yang terjadi belum membawa kita pada situasi yang diinginkan bersama. Bahkan, akhir-akhir ini muncul kekhawatiran bahwa arah kebijakan yang kita tempuh justru menjauhkan kita dari cita-cita demokratis yang diinginkan: terciptanya stabilitas keamanan dan kemakmuran ekonomi bagi kita semua.

Secara khusus, sebenarnya yang sering dikeluhkan adalah soal efektivitas peran dan fungsi negara. Dalam situasi di mana kehadiran pemerintah diperlukan, publik justru merasakan seolah-olah negara tidak ada. Kerusuhan demi kerusuhan, korupsi yang tidak kunjung berkurang, kebijakan yang saling bertolak belakang, peraturan yang bertabrakan, semua itu hanya menunjukkan betapa negara tidak memerankan fungsi sebagaimana mestinya.

Dalam istilah teori pembangunan kelembagaan politik, situasi seperti itu disebut dengan hadirnya “pemerintahan yang tidak memerintah” (government that does not govern). Semua ini adalah buah atau produk dari pembangunan politik yang berjalan tanpa arah, tanpa ideologi, tanpa semangat kenegarawanan. Di pihak lain yang menjadi dasar dari seluruh tindakan praktisi dan pelaku politik kita adalah politik kekuasaan, politik transaksional, politik saling mengunci,dan halhal lain yang bertumpu pada kepentingan mikro (micro- incentive), baik yang bersifat pribadi atau golongan.

Undangundang yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum, partai politik, yang kita perbaiki lima tahun sekali setelah digunakan untuk satu peristiwa politik, merupakan contoh yang baik mengenai magnet insentif mikro bagi politisi kita. Dengan kata lain, reformasi berjalan tanpa democracy crafting, tanpa gagasan dan konsep yang mendasarinya. Konsolidasi demokrasi terjadi by default, bertumpu pada keniscayaan politik yang berkembang dari waktu ke waktu.

Sifat, karakter, dan struktur kepemerintahan dipengaruhi dan dibentuk oleh situasi riil politik, bukan sebaliknya, di mana gagasan kenegarawanan politisi kita membentuk dan memengaruhi jalannya kepemerintahan untuk sampai pada politik riil yang kita inginkan. Ketika pemerintahan Orde Baru dirasa sudah terlalu lama berkuasa dan kehadirannya sudah tidak diperlukan lagi,kita sebenarnya tidak cukup siap dengan alternatif penggantinya. Yang kita miliki pada Mei 1998 adalah perasaan yang mendalam bahwa Presiden Soeharto harus mundur, bahwa otoritarianisme Orde Baru harus diakhiri dan sistem pemerintahan demokratis harus dimulai.

Bagaimana semua ini dijalankan, dapat kita katakan bahwa tampaknya hal tersebut diserahkan pada “ke mana angin bertiup”. Para reformis yang menjadi ujung tombak pengunduran diri Soeharto tidak memiliki gagasan mengenai reformasi atau democracy crafting seperti apa yang akan ditempuh. Gambaran seperti apa Indonesia akandikembangkanmerupakan sesuatu yang tidak jelas. Meski demikian, kita tidak bisa menyalahkan para reformis, para tokoh yang berhubungan langsung dengan pengakhiran kekuasaan Soeharto.

Bahwa mereka tidak memiliki pemikiran yang jelas mengenai bangunan Indonesia pasca-Soeharto adalah sesuatu yang dapat dimengerti.Amien Rais,Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputeri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Nurcholish Madjid, dan lain-lain terkonsentrasi pada skenario mundurnya Soeharto.Kebutuhan zaman ketika itu hanya menuntut berhentinya Soeharto, bukan yang lain!

Artinya, situasi ketika itu––- yang ditandai oleh krisis multidimensi, kerusuhan di sana-sini, terdepresiasinya rupiah dengan segala akibat turunannya––- tidak memungkinkan para tokoh reformis berpikir mengenai konstruksi Indonesia pasca- Orde Baru. Seluruh energi mereka terpusat pada upaya bagaimana Soeharto bersedia mundur tanpa menimbulkan akibatakibat yang tidak diinginkan.

PROF DR BAHTIAR EFFENDY
Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta  
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/512348/

TAJUK, Sendyakala Lembaga Survei


PDF Print
Friday, 20 July 2012
Faisal Basri mengungkapkan kekecewaannya terhadap survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta beberapa waktu lalu.


Calon gubernur dari jalur independen ini merasa telah dibunuh mereka dengan prediksi tentang peluangnya dan elektabilitasnya yang sangat rendah hingga berpengaruh pada perolehan suaranya. Tudingan tersebut bisa betul bisa tidak.Kecurigaan Faisal Basri bisa dipahami karena secara teoretis hasil survei yang dirilis ke publik akan memengaruhi sikap publik.Ada teori menyebutkan bahwa orang cenderung mengikuti mereka yang diprediksi menang (bandwagon effect) atau sebaliknya malah mendukung mereka yang diprediksi kalah (underdog effect).

Tapi Saiful Mujani dalam studinya pada 2004 menegaskan tidak ditemukan adanya efek survei terhadap perilaku pemilih seperti dimaksud kedua teori tersebut. Berpengaruh atau tidaknya prediksi lembaga survei terhadap suatu kontestasi politik sebenarnya bukanlah lagi masalah prinsip yang perlu diperdebatkan.Yang patut mendapat perhatian adalah sebagian besar dari lembaga survei di negeri ini telah gagal memprediksi hasil perolehan suara Pilkada DKI Jakarta lalu (11/7).

Seperti diketahui, hampir semua lembaga survei memprediksi kemenangan pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) dan bahkan pilkada disebutkan akan berlangsung satu putaran karena sang incumbent yang didukung partai pemenang Pemilu 2009 akan meraup dukungan 50%+1.Ternyata hasilnya jungkir balik. Hasil penghitungan resmi yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI menunjukkan pasangan Foke-Nara hanya mendapat jumlah suara 1.476.648 (34,05%),sedangkan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama meraup 1.847.157 suara (42,60%).

Bagaimana bisa hasil survei yang notabene dilakukan kalangan intelektual bisa meleset sedemikian parah? Apakah metodologi salah atau mereka tidak berhasil menangkap dinamika pemilih di lapangan? Atau mereka memang melakukan survei asal-asalan untuk memenuhi pesanan klien atau pasangan kandidat? Kepastian jawaban hanyalah diketahui para intelektual di belakang survei tersebut.Mereka juga pasti mempunyai seribu macam jawaban yang dirasionalkan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Tapi apa pun jawabannya, dua kesalahan yang mereka lakukan, yakni kesalahan karena metodologi atau akibat pesanan, adalah sama-sama fatal. Kesalahan metodologi survei mengingatkan kita pada kehancuran Literary Digest pada 1936 yang memprediksi kemenangan Alf Landon pada pemilihan presiden Amerika Serikat.Hasilnya,rakyat Negeri Paman Sam tersebut ternyata memilih Franklin D Roosevelt.

Sementara George Gallup yang melakukan survei dengan sampel lebih kecil, tetapi lebih ilmiah sukses meramalkan kemenangan Roosevelt.Dampaknya kemudian Literary Digest bangkrut. Adapun jika karena pesanan,kesalahan yang dilakukan lembaga survei jauh lebih fatal karena menyangkut moralitas dan integritas. Semestinya para pelaku survei tetap berpegang teguh bahwa mereka bukanlah pekerja politik, tapi pekerja intelektual yang mempertaruhkan kinerja berdasarkan kekuatan intelektual, bukan kekuatan uang semata dari pihak yang memesan mereka.

Apalagi jika hasil kerja mereka ternyata memengaruhi sikap masyarakat dan masa depan mereka terkait dengan pemimpin yang mereka pilih. Dua kesalahan tersebut secara faktual harus diakui telah menempatkan lembaga survei pada titik nadir terendah sejak sepak terjang mereka mewarnai demokrasi modern Indonesia. Apakah mereka bisa bangkit,tergantung apakah mereka mampu menjaga kejujuran atau menempatkan diri secara proporsional apakah sebagai konsultan politik,lembaga survei independen,atau lainnya.

Jika tidak,ketidakpercayaan masyarakat terhadap derajat intelektualitas dan integritas lembaga survei akan mendorong mereka menuju sendyakala. 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/512343/

Rabu, 04 Juli 2012

PRESTASI PENDIDIKAN-Ubah Asap Rokok Jadi Oksigen, Siswa Semarang Sabet Emas





Thursday, 05 July 2012
ImageZihrama Afdi (kiri) dan Hermawan Maulana, kemarin, memperlihatkan medali emas yang diraihnya dalam ajang International Exhibition for Young Inventors (IEYI) di Bangkok, Thailand.

Pelajar Indonesia kembali mengukir prestasi di kancah internasional. Dua siswa SMAN 3 Semarang,Jawa Tengah,Zihrama Afdi dan Hermawan Maulana, mengharumkan nama bangsa dalam ajang International Exhibition for Young Inventors (IEYI) di Bangkok,Thailand, 28–30 Juni 2012. Mereka menyabet medali emas melalui alat yang mereka ciptakan,Thunder Box (T-Box),yang berfungsi untuk mengurai asap rokok.

Melalui alat tersebut,kandungankandungan atau zat berbahaya dalam asap rokok dapat direduksi.Alat ini dapat difungsikan guna melengkapi ruang khusus untuk merokok (smoking room). Zihrama Afdi menuturkan, T-Box mampu menyerap gas karbon dioksida (CO2) yang ada pada smoking room,kemudian menguraikannya menjadi karbon dan oksigen.Dari hasil penguraian tersebut, untuk karbonnya dapat dimanfaatkan lagi,sedangkan oksigen yang dihasilkan dapat dialirkan kembali ke dalam smoking room.

“Sehingga dapat membuat udara di dalam ruangan tetap segar,” ujarnya di Semarang kemarin. Ide pembuatan T-Box diperoleh dari pengamatan sederhana.Kedua siswa tersebut melihat banyak perokok yang enggan menggunakan smoking room, tetapi lebih memilih merokok di tempat umum.Dari pengamatan diketahui,para perokok tidak memanfaatkan smoking room lantaran kondisi ruangan itu yang kurang nyaman.

Selain sempit,asap rokok di dalam smoking room yang tidak terurai membuat ruangan itu penuh asap. “Akhirnya mereka kan enggan merokok di dalam smoking room dan kembali ke tempat umum sehingga asapnya justru mengganggu masyarakat lain yang bukan perokok. Agar para perokok tetap nyaman di dalam smoking room dan tidak terganggu dengan asap yang mereka hasilkan sendiri,kami mencari jalan lain denganT-Box ini,”katanya.

Alat yang semula mereka kerjakan pada saat science camp di SMAN 3 Semarang itu kemudian diikutkan pada lomba yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).Pada lomba tersebut, karya mereka hanya masuk level finalis saja.Alat itu kemudian mereka perbaharui dengan memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. “Oleh pihak LIPI kami kemudian diminta untuk mengikuti ajang IEYI. Mereka beralasan,proyek yang kami miliki sesuai dengan tema lingkungan IEYI.Kami terus menyempurnakan proyek kami dan akhirnya ikut,” bebernya.

Saat mengikuti IEYI, mereka sempat pesimistis lantaran harus berhadapan dengan tim-tim dari negaranegara lain yang berjumlah 206 tim.Apalagi mereka menghadapi tim dari negaranegara yang sudah terkenal kemajuan teknologinya seperti Jepang. “Namun,setelah kami pikir-pikir,tidak ada gunanya pesimistis,pokoknya percaya diri saja dengan proyek yang sudah kami buat dan ikutkan ini,”imbuh Hermawan. Tak disangka,proyek yang mereka ikutkan akhirnya berhasil menyabet emas.

Kedua siswa tersebut bertekad terus menyempurnakan T-Box. “Kami juga berharap T-Box ini nanti dapat dipatenkan.Kami berharap dapat terus menuntut pendidikan setinggi-tingginya. Syukursyukur kami bisa dapat beasiswa,”katanya. Kepala SMAN 3 Semarang Hari Waluyo bangga dengan prestasi yang diraih anak didiknya.Dia berharap keduanya dapat memberikan inspirasi kepada siswa-siswa lain di SMAN 3 Semarang untuk menciptakan karyakarya baru yang bermanfaat bagi masyarakat kelak.

“Kami mengucapkan selamat kepada kedua siswa kami yang sudah berprestasi tersebut,” imbuhnya. Dalam ajang IEYI di Bangkok,Thailand,28–30 Juni 2012, selain dua siswa SMAN 3 Semarang,emas juga dipersembahkan pelajar dari Jawa Timur. Linus Nara Pradhana,13, siswa kelas I SMP Kristen Petra,Surabaya,meraih emas dengan temuannya helm berpendingin air (watercoated helmet).Helm yang diberi nama Naravation itu memilik daya serap sekitar 21% di mana pendinginnya tak perlu diganti asal menggunakan air yang bagus.

Di samping itu,helm tersebut menggunakan gel jenis sodium polyacrylateyang memiliki daya resap air cukup tinggi sehingga mampu meminimalkan panas karena terik matahari. Karya Nara––begitu dia biasa disapa––juga telah dipatenkan setahun lalu dengan nomor paten S00E01100236. Saat penjurian,Nara mampu menjelaskan helm ciptaannya menggunakan bahasa Inggris yang fasih. susilo himawan/yani a 

Aliansi Mahasiswa Serahkan Bukti Baru Soal Dana LSM Asing ke Bareskrim



K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Kamis, 5 Juli 2012 00:40 wib

JAKARTA - Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing kembali menyerahkan satu bundel bukti baru yang semakin menguatkan dugaan penggelapan dana masyarakat yang dikutip dari LSM asing ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani mengatakan, LSM asing tersebut, harus mempertanggungjawabkan dana donatur yang dikutipnya.

‘’Harusnya LSM asing tersebut, punya malu. LSM asing kok mengutip dana masyarakat. Masyarakat juga jangan mau diakalin oleh LSM asing. Badan mereka Indonesia, tapi ideologi dan otaknya asing,'' ujar Rudy dalam pesan elektroniknya kepada Okezone, Rabu (4/7/2012) malam.

Sementara itu terpisah, Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pol Listyo Sigit Prabowo membenarkan pihaknya telah menerima tambahan bukti data dari aliansi mahasiswa seputar kasus dana masyarakat yang dikutip LSM Asing.

‘’Saat ini, data masih diolah untuk dipelajari lebih lanjut,’’ singkat dia.

Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing ini juga sudah pernah mendatangi kantor Kemendagri. Mereka meminta Mendagri Gamawan Fauzi menepati janji agar membekukan LSM asing di Indonesia.

Rudy Gani pun mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap aparat pemerintah terutama Kemendagri, Kemenlu, maupun Kemenkum HAM yang tidak mampu menerjemahkan peringatan keras Presiden SBY menjadi tindakan nyata dan terukur.

Presiden SBY saat berpidato di hadapan 128 Duta Besar asing di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri beberapa waktu lalu, angkat bicara soal adanya seruan boikot yang dilakukan sejumlah LSM asing terhadap perkebunan kelapa sawit (CPO) di Indonesia.

Sinyal peringatan terhadap LSM asing ini adalah teguran kedua dari SBY. Sebelumnya lontaran serupa juga disampaikan SBY saat berpidato di Balai Kartini, Jakarta, pada Kamis 22 Desember 2011 lalu. Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing terdiri dari organisasi ekstra mahasiswa, Badko HMI Jabotabeka-Banten, LISUMA Jakarta, Pusaka Indonesia, BEM RI, dan IMIKI. 

"Naif Anggota DPR ke Venezuela Bahas RUU Desa"



Fiddy Anggriawan - Okezone
Jum'at, 22 Juni 2012 16:15 wib
Foto: Okezone
Foto: Okezone
JAKARTA - Ketua Umum Parade Nusantara, Sudir Santoso, menilai anggota Komisi II DPR RI yang melakukan perjalanan ke Venezuela, Amerika Selatan untuk membahas RUU Desa dinilai hanya menghambur-hamburkan uang negara.

"Ada pepatah mengatakan desa mowocoro, negoro mowototo, artinya desa itu punya cara, negara punya tatanan. Jadi salah dan terlampau naif apabila melakukan studi banding RUU Desa ke Venezuela, tentu ini tidak sesuai dengan kultur budaya kita," jelas Sudir saat ditemui wartawan di Fraksi PPP Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/6/2012).

Menurutnya, apa yang dilakukan anggota dewan dalam mengurus desa itu sangat tidak cocok. Dia mengatakan jika ingin belajar tentang organisasi desa, pertumbuhan urban maupun pranata sosialnya, dan pranata ekonominya, maka belajar ke Bangladesh dan India lantaran kedua negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi pedesaan.

Diakuinya, Venezuela itu lebih tepat jika dihubungkan dengan pendristibusian tanah. Tapi, Indonesia sudah ada UU Agraria. Sehingga hal ini, menimbulkan konotasi mengenai menghamburkan uang. "Justru lebih baik mendengarkan aspirasi dari bawah dan harusnya ke desa-desa," lanjutnya.

Dirinya tidak munafik jika Venezuela memang bisa dijadikan rujukan Indonesia untuk sebuah desa yang baik tapi lebih sesuai untuk pendistribusian tanah.

"Saya juga tidak munafik, karena saya juga pernah mendengar Parade Nusantara pernah melakukan tinjauan ke Venezuela mengenai distribusi tanah," simpulnya.

Lahan Parkir DPR Rp3 M Rusak, Sekjen Anggap Biasa Saja



Misbahol Munir - Okezone
Selasa, 26 Juni 2012 20:25 wib


JAKARTA - Sekretaris Jendral (Sekjen) DPR RI Nining Indra Saleh mengungkapkan parkir sepeda motor di pelataran DPR RI yang sudah selesai direnovasi bisa dipakai. Namun, tempat parkir roda dua yang terdiri 2 lantai itu tidak semua bisa dipakai, hanya parkiran dasar saja yang sudah bisa digunakan.

"Saya baru dapat laporan, ini akan segera. Di bawah sudah bisa dipergunakan," ungkap Nining kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/6/2012).

Sementara pantauan Okezone, hingga saat ini tempat parkir itu belum bisa digunakan sama sekali. Tampak surat larangan yang tertempel di tiang dinding parkiran melarang untuk menggunakan tempat parkir tersebut.

Menanggapi hal itu, Nining pun akan segera mengkoordinasikan hal tersebut agar parkir roda dua itu bisa digunakan. "Besok saya akan koordinasi supaya cepat digunakan. Besok pagi," kata dia.

Saat ditanya bahwa parkiran itu mengalami kerusakan hal itu kata dia biasa. "Itu biasa, dari semen-semen. Saya tanya," kilahnya. "Besok akan saya undang, ada korodinasi lengkap kepala biro. Kalau sudah selesai, segera bisa digunakan," tukas Nining.

Sebelumnya, Proyek renovsi parkir motor DPR seharga Rp 3 miliar yang selesai dikerjakan itu belum bisa digunakan. Padalah proyek itu dikerjakan sejak Desember 2011 ini, namun hingga kini belum bisa ditempati karena mengalami kerusakan.

Humas Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, Jaka Winarno mengungkapkan bahwa tempat parkir itu belum bisa digunakan lantaran mengalami sedikit kerusakan. Padahal, renovasi itu sudah menghabiskan dana Rp 3 miliar dan belum digunakan sama sekali. "Ada sedikit kerusakan yang harus diperbaiki. Minggu depan mungkin bisa dipakai," ujar Jaka.

Jaka sendiri tidak menjelaskan secara rinci tentang adanya kerusakan renovasi tempat parkir roda dua tersebut. Menurut dia, acara penyerahan itu belum dilakukan karena ada finishing yang belum selesai. "Finishing saja yang kurang," kata dia.

Sementara berdasarkan pantaun Okezone, tempat parkir yang terdiri dari lantai itu mengalami keretakan di bagian lantai 2. Retakan itu terlihat hanya ditambal dengan lapisan semen baru. Bahkan, pagar pengaman di lantai 2 tampak tidak kokoh karena hanya mengandalkan besi berdiameter 10 cm.

Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merenovasi parkir motor itu tidak sebanding dengan hasilnya. Tembok dan tiang bangunan di parkiran belum diselesaikan. Sedengkan atap ruang parkir hanya menggunakan seng jenis tertentu. Proyek yang dikerjakan PT Baitul Rahmat Jaya ini disebut dapat menampung 800 motor.