Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Senin, 31 Desember 2012

Hah, Memanggang Daging Picu Kanker?


Senin, 31 Desember 2012 21:07 wib
Niken Anggun Nurani - Okezone
detail berita
Memanggang daging (Foto: Livestrong)
PESTA Tahun Baru identik dengan acara memasak aneka daging dengan metode panggangan. Hati-hati, metode memanggang yang tidak tepat justru akan membuat makanan Anda memiliki risiko yang mengganggu kesehatan.

Bau daging panggang memang sangat menggugah selera. Namun, makanan yang dipanggang bisa jadi memiliki zat yang dapat membahayakan kesehatan Anda. Jenis makanan dan metode memasak yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan Anda.

Salah satu zat bahaya yang umum dikenal dari metode memanggang adalah adanya amina heterosiklik atau zat karsinogenik yang muncul ketika daging (baik daging sapi, ayam, ataupun makanan laut) dimasak pada suhu tinggi yang mengonversi ke dalam amina heterosiklik. Senyawa ini dapat merusak DNA dan memicu berkembangnya kanker, demikian yang dilansir Livestrong.

Untuk mengurangi risiko zat berbahaya  ini, Anda bisa memasak makanan pada suhu rendah atau menaikkan panggangan dari bara api atau sumber panas. Ini akan membantu Anda untuk menurunkan jumlah cahr, yaitu zat berwarna hitam dengan kandungan tinggi karsinogen.

Mencegah terjadinya bahaya pada makanan panggangan, ada baiknya membalik makanan yang dipanggang setiap beberapa menit sehingga dapat mengurangi pembentukan amina heterosiklik. Penelitian oleh ilmuwan di Kansas State University di Manhattan, Kansas, menemukan bahwa bumbu-bumbu yang mengandung polifenol yang kaya antioksidan secara signifikan mengurangi jumlah total heterocyclic amines yang terbentuk selama suhu tinggi saat memanggang. (ind)
  http://health.okezone.com/read/2012/12/31/483/739590/hah-memanggang-daging-picu-kanker

Sabtu, 29 Desember 2012

Disebut Terkorup, DPR Serang Lagi KPK-Politisi Dinilai Jadi Pelaku Demoralisasi Demokrasi


JAKARTA – Para wakil rakyat di DPR balik menegur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah muncul informasi bahwa kalangan politisi tercatat paling banyak terjerat kasus dugaan korupsi sepanjang 2012.

Ketua Komisi III DPR Pasek Suardika mengatakan,hampir semua jabatan publik masuk melalui jalur politik. Penyelenggara negara nonparlemen juga masuk dari jalur politik sehingga peluang korupsi di eksekutif juga tinggi.“Korupsi itu kanmuncul dari tiga unsur. Ada kewenangan, ada kesempatan, dan ada niat. Kalau memenuhi ini, korupsi bisa terjadi,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Karena itu, lanjut politikus Partai Demokrat ini,yang patut dipertanyakan adalah kenapa KPK tidak banyak mengungkap dugaan korupsi di sektor migas,tambang,dan pajak. Padahal saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR, pimpinan KPK berjanji akan memprioritaskan pemberantasan korupsi di sektor-sektor tersebut dalam satu tahun pertama kerja mereka.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, pemeringkatan sektor-sektor yang terbanyak terjerat kasus korupsi bukanlah pendekatan tepat karena terkesan ada upaya untuk menggiring opini bahwa politik itu kotor.“Tidak ada bedanya di depan hukum. Politisi, birokrat, atau siapa pun dia,kalau korupsi,yamesti diproses. Instrumen hukum tidak perlu melihat asalnya oknum itu,” kata politikus Partai Golkar ini.

Meski begitu, sebagai pimpinan DPR, dia berjanji akan terus mengawal pembenahan sistem maupun instrumen Dewan agar dapat mencegah penyimpangan ataupun penyalahgunaan kekuasaan oleh wakil rakyat. Pada Kamis (27/12), KPK merilis data bahwa politisi di lingkaran legislatif paling banyak terjerat kasus korupsi yang ditangani lembaga pimpinan Abraham Samad tersebut.

KPK mencatat, sepanjang 2012 sedikitnya 16 legislator baik di pusat maupun daerah berurusan dengan hukum karena diduga korupsi. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, setelah para politisi, peringkat kedua terbanyak yang terjerat kasus korupsi adalah swasta sebanyak 15 orang, birokrat 7 orang, serta wali kota/bupati 3 orang. Selanjutnya hakim 2 orang, menteri 1 orang, jenderal polisi 2 orang, serta lainlain 2 orang.

Politisi yang terjerat yakni dalam kasus korupsi APBD Riau, Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID),korupsi anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,korupsi pengadaanAlquran, dan lainnya. Menurut Busyro yang juga mantan ketua Komisi Yudisial ini, politisi justru menjadi pelaku demoralisasi demokrasi. Mereka menjadi aktor utama dan bekerja sama dengan para pebisnis.

“Mereka melakukan penyalahgunaan kekuasaan karena memiliki kuasa,” ujar Busyro. Dia menyatakan, di Indonesia trias politica yang seharusnya menjadi roda jalannya pemerintahan justru dibajak dan difungsikan sebagai alat korupsi. Berbagai kementerian, BUMN,BUMD,dan beberapa instansi pemerintah lain menjadi sasaran empuk bagi para koruptor.

Untuk itu, KPK sudah memiliki strategi khusus yakni dengan mengintegrasikan pencegahan dan penindakan. Penindakan harus diikuti dengan program pencegahan melalui perbaikan sistem. Di tempat terpisah,Ketua DPR Marzuki Alie menekankan, dilihat dari substansi atas kejahatan dan besaran nilainya, tindak pidana korupsi yang dilakukan oknum DPR jauh lebih kecil dibanding lembaga lain.

Karena itu, tidak sepatutnya memberi label korup pada parlemen. Terlebih, kategori korupsi yang menjerat politisi mayoritas karena gratifikasi sehingga politisi bersangkutan pasif.“Semua anggota DPR yang diproses di KPK kasusnya adalah gratifikasi. Tidak ada yang di luar gratifikasi,” katanya. krisiandi sacawisastra/
mohammad sahlan/ rahmat sahid
http://www.seputar-indonesia.com/news/disebut-terkorup-dpr-serang-lagi-kpk-politisi-dinilai-jadi-pelaku-demoralisasi-demokrasi

Rekening Anggota Banggar DPR-Temuan PPATK Jangan Jadi Sandera Politik


JAKARTA – Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang sejumlah nama anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR yang memiliki transaksi janggal dalam rekening mereka jangan sampai dipakai sebagai alat sandera politik.

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, fenomena rekening gendut sebenarnya hampir terjadi di hampir semua pejabat negara. Karena itu, pihaknya mendorong PPATK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar semua kasus rekening gendut, tidak hanya di DPR. “Waktu lalu kan ada rekening gendut kepolisian dan pegawai pajak.

Kenapa yang diangkat hanya DPR. Itu kan perbuatan yang kalau dibilang ada unsur pencucian uang. Silakan ditindaklanjuti. Jangan DPR lagi, DPR lagi,” kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Marzuki menyarankan, nama- nama pemilik rekening gendut tersebut dipublikasikan juga kemudian yang bersangkutan diminta mengklarifikasikan hal itu ke publik.Jika si empunya rekening tidak bisa mengklarifikasi, dana yang tidak jelas sumbernya dikembalikan ke kas negara.

Anggota Banggar DPR dari Fraksi PKS M Idris Lutfi menantang PPATK membeberkan nama-nama anggota Banggar itu.“Beberkan siapa saja dan buktinya apa? Jangan hanya cuap-cuap. Seharusnya, sebagai lembaga yang membantu penegakan hukum di Indonesia,PPATK menyampaikan informasi yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya. Sekretaris Fraksi PAN DPR Teguh Juwarno mengatakan, sebaiknya laporan PPATK tersebut tidak dibawa ke ranah politik.

DPR saat ini cukup memberikan dorongan agar KPK menindaklanjuti laporan PPATK tersebut secara hukum. “Tindak lanjuti secara hukum, due process of law. Jangan dipakai untuk alat sandera politik. Dilihat saja,apakah temuan PPATK itu sesuai dengan profil anggota DPR sebagaimana yang dilaporkan dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara),” ungkapnya.

Ketua PPATK M Yusuf mengaku 18 transaksi mencurigakan itu bukanlah data baru melainkan data lama yang sudah dikirim ke KPK sejak 2011 hingga Mei 2012. Saat ditanyakan apakah temuan itu hanya berkaitan dengan kasus Wisma Atlet, Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DIPD), dan suap pengurusan anggaran Alquran, Yusuf belum mau mengomentari. Pada Rabu (26/12), Yusuf mengungkapkan bahwa nilai transaksi mencurigakan yang dilakukan para anggota Banggar itu berkisar ratusan juta rupiah hingga miliar rupiah.

“Jika diakumulasikan, ada yang nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah,”ujar Yusuf. Sejak 2003 hingga Juni 2012, PPATK menerima lebih dari 2.000 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait anggota Bang-gar dari penyedia jasa keuang-an. PPATK lalu menganalisis transaksi mencurigakan itu untuk mengetahui ada atau tidak indikasi pidana. radi saputro/ sabir laluhu
http://www.seputar-indonesia.com/news/rekening-anggota-banggar-dpr-temuan-ppatk-jangan-jadi-sandera-politik

Pelaku Pungli di KUA Ditindak Tegas-Irjen Kemenag Sinyalir Pungutan Liar Capai Rp1,2 Triliun per Tahun

JAKARTA– Kementerian Agama (Kemenag) langsung merespons laporan dugaan pungutan liar (pungli) di kantor urusan agama (KUA) Rp1,2 triliun setahun. Institusi tersebut berjanji akan menindak tegas pelaku pungli di KUA.

Masyarakat pun diminta melapor jika ada petugas KUA menetapkan biaya pencatatan nikah lebih dari Rp30.000. Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abdul Djamil menegaskan pihaknya tidak pernah membenarkan tindakan pungli biaya pencatatan nikah di luar ketentuan dalam PP No 47/2004. Dalam peraturan itu disebutkan, tarif pencatatan nikah hanya sebesar Rp30.000. ”Saya tegaskan kalau ada pegawai KUA yang menarik biaya di luar ketentuan itu tergolong pelanggaran yang bisa dikenai sanksi,” kata Djamil dalam konferensi pers di Kantor Kemenag,Jakarta,kemarin.

Dia meminta agar masyarakat yang mendapat perlakuan pungli dapat melaporkan tindakan tersebut ke kantor wilayah (kanwil) Kemenag atau ke Kantor Kemenag pusat.Laporan dapat disampaikan langsung atau melalui websiteKemenag. ”Kalau terbukti melakukan tindakan mematok biaya di luar ketentuan silakan dilaporkan,”tegasnya. Sebelumnya Irjen Kemenag M Jasin mengatakan, pungli di KUA bisa mencapai angka Rp1,2 triliun.

Pungutan sebagian besar terjadi pada saat penghulu meminta biaya pernikahan dari pasangan yang telah mendaftar ke KUA. Dia menyebutkan,jumlah rata-rata biaya yang diminta dari setiap pernikahan mencapai Rp500.000. Jumlah tersebut jauh melebihi ketentuan yang ditetapkan Rp30.000.”Setahun itu ada sekitar 2,5 juta pernikahan, kalau rata-rata 2,5 juta dikalikan Rp500.000 bisa sampai Rp1,2 triliun,”kata Jasin.

Lebih jauh Djamil mengakui regulasi yang ada belum mampu menyelesaikan berbagai masalah layanan nikah di KUA. Dia mencontohkan, di satu sisi pihaknya ingin menerapkan pencatatan nikah hanya boleh dilakukan di kantor KUA.Tapi di sisi lain 80% masyarakat menghendaki layanan pernikahan di luar jam kerja dan di luar kantor. ”Sementara belum ada biaya khusus transpor dan lembur. Biaya operasional KUA hanya Rp2 juta per bulan,”ujarnya.

Dia membantah pernyataan rekan kerjanya,M Jasin, yang menyebutkan jumlah pungutan di KUA mencapai Rp1,2 triliun.Angka tersebut dinilai Djamil terlalu dibesar-besarkan karena hanya mengalikan peristiwanikahdenganperkiraan biaya tambahan Rp500.000 setiap pernikahan dari sekitar 2 juta lebih pernikahan di KUA sepanjang 2011. ”Uang tambahan itu bervariasi, di luar Jawa ada yang senilai Rp100.000. Jumlah pungutan yang disinyalir Rp1,2 triliun itu terlalu bombastis,” ucapnya.

Sementara itu M Jasin menyatakan tidak akan melaporkan temuan pungli Rp1,2 triliun di KUA tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk mengantisipasi terjadinya pungli tersebut pihaknya akan menyusun standardisasi biaya nikah baik di hari kerja maupun hari libur. Hasil penyusunan rekomendasi standardisasi biaya nikah dan adanya dugaan pungli Rp1,2 triliun itu nanti akan disampaikan langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kedatangan Jasin kemarin ke KPK untuk mengikuti perayaan ulang tahun KPK kesembilan.

”Di dalam rekomendasi itu juga akan kita sampaikan besaran gaji.Nah,usulan kita, biaya nikah yang dibayarkan bagi penghulu nanti berasal dari anggaran negara. Besarannya Rp500.000 per penghulu,” kata mantan Wakil Ketua KPK ini di Gedung KPK, Jakarta,kemarin. Jasin menambahkan, perbaikan sistem dan pelayanan dalam pernikahan di KUA adalah untuk menghindari stigma korupsi yang tersemat di Kemenag.

Menurut dia, dari survei integritas layanan publik yang dikeluarkan KPK setiap tahun,Kemenag selalu memiliki indeks persepsi korupsi terendah. ”Kan tidak bisa terus tiap tahun kita dengar Kemenag selalu disebut KPK sebagai kementerian terkorup. Kita harus perbaiki,” tandasnya. Anggota Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amalia mengatakan, salah satu masalah mendasar yang terjadi di KUA adalah minimnya bantuan biaya operasional.

Kondisi tersebut membuka peluang terjadinya praktik gratifikasi, terlebih sebagian besar masyarakat menikah di luar jam kerja dan di luar KUA.Karena itu,pihaknya menyarankan agar bantuan biaya operasional di luar gaji ditambah. ”Biaya operasional ini harus diperbesar.Selama ini kita tidak pernah tahu kebutuhan biaya aktivitas di KUA,”katanya.

Menurut dia, salah satu penyebab terjadinya praktik pungli karena Kemenag tidak memiliki regulasi khusus yang mengatur besaran biaya tambahan menikah di luar jam kerja dan di luar kantor.Kalau sebagian besar masyarakat meminta menikah di luar, harusnya dihitung biaya tambahan berdasarkan jarak dan waktu. Dengan demikian, ada kejelasan berapa biaya tambahan yang boleh ditarik dari masyarakat. ”Kalau sekarang kan tidak fair,kadang menikah di KUA saja biayanya Rp400.000,”tandasnya.

Dia juga menyarankan agar pembenahan masalah gratifikasi ini dilakukan secara sistematis. Perbaikan tidak cukup hanya mengandalkan pengawasan yang dilakukan inspektorat jenderal (itjen), tapi juga harus dilakukan di lingkup internal dengan komitmen tinggi.Apalagi sumber daya manusia yang dimiliki itjen terbatas,sedangkan satuan kerja yang harus diawasi jumlahnya 4.500 satuan kerja. ”Jadi kalau punya keinginan kuat, perbaikan harus dimulai dari dalam,”tuturnya.

Ledia menambahkan, sebagai pucuk pimpinan tertinggi, Menteri Agama Suryadharma Ali harus turun tangan menuntaskan keseluruhan masalah gratifikasi yang terjadi di KUA. Sebab tindakan itu dinilai sangat merugikan masyarakat. Dengan demikian berbagai masalah terkait gratifikasi dapat diselesaikan secara menyeluruh. ”Menteri Agama memang harus turun tangan, tidak cukup hanya mengandalkan irjen untuk menyelesaikan persoalan gratifikasi, jangan sampai pungutan terjadi secara sistematis,” imbuhnya.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP meminta Kemenag menyampaikan laporan pungli senilai Rp1,2 triliun di KUA ke lembaganya.Dia mengatakan, pihaknya belum bisa menentukan langkah apa yang akan diambil sebelum laporan tersebut masuk ke KPK. Untuk itu, kata dia, jika Kemenag dalam hal ini itjen telah menemukan adanya indikasi atau dugaan pungli, harusnya laporan itu disampaikan ke KPK. Dia menuturkan, laporan Kemenag itu tentu akan menjalani mekanisme sama seperti laporan-laporan masyarakat lainnya.

”Sebaiknya temuan itu dilaporkan saja ke KPK supaya kami bisa ditelusuri lebih lanjut sejauh mana akurasi, sejauh mana kevalidannya,” kata Johan di Jakarta kemarin. Ketua KPK Abraham Samad saat berbincang di Redaksi RCTI beberapa waktu lalu mengungkapkan, Kemenag memang merupakan kementerian terkorup dengan indeks persepsi korupsi terendah di antara kementerian/lembaga lainnya. Dia menuturkan,Kemenag saat ini merupakan salah satu kementerian yang menjadi fokus perhatiannya.

Dia menjelaskan, beberapa tahun lalu Kemenag tidak mengintegrasikan penindakan dan pencegahan secara utuh.”Sekarang kita integrasikan, kita supervisi untuk memperbaiki sistemnya,” kata Abraham. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pernyataan M Jasin soal pungli Rp1,2 triliun di KUA tidaklah mengejutkan. Bahkan, tuturnya, pernyataan tersebut mengonfirmasi apa yang menjadi dugaan publik selama ini terkait penyimpangan dan korupsinya di Kemenag.

Dia menyatakan,salah satu masalah yang sangat krusial di Kemenang adalah praktik-praktik penggunaan uang negara yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. ”Dan itu kan sudah terjadi sejak 30 tahun yang lalu,bukan sekarang-sekarang saja.Anehnya Kemenag ini lembaga yang tidak bisa direformasi sampai sekarang,”kata Ray di Jakarta kemarin. Ray menyatakan, masyarakat tentu berharap kepada orang-orang seperti M Jasin serta Dirjen Haji dan Umrah Anggito Abimanyu akan membuka wahana baru bagi perubahan yang lahir dari dalam dan bukan dari luar di Kemenag.

Karena terbukti sampai sekarang publik terus mempertanyakan dana haji dan kasus haji menteri agama yang berangkat dengan rombongan yang besar tanpa kejelasan dan transparansi. ”Datanya nggak dikasih oleh mereka dengan berbagai argumen. Intinya mereka memang tidak ada kemauan secara transparan soal penggunaan anggaran di lingkungan Kementerian agama itu,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, pernyataan Jasin itu harusnya bukan sekadar imbauan atau pernyataan biasa. Menurut Ray, Jasin dapat melakukan terobosan yang luar biasa.Bahkan, lanjutnya, kalau ada data, kasusnya harusnya langsung dilaporkan ke KPK atau penegak hukum lain. andi setiawan/ sabir laluhu
http://www.seputar-indonesia.com/news/pelaku-pungli-di-kua-ditindak-tegas-irjen-kemenag-sinyalir-pungutan-liar-capai-rp12-triliun-tah            

Jumat, 21 Desember 2012

5 Pegawai Ponpes Ma'had Al Zaytun Dianiaya

Oleh: Muhamad Syahri Romdhon
Pantura - Selasa, 18 Desember 2012 | 20:55 WIB
INILAH, Indramayu - Karena melakukan tuntutan upah sesuai Upah Minimum Regional (UMR) Indramayu, sebanyak tujuh orang karyawan Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Al Zaytun disekap. Dan lima diantaranya sempat dianiaya dan diintimidasi pihak keamanan Ponpes.

Mereka yang telah menjadi karyawan ponpes yang berlokasi di Desa Makarjaya, Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu sempat disekap dan dianiaya dalam kamar beberapa hari. Parahnya lagi, selama penyekapan, tiga orang diantaranya diborgol dalam satu tiang jemuran handuk yang ada di dalam kamar. Kemudian, mereka mendapatkan perlakuan kekerasan alias penyiksaan dari pihak keamanan Ponpes Mahad Al Zaytun.

Setelah terbebas dari penyekapan dan penganiayaan, didampingi karyawan lainnya, mereka melaporkan kasus itu ke Markas Polres Indramayu, Selasa (18/12) siang.

Informasi yang dihimpun, ke lima orang yang disekap dan mendapatkan penyiksaan bagian keamanan Ponpes Ma'had Al Zaytun, yakni Sanusi (39), Sutrisno (32), Tukino (42), Widodo (45), dan Adi Trimojo (36). Sedangkan, dua orang lainnya yang sempat disekap, namun langsung dilepaskan adalah Herman dan Samirejo.

Sanusi (39) yang merupakan karyawan Ponpes Mahad Al Zaytun di bagian unit perawatan bangunan dan sarana, menuturkan, kejadian bermula saat dirinya bersama teman-teman karyawan lainnya hendak melakukan penyebaran pamflet yang berisikan tuntutan upah kerja sesuai Upah Minimun Regional (UMR).

Pasalnya, dari 1.100 karyawan, baru 700 orang yang sudah mendapatkan UMR. Itupun, baru direalisasikan beberapa bulan lalu sejak tahun 1999.

“Ketika itu, kami berencana menyebarkan pamplet tersebut kepada tamu undangan yang hadir. Baik dari lingkungan ponpes maupun lainnya, saat kunjungan menteri Agama RI beberapa hari lalu. Namun sepertinya, upaya tersebut tercium pihak keamanan ponpes. Satu persatu di antara kami pun diamankan,” kata Sanusi pada INILAH melalui sambungan selular, Selasa (18/12) malam.

Ia mengaku diciduk pihak keamanan ponpes ketika sedang beristirahat pada Kamis (13/12) malam, sekitar pukul 20.30 WIB dan langsung diamankan ke sebuah ruangan. Menurut Sanusi, pihak keamanan ponpes melakukan intimidasi dengan memukul wajahnya menggunakan buku tulis, dan tumpukan pamplet yang diperkirakan sebanyak 2 rim.

“Akibat pemukulan tersebut, daun telinga saya mengalami gangguan, dan terpaksa harus segera diperiksakan ke petugas medis,” tuturnya.

Saat diintimidasi, lanjutnya, dirinya mengalami tekanan fisik dan mental. Dia pun menyebutkan nama-nama temannya yang ikut melakukan penyebaran pamflet. Setelah buka mulut, tak lama kemudian pihak kemananan menciduk satu persatu dari tujuh orang tersebut. Namun, dua orang langsung dilepaskan karena dianggap tidak terbukti dalam penyebaran pamplet.

Dirinya bersama dua rekannya, Adi Trimojo dan Widodo diborgol dalam satu tiang selama tiga hari tiga malam. Dan dilepaskan pada Minggu (16/12) sekitar pukul 18.30 WIB. Pasalnya, ada beberapa pihak petugas Polsek Gantar yang mendatangi pihak Ponpes Alzaitun berdasarkan laporan istri-istri mereka terkait kondisi yang dialami.

Melalui Sanusi, Adi mengaku sempat dipukul beberapa kali dan terus dilakukan interogasi secara bergiliran. Dan pada Minggu (16/12) sejak pagi hingga sore hari, mereka terpaksa membeli makan dengan uang pribadi lantaran pihak ponpes tidak memberinya makan.

“Selama disekap, kami diberi makan 2 kali sehari, dengan kondisi tangan tetap diborgol,” pungkasnya.[ang]
http://www.inilahkoran.com/read/detail/1939069/5-pegawai-ponpes-mahad-al-zaytun-dianiaya

Rabu, 05 Desember 2012

DPR Kritik Ketidakhadiran Pimpinan DKPP



JAKARTA – Komisi II DPR merasa kecewa dengan sikap pimpinan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dinilai tidak bertanggung jawab atas putusan sidang etik yang telah dikeluarkan.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengatakan, putusan DKPP mengenai verifikasi 18 partai politik (parpol) yang sebelumnya tidak lolos dalam verifikasi administratif untuk ikut dalam verifikasi faktual sudah sangat merepotkan banyak pihak. Namun, DKPP malah tidak bisa mempertanggungjawabkan putusannya itu.Kekecewaannya ini bermula dari ketidakhadiran Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie saat Komisi II DPR berupaya untuk mengklarifikasi putusan tersebut.

“Kita sudah mengingatkan bahwa putusan DKPP sudah melampaui kewenangan.Yang datang berarti gentle (jantan). Menurut saya seharusnya Pak Jimly selaku pimpinan DKPP bertanggung jawab soal putusan itu,” ujar dia saat diwawancarai wartawan di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Sebelumnya,Komisi II DPR telah mengundang pimpinan DKPP pada Selasa (5/12) malam untuk mengklarifikasi putusan DKPP yang dinilai telah melampaui kewenangan.

Namun, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie tidak memenuhi undangan tersebut. Sementara itu, anggota DKPP Nur Hidayat Sardini mengklaim DKPP telah memberikan sanksi kepada KPU dalam putusan sidang etik beberapa waktu lalu. Namun, dia menyatakan putusan DKPP itu tidak memiliki iktikad buruk bagi penyelenggaraan pemilu. “Kalau ditanya apakah DKPP memberikan sanksi kepada KPU, kewajiban KPU melaksanakan verifikasi faktual 18 parpol itu juga merupakan sanksi dari DKPP.

Artinya kami juga sudah memberikan sanksi kepada KPU melalui hal itu. Itu kan amar makruf nahi munkar,”tuturnya. Hidayat menyampaikan,putusan DKPP ini seharusnya dilihat secara umum,bukan secara parsial. Kendati terus dikritik, pihaknya menganggap semua komentar atas putusan DKPP ini sebagai bahan pengayaan dan pemahaman untuk penyelenggaraan pemilu agar lebih baik. ● radi saputro 
http://www.seputar-indonesia.com/news/dpr-kritik-ketidakhadiran-pimpinan-dkpp

Jangan Seret Guru ke Pertarungan Politik Oleh: Dian Prima



Nasional - Selasa, 4 Desember 2012 | 15:58 WIB

ilustrasi

INILAH, Bogor - Presiden SBY memerintahkan Mendagri Gamawan Fauzi agar membuat aturan lebih rinci soal larangan para guru terlibat dalam politik praktis.

Perintah ini sebagai tanggapan langsung SBY terhadap keluhan para guru di daerah-daerah yang merasa menjadi 'korban' setiap kali ada pelaksanaan Pilkada.

"Guru adalah pendidik yang tidak bisa dan jangan terbawa dalam pertarungan politik untuk pemenangan calon pemimpin. Jangan membawa para guru masuk kancah politik begitu juga dengan birokrat, tidak boleh diseret dalam pertarungan politik," jelas SBY dalam acara Peringatan Hari Guru Nasional 2012 di SICC Sentul Kab Bogor, Selasa (4/12/2012)

SBY menegaskan, Mendagri harus segera membuat regulasi detail terkait permasalah ini. Keluhan para guru, yang merasa menjadi korban setiap pelaksanaan pilkad harus segera ditindaklanjuti.

"Saya meminta Mendagri segera mengatur aturan lebih rinci terhadap masalah ini," paparnya.

Profesi guru sebagai pengajar harus terbebas dari unsur politik praktis. Ini agar para guru tidak menjadi terombang ambing dan menjadi korban ketika pilkada berlangsung di suatu daerah. "Jangan korbankan para guru untuk kepentingan politik, itu bagian dari etika politik," jelasnya.[jul]
http://www.inilahkoran.com/read/detail/1933980/jangan-seret-guru-ke-pertarungan-politik

Algojo Demokrasi




Dalam sistem ketatanegaraan kita, terdapat satu lembaga yang dapat menegasikan undang-undang, baik keseluruhan atau sebagian, apabila dianggap bertentangan dengan konstitusi, serta menyatakannya tidak memiliki kekuatan mengikat, dan karenanya disebut negative legislator.
Dalam sistem ketatanegaraan kita, terdapat satu lembaga yang dapat menegasikan undang-undang, baik keseluruhan atau sebagian, apabila dianggap bertentangan dengan konstitusi, serta menyatakannya tidak memiliki kekuatan mengikat, dan karenanya disebut negative legislator.

Lembaga tersebut bernama Mahkamah Konstitusi, yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi, beranggotakan sembilan orang arif bijaksana, negarawan cendekia yang sudah tidak memiliki pamrih apa-apa kecuali demi kemaslahatan bangsa dan negaranya. Anggota lembaga ini bagaikan manusia setengah dewa. Mereka memiliki imunitas tinggi terhadap tuduhan kriminal, kecuali tertangkap tangan.

Sabda dan ucapannya mengikat seketika bagi pihak yang beperkara maupun tidak beperkara (erga omnes) melebihi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).Mereka membuat mekanisme kode etik sendiri, dan lembaga konstitusi lain seperti Mahkamah Yudisial bahkan tidak berwenang untuk menguji etika, tata krama, dan peri laku profesional anggotanya. Hakim Konstitusi tidak dipilih oleh rakyat,tetapi lembaga tersebut dapat mengebiri seketika produk legislasi yang dihasilkan lembaga DPR dan presiden pilihan rakyat.

Sudden death,algojo yang efektif. Karena itu akan sangat berbahaya apabila ada kalangan yang berhasil mengegolkan kepentingannya lewat lembaga ini dan memperoleh pengabulan putusan yang tidak cermat. Kalangan tersebut tidak perlu berjuang lewat DPR,cukup bergerilya dengan kamuflase bahasa yang santun, serta meyakinkan anggota lembaga untuk membatalkan produk undangundang.

Harapan dan Kenyataan 

Pada 13 November 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 36/PUUX/ 2012, yang amarnya menyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Terhadap putusan tersebut, telah banyak beredar analisis dan komentar, dan mayoritas dapat menerima bahkan memuji putusan tersebut, sebagai putusan berani, nasionalis, dan visioner.

Sejarah selalu ditulis oleh para pemenang. Tetapi marilah kita lihat beberapa inkonsistensi dan kelemahan substantif dari putusan tersebut, baik dari sisi legal standing para pemohon, faktafakta persidangan,pertimbangan hukum dan amar putusan. Terdapat 42 kelompok yang mewakili pimpinan kelompok keagamaan, kelompok solidaritas juru parkir, pedagang kaki lima, dan perorangan yang tidak pernah diuji oleh Mahkamah Konstitusi dengan argumentasi yuridis dan mendasar mengenai bagaimana hak para pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 telah dirugikan oleh pasal-pasal UU Migas yang dimohonkan untuk diuji.

Bahkan tidak jelas hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Putusan ini sangat kabur dan tidak dapat membedakan antara fakta, opini,maupun ilusi. Kelihatannya cenderung mengambil opini dan keterangan yang diberikan oleh ahli dan saksi sebagai fakta.Tidak jelas hukum acara mana yang digunakan. Tidak ada crosscheck dan pembuktian yang cukup dalam sidang-sidang yang sangat dibatasi durasinya.

Karena tidak cukupnya bukti tersebut, mahkamah mengambil jalan pintas dengan mengatakan “[3.13.14]. .. sekiranya pun belum ada bukti bahwa BP Migas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, maka cukuplah alasan untuk menyatakan bahwa keberadaan BPMIGAS inkonstitusional.” Apakah dibenarkan menghukum dan menghakimi suatu lembaga hanya karena didasari alasan “karena berpotensi melanggar konstitusi pun bisa diputus oleh mahkamah sebagai perkara konstitusional”.

Inilah tontonan pertimbangan hukum yang dapat dipersepsikan sebagai monster demokrasi.Siapa sebetulnya yang sudah mengonstruksikan dalam pikirannya menyatakan inkonstitusional BP Migas tanpa didukung bukti? Dalam ajaran hukum pidana, ada istilah “Actus non facit reum, nisi mens sit rea”, yang lebih kurang berarti kejahatan itu awalnya dari pikiran jahat. Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi,

bahkan melebihi pasal-pasal yang dimohonkan (ultra petitum), termasuk di dalamnya membabat habis di batang tubuh maupun penjelasan UU Migas, yang menyebut- nyebut ada frase “Badan Pelaksana”.Karena sedemikian bablasnya, bahkan pasal yang menyangkut Pertamina pun dibatalkannya,termasuk untuk perbuatan hukum yang telah selesai di masa lampau (Pasal 61 dan 63). Mahkamah Konstitusi telah mempertontonkan secara efektif peran,fungsi,dan tajinya sebagai penafsir tunggal kebenaran.

Penyembunyian dan Penyelundupan Pasal 

Mahkamah Konstitusi mengakui bahwa pemegang kuasa pertambangan adalah pemerintah. MK menyatakan bahwa keberadaan BP Migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam migas, karena menganggap bahwa bentuk penguasaan negara terhadap migas hanya sebatas tindakan pengendalian dan pengawasan (pertimbangan 3.13.1). Dalam hal ini telah terjadi ketidakcermatandanpembohongan publik.

Harapdicatat,bahwapembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan oleh pemerintah, baik melalui kementerian yang membidangi kegiatan usaha minyak dan gas bumi maupun kementerian dan lembaga lain di Indonesia. Itu tertulis dalam Pasal 38 hingga Pasal 43 UU migas. Bukan oleh BP Migas semata. Kuasa pertambangan, yakni wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, disebar kepada seluruh perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas presiden besertaparamenteri(Pasal1ayat 21 UU Migas).

Perangkat negara inilah yang diberi mandat untuk mengadakan kebijakan (beleid), pengurusan (bestuurdaad),pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheerdaad),dan pengawasan (toezichthoudensdaad). BP Migas hanyalah salah satu perangkat dalam sistem pengelolaan kegiatan hulu migas di mana kadar negara sangat kuat. Karena menurut UU Migas,Kepala BP Migas diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden.

Siapa sebetulnya yang mendegradasi makna penguasaan dan kedaulatan negara itu hanya tereduksi menjadi kegiatan pengendalian dan pengawasan semata? Publik berhak tahu dan yakin bahwa mereka berada di dalam garda pengawalan para hakim konstitusi yang adalah negarawan, para profesional mumpuni, dan para begawan keadilan yang tidak dapat disetir atau dibajak oleh pihak manapun yang mempunyaikepentinganlain,kecuali untuk pengabdian kepada bangsa dan negaranya. Dan bukan di tangan seorang atau beberapa orang algojo demokrasi.●

SAMPE L PURBA
Pengamat dan Pemerhati Media       
http://www.seputar-indonesia.com/news/algojo-demokrasi