Oleh : Linda Sunarti
“Seperti
orang beriman percaya akan adanya Allah, begitulah juga saya percaya
akan datangnya kemerdekaan bagi semua negara terjajah, juga bagi
Indonesia. Dengan sendirinya jika kebebasan itu dicapai
Indonesia dengan kekerasan maka perpisahan antara negeri Belanda dan
Indonesia akan seperti musuh. Perusahaan-perusahaan dan hak milik orang
Belanda di sini akan dirampas. Perdagangan Belanda akan dilarang atau
dipersulit. Memperoleh kemerdekaan dengan atau tanpa kekerasan seperti
dikatakan, akan tidak sedikit bergantung kepada negara Belanda sendiri.
Akan tetapi, saya percaya Tuan Ketua, bahwa bangsa Tuan yang dikenal sebagai bangsa tenang berpikir akan tahu memilih antara dua kemungkinan ini mengundurkan diri atau diusir”.
Salah
satu Pidato Oto Iskandardinata di Volksraad, yang membuktikan
keberaniannya yang suka berbicara terusterang dan apa adanya.
Kepribadian
Oto sejak kecil menunjukkan karakteristik sebagai anak yang nakal
tetapi jujur dan berterusterang. Berani menyatakan secara spontan mana
yang benar dan mana yang salah. Olah raga adalah hobinya, salah satunya
sepakbola. Bahkan hobi sepakbola ditekuninya sampai dewasa, hal itu
dibuktikannya dengan menjadi ketua umum Persatuan Sepakbola Indonesia
Bandung (Persib).
Selesai menamatkan HIS, Oto melanjutkan ke Kweekschool Onderbouw
(Sekolah Guru Bagian Pertama) di Bandung. Sekolah ini biasa disebut
sebagai Sakola Raja (Sekolah Raja) karena didirikan bertalian dengan
lahirnya Ratu Wihelmina. Setiap murid Sekolah Guru diharuskan masuk
asrama untuk memudahkan pengawasan dari guru-gurnya. Dalam asrama
tersebut Oto Iskandardinata dianggap sebagai anak yang
nakal, sehingga ia sering mendapat hukuman dari pimpinan asrama bahkan
seringkali dilarang ke luar kamar. Hal ini dapat dimengerti karena
pimpinan asrama dan guru-guru Oto pada saat itu menginginkan anak-anak
Indonesia yang patuh, menurut kepada perintah dan keinginan mereka, maka
sikap Oto sebagai anak yang mempunyai inisiatif dan kreatif dianggap
sebagai anak yang nakal.
Setelah menyelesaikan Kweekscholl Onderbouw, Oto kemudian melanjutkan sekolahnya di Hogere Kweekschool
(Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah. Di sekolah inilah Oto
tumbuh sebagai seorang anak dewasa yang mulai gemar membaca. Bacaannya
adalah buku dan surat kabar yang berbau politik. Surat kabar De Express yang dipimpin Dr. Dewes Dekker (Dr. Setiabudi) yang
isinya seringkali mengecam pemerintah Hindia Belanda adalah suratkabar
kesukaan Oto. Semua murid Sekolah Guru Atas sebenarnya dilarang membaca
surat kabar tersebut, akan tetapi Oto sering menyembunyikan surat kabar
tersebut di bawah bantalnya, dan membacanya secara sembunyi-sembunyi.
Dari kegemarannya membaca mengakibatkan jiwa Oto tumbuh menjadi lebih
matang dan mulai tertarik pada masalah kemasyarakatan, kebangsaan dan perjuangan bangsa.
Setelah
menyelesaikan sekolahnya Oto kemudian menjadi guru HIS di Banjarnegara
dan menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, karena ia sadar bahwa
dengan pendidikanlah bangsanya dapat menjadi bangsa yang berilmu dan
mengerti tugas serta tanggungjawab terhadap tanah air. Pada bulan Juli
1920 Oto kemudian dipindahkan ke Bandung. Di Bandung Oto mengajar di HIS bersubsidi dan perkumpulan Perguruan Rakyat. Di Bandung pula Oto mulai aktif dalam pergerakkan politik. Kariernya dalam bidang politik dimulai dengan menjabat wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung.
Pada Agustus 1924 Oto
dipindahkan ke Pekalongan Jawa Tengah, di tempat ini pun Oto tetap
berkarier dalam bidang politik. Oto menjabat sebagai Wakil Ketua Budi
Utomo cabang Pekalongan merangkap sebagai Komisaris Hoofdbestuur Budi Utomo.
Berdirinya Paguyuban Pasundan merupakan
suatu manifestasi dari kelahiran kembali pribadi pemuda-pemuda Sunda
dan orang-orang Sunda pada umumnya. Tujuan semula organisasi ini untuk
memajukan kehidupan orang-orang Sunda khususnya dan untuk masyarakat
Indonesia pada umumnya. Oto masuk menjadi anggota Paguyuban Pasundan
cabang Jakarta dan langsung menjadi Sekretaris Pengurus Besar organisasi
tersebut pada tahun 1928, hal itu terjadi ketika Oto
pindah ke Jakarta dan menjadi guru HIS Muhammadiyah. Pada Desember 1929
dalam suatu pemilihan pengurus pusat Paguyuban Pasundan di Bandung Oto
terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan. Jabatan
tersebut dipegangnya sampai tahun 1945.
Pada masa kepemimpinan Oto, Paguyuban Pasundan mengalami kemajuan pesat di bidang politik, ekonomi, sosial, pers, dan pendidikan. Bermula dari gerakan kebudayaan, Paguyuban Pasundan kemudian menyelami juga pergerakan politik. Paguyuban Pasundan berdiri di atas dasar keyakinan bahwa bangsa Indonesia pasti merdeka. Paguyuban Pasundan menitikberatkan perjuangannya di Volksraad (Dewan Rakyat). Pada tahun 1921-1924 Oto tercatat sebagai salah satu anggota Volksraad yang vokal.
Atas
dasar keyakinan politik Oto, pada akhir tahun 1939 Paguyuban Pasundan
masuk dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam kongresnya yang
ke-25, Paguyuban Pasundan menyatakan mengakui bendera
merah putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu kebangsaan
Indonesia, meminta kepada pemerintah mengadakan upah minimum, mendirikan
komisi istimewa untuk menyelediki kehidupan di tanah partikelir, dan
menyokong aksi Indonesia Berparlemen.
Di
bidang pendidikkan, Paguyugan Pasundan sadar untuk memajukan rakyat
Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya melalui pendidikan. Oleh karena
sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial sangat sedikit, maka
Paguyuban Pasundan kemudian membentuk sebuah badan Bale Pamulangan
Pasundan. Tugas badan ini khusus untuk mengurus segala sesuatu yang
berhubungan dengan bidang pendidikkan dan pengajaran. Dalam masa
kepengurusan Oto di seluruh Jawa Barat terdapat kurang lebih 48 sekolah
yang telah didirikan Paguyuban Pasundan.
Di
bidang ekonomi, Paguyuban Pasundan mendirikan Bale Ekonomi Pasundan
(BEP). Badan ini bertugas menyelenggarakan dan mengurus segala sesuatu
yang berhubungan dengan ekonomi rakyat. Tujuannya memperkuat kehidupan
orang Sunda dan orang Indonesia pada umumnya. BEP mendirikan bank-bank kecil atas dasar kerakyatan, mendirikan koperasi petani, dan perkumpulan-perkumpulan koperasi dagang.
Di bidang sosial, Paguyuban Pasundan mendirikan Centrale Advies Bureau.
Badan ini bertugas memberi penerangan dan petunjuk mengenai hukum
kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan tanpa meng-harapkan
adanya imbalan.
Dalam
bidang Penerangan Umum, Paguyuban Pasundan mener-bitkan surat kabar
berbahasa Sunda yaitu Sipatahunan dan surat kabar berbahasa Melayu yaitu
Sepakat. Sampai pertengahan tahun 1980-an surat kabar Sipatahunan tetap
terbit.
Sejak 15 Juni 1931, Oto menjadi anggota Volksraad sebagai wakil dari Paguyuban Pasundan. Jabatan ini dipegangnya
sampai tahun 1942, tahun ketika Jepang mulai berkuasa di Idnoenesia.
Oto menjadi anggota Volksraad secara berturut-turut dalam tiga periode,
yaitu periode kelima (1931-1934), periode keenam (1935-1938) dan periode
ketujuh (1938-1942). Sebagai anggota Volksraad Oto bergabung dengan Fraksi Nasional yang didirikan atas gagasan Husni Thamrin. Suara Fraksi Nasional dalam Volksraad sangat radikal. Oto yang tergabung dalam Fraksi Nasional dikenal dengan sebutan Si Jalak Harupat, yang
dalam perumpamaan bahasa Sunda mengandung arti lincah dan tajam
lidahnya seperti burung jalak. Keberanian dan kejujuran selalu mewarnai
ucapan-ucapan Oto. Dalam suatu kesempatan dalam suatu sidang di dalam Volksraad Oto pernah mengemukakan:
“Seperti
orang beriman percaya akan adanya Allah, begitulah juga saya percaya
akan datangnya kemerdekaan bagi semua negara terjajah, juga bagi
Indonesia. Dengan sendirinya jika kebebasan itu dicapai
Indonesia dengan kekerasan maka perpisahan antara negeri Belanda dan
Indonesia akan seperti musuh. Perusahaan-perusahaan dan hak milik orang
Belanda di sini akan dirampas. Perdagangan Belanda akan dilarang atau
dipersulit. Memperoleh kemerdekaan dengan atau tanpa kekerasan seperti
dikatakan, akan tidak sedikit bergantung kepada negara Belanda sendiri.
Akan tetapi, saya percaya Tuan Ketua, bahwa bangsa Tuan yang dikenal sebagai bangsa tenang berpikir akan tahu memilih antara dua kemungkinan ini mengundurkan diri atau diusir”.
Menurut Oto hasrat untuk menjadi bebas itu sudah menjadi sifat dasar manusia. Oleh
karena itu, bangsa Indonesia sebagai bangsa terjajah selalu berjuang
untuk mencapai kemerdekaannya. Dalam suatu sidang Volksraad lainnya Oto
menyatakan:
“Saya
kira, Tuan Ketua tak usah diberi petunjuk lagi tentang keadaan alam
yang penuh dengan contoh-contoh yang memperlihatkan bahwa hasrat untuk
bebas itu sudah menjadi sifat. Cobalah lihat, hewan biarpun diikat atau
dikurung, tetapi mereka tetap mencoba akan melepaskan diri. Sejarah tiap
negara cukup memberi pelajaran bahwa setiap bangsa yang dijajah
mengorbankan segala sesuatu untuk meningkatkan derajat bangsa dan tanah
airnya yang dalam keadaan dihina”.
Oleh karena keberaniannya dalam sidang-sidang Volksraad, Oto dikenal pula dengan julukkan seorang non koperator di tengah-tengah koperator. Artinya, bergabung dengan Volksraad adalah suatu tindakan yang dianggap sebagai koperator pada saat itu. Akan tetapi, pidato-pidato yang diucapkan Oto di dalam Volksraad ternyata
lebih mencerminkan sikap seorang non-koperator terhadap penjajahan.
Peranan Oto, Husni Thamrin, Sukardjo Wiryoparnoto dan anggota Fraksi
Nasional lainnya sangat menonjol dalam pergerakan nasional. Hal itu
disebabkan pergerakkan di luar Volksraad sedang mengalami tekanan hebat dari Pemerintah Hindia Belanda.
Cita-cita
kemerdekaan Indonesia semakin menjadi-menjadi bagi Oto dan anggota
Paguyuban Pasundan, hal itu terlihat dalam tanggapan Oto untuk bergabung
dalam Permufakatan Perhimpunan Partai Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI) pada 1927. Bergabungnya Oto beserta organisasi Paguyuban Pasundan dikarenakan
cita-cita PPKI sejalan dengan kehendak Oto yaitu mencapai Indonesia
Merdeka. Dalam hal ini Oto mengatakan bahwa demi persatuan bangsa yang
akan menghadapi kemerdekaan seperti Indonesia, pihak yang berpendirian
federalisme sekalipun sebagian besar akan meninggalkan fahamnya, bersatu
dengan penganut unitarisme untuk memperoleh kemerdekaan di bawah
naungan Negara Persatuan.
Ketika Jepang menduduki
Indonesia, semua partai politik dilarang. Hal itu tidak terkecuali bagi
Paguyuban Pasundan beserta anak-anak organisasinya. Sehubungan dengan
hal itu untuk menyelamatkan kekayaan Paguyuban Pasundan, Oto
Iskandardinata kemudian mendirikan suatu Badan Usaha Pasundan yang
diketuai oleh Sanusi Hardjadinata.
Pada
masa Jepang berkuasa kaum pergerakkan pada umumnya melanjutkan
perjuangannya dalam bentuk lain, yaitu menempuh jalan bekerjasama dengan
pihak Jepang dengan harapan akan menyelamatkan dan
melanjutkan perjuangan mereka. Di pihak lain, Jepang pun merasa perlu
bekerjasama dengan kaum pergerakkan karena menganggap pengaruh kaum
pergerakkan sangat besar di kalangan rakyat. Jepang kemudian membentuk
suatu birokrasi pemerintahan untuk memperkokoh keduduk-kannya
di Indonesia. Beberapa tokoh bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk
menduduki jabatan tinggi. Mula-mula Oto diangkat sebagai pegawai Gunsei
(Pemerintah Militer). Kemudian Oto diberi tugas untuk menjadi pemimpin
surat kabar Cahaya di Bandung menggantikan Sipatahunan yang dilarang
terbit oleh Jepang.
Ketika Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Jawa) dibentuk, Oto ikut menjadi anggota organisasi ini. Jawa Hokokai dibentuk untuk meng-gantikan kedudukan Poetera yang tidak mendapat dukungan masyarakat. Jawa Hokokai
dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Pimpinan tertinggi
langsung di bawah Kepala Pemerintahan Militer. Pada 14 September 1944
dibentuk Barisan Pelopor (Suisyintai) yang merupakan anak cabang Jawa Hokokai atau Jawa Hokokai Bagian Pemuda. Pengurus Barisan Pelopor antara lain terdiri dari Ir Sukarno sebagai ketua, R.P. Suroso, R. Oto Iskandardinata, dan Dr. Buntaran Martoatmojo
sebagai wakilnya. Organisasi ini sebenarnya merupakan pembinaan kader
dan masa aksi. Tugas ketua dan wakil ketua Barisan Pelopor adalah
memberikan ceramah-ceramah politik.
Sebelum Barisan Pelopor dibentuk, Jepang
juga telah memberikan latihan militer pada pemuda-pemuda Indonesia yang
dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan Indonesia. Antara lain
memberikan kesempatan pada pemuda Indonesia untuk menjadi Heiho (pembantu prajurit). Pada 3 Oktober 1943 dibentuk PETA (Pembela Tanah Air). Oto, bersama Gatot Mangkupraja, Iyos Diding, dan Ibnu Hasyim membentuk pasukan PETA Jawa Barat dengan tempat latihan di Bogor.
Dalam
hal pendirian PETA di Jawa Barat, Oto memiliki pandangan politik jauh
ke depan. Ia sadar bahwa Indonesia memerlukan pemuda yang kuat dan
terlatih secara fisik. Untuk itu, Oto menganjurkan anaknya yang pertama
yaitu Sentot, untuk ikut dalam pendidikan PETA tersebut. Sentot
sendiri sebenarnya tidak tidak berminat untuk menjadi tentara dan
berniat untuk masuk Sekoah Tinggi Tekhnik Bandung. Akan tetapi, Oto
selalu menegaskan kepada puteranya bahwa negara nomor satu baru keluarga
hingga Sentot akhirnya masuk PETA. Sentot sendiri akhirnya menyadari
bahwa cita-cita luhur ayahnya jauh menjangkau ke depan. Kemerdekaan
tidak akan didapat tanpa pengorbanan pemuda yang penuh kemauan dan
kemampuan yang harus dapat mempertahankan kemerdekaan.
Ketika
Jepang semakin terjepit, Perdana Menteri Koiso meng-umumkan pendirian
pemerintah Jepang bahwa Indonesia dijanjikan kemerdekaan di kemudian
hari. Pemerintahan Jepang di Indonesia kemudian membentuk Badan
Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Jumbi Cosakai). Tugas badan tersebut mempelajari
dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi
politik, ekonomi, tata peme-rintahan dan lain-lain yang diperlukan dalam
usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Oto Iskandardinata adalah
anggota dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan ini.
Pada 7 Agustus 1945 Jepang mengumumkan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Oto pun tergabung
dalam badan ini. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus
1945, PPKI mengadakan sidang pertama. Pada sidang tersebut diputuskan
beberapa hal penting menyangkut landasan politik bagi Indonesia yang merdeka dan ketatanegaraan. Sumbangan Oto dalam sidang PPKI tersebut adalah usulnya tentang pemilihan Presiden dan wakilnya, usul tersebut disetujui secara bulat oleh peserta sidang. Oto kemudian ditunjuk menjadi ketua panitia kecil untuk membuat rancangan tentang urusan rakyat, pemerintah daerah, kepolisian dan ketentaraan.
Pada jaman kemerdekaan Oto Iskandardinata merupakan orang pertama yang menjabat sebagai Menteri Urusan Keamanan. Pada saat Oto menjabat Menteri Urusan Keamanan, timbul masalah yaitu bekas Daidanco dan Codanco yang bertekad mempertahankan kemerdekaan kekurangan senjata. Kemudian muncul badan-badan perjuangan seperti Hisbullah
dan Sabillilah, Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia, dan Pemuda Republik
Indonesia yang juga menuntut diberikan senjata.
Menanggapi
hal tersebut, Oto kemudian mengadakan pembicaraan dengan pihak Jepang.
Kedudukan Jepang pada saat itu dalam posisi sulit, apabila menyerahkan
senjata maka pihak Jepang akan disalahkan sekutu. Sedangkan pada pihak
lain Jepang melihat bahwa tuntutan rakyat dalam berjuang mempertahankan
kemerdekaan juga mengancam Jepang. Pihak Indonesia tidak sanggup memaksa
Jepang untuk menyerahkan senjatanya secara damai. Hasil pembicaraan pemerintah dan pihak Jepang tidak memuaskan kalangan pemuda. Mereka menuduh para pemimpin Indonesia yang terlibat dalam pembicaraan dengan pihak Jepang sebagai penyebab terjadinya penculikkan terhadap beberapa pemimpin pemerintahan.
Oto Iskandardinata pun menjadi korban penculikan itu. Oto hilang penuh misteri pada
Oktober 1945 dan baru pada Desember 1945 terdengar berita bahwa dia
telah dibunuh di pantai Mauk, banten Selatan. Jenazah Oto tidak berhasil
diketemukan sampai sekarang, demikian pula penyebab kematiannya masih
belum dapat diungkapkan secara pasti. Muncul beberapa
pendapat mengenai kematian Oto Iskandardinata, pertama , peristiwa yang
menimpa Oto terjadi pula terhadap beberapa pemimpin pemerintahan di Jawa
Barat yang dianggap berpihak pada Jepang. Pendapat kedua,
kemungkinan Oto dibunuh oleh sesorang atau golongan yang dendam karena
langkah dan ucapan Oto yang tegas tanpa tedeng aling-aling.
Linda Sunarti, Dosen Departemen Sejarah,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Notosutanto, Nugroho. Et al. 1977. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Balai Pustaka.
Safwan, Mardanah. Et al. 1975. Riwayat Hidup dan Perjuangan R. Oto Iskandar di Nata. Lembaga Sejarah dan Antropologi.
Saleh, Iyan Tiarsah. 1975. Sekitar Lahir dan Perkembangan Pagoeyoeban Pasoendan (1914-1942). Skripsi, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Padjadjaran. Bandung
http://luckymulyadisejarah.wordpress.com/2008/06/15/tokoh-kita-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar