Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Rabu, 15 Mei 2013

Inilah Daftar Anggota Dewan Pembolos!



Penulis : Sabrina Asril | Selasa, 14 Mei 2013 | 16:10 WIB
Dibaca: 40641
Komentar112
|
Share:
Inilah Daftar Anggota Dewan Pembolos!Kompas.com/SABRINA ASRILData absensi anggota dewan perwakilan rakyat mendapat sorotan menjelang pelaksanaan pemilihan legislatif 2014.

JAKARTA, KOMPAS.com
 — Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya membuka data absensi anggota dewan sepanjang tahun 2012. Keputusan BK ini diambil setelah banyaknya desakan publik yang menuntut transparansi kinerja para wakil rakyat yang sebagian besar akan kembali maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada tahun 2014 mendatang.
Di dalam data absensi tahun 2012, terdapat empat kali masa sidang. Di dalam daftar tersebut, tercantum beberapa politisi ternama, seperti Ketua DPR RI Marzuki Alie, Wakil Ketua DPR Pramono Anung dan Priyo Budi Santoso, Ketua MPR Taufiq Kiemas, dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Puan Maharani. Berikut rincian daftar anggota dewan yang memiliki tingkat kehadiran di bawah 50 persen dalam rapat-rapat paripurna.

Partai Keadilan Sejahtera
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
1. Anis Matta  20 persen
2. Luthfi Hasan Ishaaq 40 persen
Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)1. Anis Matta 40 persen
2. Mahfudz Siddiq 30 persen
3. Nurhasan Zaidi  30 persen
4. Nabiel Al Musawa 40 persen
Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Anis Matta 44 persen
2. Chairul Anwar 22 persen
3. Kemal Aziz Stamboel 44 persen
4. Luthfi Hasan Ishaaq 22 persen
5. Aboe Bakar 44 persen
6. Akbar Zulfakar 44 persen
Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)1. Muhammad Idris Luthfi 25 persen
2. Ma'mur Hasanuddin 25 persen
3. Nurhasan Zaidi 25 persen
4. Luthfi Hasan Ishaaq 25 persen
5. H. Rofi Munawar 0 persen
6. Nabiel Al Musawa 25 persen
7. Fahri Hamzah 0 persen
Partai Demokrat
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
1. As'ad Syam 10 persen
2. Jefirstson R. Riwu Kore 40 persen
Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
1. Marzuki Alie 20 persen
2. Mirwan Amir 30 persen
3. Syofwatillah Mohzaib 20 persen
4. Milton Pakpahan 40 persen
Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)1. Marzuki Alie 44 persen
2. Nova Iriansyah 44 persen
3. Mirwan Amir 44 persen
4. Dalimi Abdullah DT Indokayo 11 persen
5. Efi Susilowati 44 persen
6. KH. Yunus Roichan 44 persen
7. Achmad Syafi'I 33 persen
8. A. Reza Ali 44 persen
9. Ahnad Nizar Shihab 44 persen
Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Sutan Bhatoegana 25 persen
2. Jafar Nainggolan 25 persen
3. Darizal Basir 25 persen
4. Zulkifli Anwar 25 persen
5. Tri Yulianto 25 persen
6. Herman Khaeron 25 persen
7. Subyakto 25 persen
9. Rosyid Hidayat 25 persen
10. I Wayan Sugiana 25 persen
11. Yusran Aspar 25 persen
12. A Reza Ali 25 persen
PDI Perjuangan
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
1. Pramono Anung 40 persen
2. Taufiq Kiemas 0 persen
3. Panda Nababan 0 persen
4. Soewarno 0 persen
5. Sugianto 40 persen

Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
1. Pramono Anung 20 persen
2. Arif Budimanta 40 persen
3.  Helmy Fauzi 30 persen
4. Syarif Bastaman 10 persen
5. Imam Suroso 40 persen
6. Rukmini Buchori 40 persen
7. Nursuhud 40 persen
8. Soewarno 10 persen
9. Karolin Margareth Natasa 40 persen
10. Asdi Narang 40 persen
11. Rachmat Hidayat 40 persen

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Pramono anung 44 persen
2. Taufiq kiemas 11 persen
3. Irmadi lubis 33 persen
4. Sukur nababan 11 persen
5. Syarif bastaman 33 persen
6. Puan maharani 33 persen
7.  Nusyirwan Soejono 33 persen
8. Inna Ammania 44 persen
9. Guruh Soekarnoputra 22 persen
10. Nyoman Dhamantra 44 persen
11. Sugianto 22 persen
12. Rachmat Hidayat 33 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Taufiq Kiemas 0 persen
2. Ian siagian 25 persen
3. Erwin Moeslimin Singajuru 25 persen 4. Sudin 25 persen
5. Ismayatun 25 persen
6. Irvansyah 25 persen
7. Rieke Dyah Pithaloka 0 persen
8. Arif Budimanta 25 persen
9. Sukur nababan 25 persen
10. Syarif Bastaman 0 persen
11. Daryatmo Mardiyanto 25 persen
12. Puan maharani 25 persen
13. Guruh Soekrnoputra 25 persen
14. Nursuhud 25 persen
15. I Made Urip 25 persen
16. I Gusti Agung Rai Wijaya 25 persen
17. Rachmat Hidayat 25 persen
18. Vanda Sarundajang 25 persen

Partai Golkar
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
1. Hajriyanto Y Thohari 30 persen
Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
1. Priyo budi santoso 10 persen
2. Hajriyanto Y Thohari 10 persen
3. Nasruddin 40 persen
4. Hayani Isman 40 persen
5. Gde Sumarjaya Linggih 40 persen
6. Setya Novanto 40 persen
7. Irene Manibuy 30 persen

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Priyo Budi Santoso 20 persen
2. Hajriyanto Y Thohari 22 persen
3. Zulkarnaen Djabar 0 persen
4. Nusron Wahid 44 persen
5. Ryani Soedirman 22 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Hajriyanto Y Thohari 25 persen
2. Chairuman Harahap 0 persen
3. Poempida Hidayatulloh 25 persen
4. Azwie Dainy Tara 25 persen
5. Adi Sukemi 25 persen
6. Harry Azhar Azis 25 persen
7. Tantowi Yahya 25 persen
8. Zulkarnaen Djabar 25 persen
9. Tetty Kadi Bawono 25 persen
10. Zainudin Amali 25 persen
11. Markum Singodimejo 25 persen
12. Gusti Iskandar SA 25 persen
13. Edison betaubun 25 persen
14. Yorrys Raweyai 25 persen
15. Robert Joppy Kardinal 25 persen

Partai Amanat Nasional
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
1.  Taufik Kurniawan 40 persen
Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
1. Taufik Kurniawan 10 persen

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Taufik Kurniawan 33 persen
2. H. Fauzan Syai'e 44 persen
3. Andi Anzhar Cakra Wijaya 44 persen
4. Mardiana Indraswati 22 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Ibrahim Sakty Batubara 25 persen
2. Alimin Abdullah 25 persen
3. Viva Yoga Mauladi 25 persen
4. Sukiman 25 persen
5. Muhammad Syafrudin 25 persen
6. Taufan Tiro 25 persen
7. Yasti Soepredjo Mokoagow 25 persen
8. Jamaluddin Jafar 25 persen

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
Kosong (tidak ada yang di bawah 50 persen)

Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
Kosong (tidak ada yang di bawah 50 persen)

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Chusnunia Chalim 44 persen
2. Gitalis Dwinatarina 11 persen
3. Alamuddin Dimyati Rois 22 persen
4. Ach. Fadil Muzakki Syah 11 persen
5. Anna Muawannah 44 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Gitalis Dwinatarina 25 persen
2. Alamuddin Dimyati Rois 25 persen
3. Ach. Fadil Muzakki Syah 25 persen
4. Ibnu Multazam 25 persen
5. Mirati Dewaningsih 25 persen
6. Peggi Patricia Pattipi 25 persen

Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)

1. Lukman Hakim Saifudin 30 persen

Masa Sidang IV, Tahun sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)

Kosong (tidak ada yang di bawah 50 persen)
Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Lukman Hakim Saifudin  11 persen
2. Irgan Chairul Mahfiz 44 persen
3. Reni Marlinawati 44 persen
Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Wan Abu Bakar 25 persen
2. Achmad Farial 25 persen
3. Wardatul Asriah 25 persen
4. Endang Sukandar 25 persen
5. Asep Ahmad Maoshul Affandy 25 persen
6. M Romahurmuzy 25 persen
7. Syaifullah Tamliha 25 persen
8. Nanang Sulaeman 25 persen
9. Tommy Adrian Firman 25 persen

Partai Gerindra
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)

1. Widjono Hardjanto 0 persen
2. Desmond 20 persen

Masa Sidang IV, Tahun Sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)

1. Nur Iswanto 40 persen
2. Widjono Hardjanto 0 persen

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. H. Mulyadi 22 persen
2. Abdul Wachid 44 persen
3. Sumarjati Arjoso 44 persen
4. Dohir Farisi 33 persen
5. Desmon Junaidi (Hadir) 44 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Puti Sari 25 persen
2. Abdul Wachid 25 persen

Partai Hanura
Masa Sidang III, Tahun 2011-2012 (9 Januari-12 April 2012)
Kosong (tidak ada yang di bawah 50 persen)

Masa Sidang IV, Tahun Sidang 2011-2012 (14 Mei-13 Juli 2012)
1. M. Ali Kastella 40 persen

Masa Sidang I, Tahun Sidang 2012-2013 (16 Agustus-25 Oktober 2012)
1. Erik Satya wardana 44 persen

Masa Sidang II, Tahun Sidang 2012-2013 (19 November-14 Desember 2012)
1. Erik Satya wardana 44 perse
n
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/14/16103626/Inilah.Daftar.Anggota.Dewan.Pembolos

Hendropriyono Ungkap Operasi Sandi Yudha



Penulis : Iwan Santosa | Senin, 13 Mei 2013 | 09:37 WIB
Dibaca: 67084
Komentar43
|
Share:
Hendropriyono Ungkap Operasi Sandi YudhaTRIBUN/DANY PERMANAMantan Kepala Badan Intelejen Negara, Hendro Priyono, menjenguk terpidana Miranda Goeltom, di tahanan KPK, Jakarta, Selasa (27/11/2012).
KOMPAS.com - Sosok AM Hendropriyono diingat publik sebagai Komandan Korem Garuda Hitam saat terjadi peristiwa Gerombolan Pengacau Keamanan Warsidi di Lampung, yang di kalangan aktivis hak asasi manusia disebut peristiwa Talangsari tahun 1989, dan kepemimpinannya di Badan Intelijen Negara. Dia sejatinya adalah prajurit Para Komando dengan kemampuan di bidang Sandi Yudha, yakni operasi intelijen tempur di garis belakang lawan pada 1969-1972 di belantara Kalimantan Barat- Sarawak.
Sepak terjang Hendropriyono sebagai serdadu profesional dia ungka dalam buku Operasi Sandi Yudha Menumpas Gerakan Klandestin, yang mengisahkan pengalaman lapangan menumpas Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang dibentuk semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia era Presiden Soekarno.
”Ini kita (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor, dan Bandung. Akhirnya, setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata. Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kita sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan,” kata Hendropriyono.
Pada awal 1960-an, rezim Orde Lama bersama Presiden Macapagal dari Filipina mempertanyakan pembentukan Malaysia yang dinilai sebagai pemain neokolonialisme Inggris. Macapagal sempat mengusulkan pembentukan Maphilindo, semacam federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang memiliki kesamaan kultural Melayu. Soekarno jauh lebih progresif dan memilih berkonfrontasi langsung dalam sebuah perang tidak resmi melawan Malaysia dan Persemakmuran Inggris (British Commonwealth).
Perang tidak resmi tersebut berlangsung sengit, terutama di rimba Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dengan Sarawak dan Sabah. Kerasnya pertempuran itu bisa ditemukan dalam beragam artefak perang dan temuan jenazah di hutan belantara Kalimantan. Beberapa tahun silam, misalnya, Kolonel Fred Dangar dari misi militer Kedutaan Besar Australia di Jakarta bersama Mabes TNI berhasil mengidentifikasi sisa kerangka dua prajurit Australia, termasuk seorang di antaranya anggota pasukan elite Special Air Service Regiment.
Situasi politik yang berubah 180 derajat menempatkan TNI harus melucuti bekas muridnya. Setelah peristiwa Mangkok Merah akhir 1967, yakni kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Letnan Satu (Inf) Hendropriyono yang baru menyelesaikan pendidikan komando di Batujajar, Bandung, kebagian tugas bergerilya menghabisi bekas sekutu TNI. Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus.
Bekas sekutu TNI antara lain PGRS-Paraku, yang sebagian anggotanya adalah pemuda Tionghoa di Sarawak, Sabah, Brunei, dan Kalimantan wilayah Indonesia, termasuk suku Dayak, Melayu, dan Jawa. Ketua Partai Komunis Indonesia Kalimantan Barat kala itu, ujar Hendropriyono, adalah Syarif Ahmad Sofyan Al Barakbah, yang juga memimpin Pasukan Barisan Rakyat.
Namun, demi mempermudah operasi penumpasan bekas sekutu tersebut—sesuai konteks Perang Dingin—di mana rezim Soeharto bersikap antikomunis, pihak lawan disebut sebagai Gerombolan Tjina Komunis. Hal ini dilakukan agar lebih mudah meraih simpati publik dengan mengasosiasikan Tionghoa dengan Republik Rakyat Tiongkok yang komunis. Sebaliknya, di pihak Malaysia yang sudah berdamai dengan Indonesia, gerilyawan tersebut diberi cap ”CT” (communist terrorist).
Tugas utama pasukan Sandi Yudha dalam perang nonkonvensional tersebut, menurut Hendropriyono, tidak terikat dengan konvensi internasional dan hukum humaniter perang. Sebisa mungkin pihaknya mengambil hati lawan, sedangkan pertempuran serta tindakan keras hanya menjadi pilihan terakhir.
Saat menaklukkan Hassan, seorang komandan PGRS, Hendropriyono harus menembak lalu membanting lawan dengan gerakan bela diri. Pertempuran lawan satu jarak dekat itu mengakibatkan pahanya tertembus sangkur dan jemarinya sobek karena menahan sangkur Hassan yang nyaris menghunjam dada.
Hendropriyono memimpin unit Sandi Yudha dengan anggota delapan orang yang selalu bergerak dalam jumlah kecil di garis belakang lawan. Saat mengendap mendekati gubuk Hassan yang berlangsung semalaman, salah satu anggota Sandi Yudha harus membunuh dengan sangkur seorang penjaga gubuk yang bersenjata api. Semua harus dilakukan dengan senyap dan penuh kejutan (element of surprise).
Selain bertempur, Hendropriyono dan pasukan Sandi Yudha juga berulang kali berhasil membuat musuh jadi bersimpati kepada Republik Indonesia. Kalau terpaksa, penculikan dan interogasi dilakukan di lapangan.
Salah satu peristiwa yang mengharukan adalah pertemuan dengan Komandan PGRS Wong Kee Chok pada tahun 2005. Hendropriyono dan Kee Chok berpelukan, menangis, dan saling menanyakan keadaan. Saat peluncuran buku Operasi Sandi Yudha, Bong Kee Siaw, salah seorang komandan PGRS yang hadir, dan istrinya yang juga bergerilya disambut hangat oleh Hendropriyono. Hendropriyono memuji Kee Siaw dan istrinya yang bersifat kesatria. Dalam sebuah pertempuran, mereka menyelamatkan dan mengobati musuh (prajurit TNI).
”Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah, lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan kesatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha,” ujar Hendropriyono. (Iwan Santosa)
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/13/09372482/Hendropriyono.Ungkap.Operasi.Sandi.Yudha

'Engkong' dan Jatah Rp 17 Miliar



Rabu, 15 Mei 2013 | 08:53 WIB
Dibaca: 66409
Komentar159
|
Share:
"Engkong" dan Jatah Rp 17 Miliar KOMPAS/LUCKY PRANSISKAKetua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (14/5). Hilmi diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan pemberian suap kepada penyelenggara negara dengan tersangka Ahmad Fathanah.

JAKARTA, KOMPAS.com
 - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan aliran dana ke Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin. Aliran dana itu berasal dari tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian, Ahmad Fathanah.
Selasa (14/5), KPK pun memeriksa Hilmi sebagai saksi untuk tersangka Fathanah dalam kasus tindak pidana pencucian uang terkait suap impor daging sapi. Dalam pemeriksaan itu, KPK memperdengarkan rekaman pembicaraan antara Fathanah dan seseorang yang diduga anak Hilmi, Ridwan Hakim. Rekaman itu berisi permintaan uang Rp 17 miliar untuk seseorang yang diduga adalah Hilmi.
Dalam rekaman pembicaraan telepon itu, seseorang yang diduga Ridwan meminta jatah Rp 17 miliar untuk seseorang yang disebut ”engkong”. Ada dugaan ”engkong” adalah Hilmi. Seusai diperiksa, Hilmi menyebutkan, isi rekaman itu hanya menggertak (bluffing) semua. ”Rekaman semuanya dibuka, tapi semuanya bluffing isinya,” kata Hilmi.
Hilmi tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan bluffing tersebut. Ia hanya mengatakan, hal itu agar ditanyakan kepada penyidik KPK saja.
Hilmi membantah ada jatah uang Rp 17 miliar dari Fathanah. Ia juga membantah anaknya, Ridwan, menjadi perantara dirinya dengan Fathanah.
Kemarin sempat terjadi keributan antara wartawan yang mencoba mewawancarai Hilmi dan para pengawal Ketua Majelis Syura PKS tersebut. Pengacara Hilmi, Zainuddin Paru, pun meminta maaf atas insiden itu meski ia mengaku tak tahu siapa pengawal-pengawal tersebut.
Terkait materi pemeriksaan kliennya, kata Zainuddin, memang penyidik memperdengarkan rekaman pembicaraan telepon. Namun, rekaman pembicaraan telepon tersebut antara Fathanah dan pihak lain yang tidak diketahui identitasnya.
”Pihak lain yang Ustaz Hilmi tidak tahu. Bicara bahwa di hadapannya ada Ridwan, putra Ustaz Hilmi. Tentang hal ini dan seterusnya, penyidik tanya, kenalkah suara ini? Ustaz Hilmi tidak kenal, tidak dia ketahui. Atas dasar itulah, pemeriksaan tadi selesai,” kata Zainuddin.
Zainuddin juga membantah pihak yang berbicara dengan Fathanah adalah Ridwan. ”Bukan, dengan orang lain. Dia (Fathanah) menjual (nama), sudah berbicara dengan ini-itu, dengan orang lain,” katanya.
Nama Ridwan, kata Zainuddin, tidak disebutkan, hanya dikatakan sudah dibicarakan. Zainuddin pun mengatakan, tidak ada pertanyaan soal dugaan jatah Rp 17 miliar dari Fathanah kepada Hilmi. Bahkan, menurut Zainuddin, Hilmi tidak pernah bertemu dan mengenal Fathanah.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, KPK memang telah menerima laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah (AF). ”Jadi, kalau ada temuan baru lagi dari PPATK berkaitan dengan kasus yang sedang disidik KPK, tentu membantu pengembangan penyidikan tindak pidana korupsi atau TPPU untuk tersangka LHI dan AF,” katanya.
KPK, lanjut Johan, masih mengembangkan penyidikan kasus korupsi terkait impor daging sapi ataupun TPPU yang terkait. Pengembangan itu antara lain berkaitan juga dengan aliran-aliran dana yang diduga terkait dengan TPPU Fathanah dan Luthfi.
Dukung KPK
Mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring menyatakan, PKS sama sekali tidak ingin melawan KPK. PKS selalu mendukung KPK yang bertugas memberantas korupsi. ”Kami tak ingin melawan KPK. Kami ingin KPK tetap kuat dan mengusut kasus korupsi. Kita jaga sama-sama supaya KPK tetap lurus,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika itu di Kantor Presiden, Selasa.
Karena itu, langkah PKS melaporkan Juru Bicara KPK Johan Budi ke Mabes Polri, menurut Tifatul, bukan sebagai tanda bahwa PKS bersikap defensif atau melawan KPK. ”Tidak melawan, tidak versus-versus seperti itu. Dalam pikiran saya, segala sesuatu yang ditempuh lewat jalur hukum sah-sah saja,” ujarnya.
Tifatul mengingatkan, dinamika hubungan KPK dengan PKS yang berkembang sekarang berasal dari kesalahpahaman saat KPK hendak menyita mobil di kantor DPP PKS beberapa waktu lalu. ”Salah paham saja. Tidak perlu diperpanjang. Silakan mobil disita,” ujarnya.
Setelah melaporkan Johan, PKS juga menyiapkan laporan terhadap 10 penyidik KPK yang dianggap menyita mobil tanpa prosedur hukum. Hal itu diungkapkan anggota tim kuasa hukum PKS, Faudjan Muslim. Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS, Senin lalu, melaporkan Johan ke Mabes Polri atas dugaan penghinaan karena menyatakan penyidik KPK gagal menyita mobil Luthfi karena dihalang-halangi petugas di DPP PKS. Padahal, partai itu menegaskan, pihaknya tidak menghalangi, tetapi meminta penyitaan sesuai prosedur dan surat atau dokumen resmi.
Menurut Faudjan, upaya penyitaan mobil oleh KPK pada Senin malam dan Selasa siang pekan lalu tanpa disertai surat tugas, surat penyitaan, dan dokumen lain. Petugas KPK juga dibiarkan menyegel dan melilitkan garis KPK di sejumlah mobil di kantor partai itu, kemudian leluasa keluar gedung.
”Kami tidak terima dikatakan menolak dan menghalang-halangi penyitaan mobil Luthfi di kantor DPP PKS. Itu termasuk penghinaan karena merugikan PKS sebagai partai yang menjunjung tinggi amanat rakyat, taat hukum, dan mendukung pemberantasan korupsi,” katanya.
Secara terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie berharap proses penegakan hukum, termasuk oleh KPK, dilaksanakan sesuai prosedur hukum. Setiap warga negara berhak melakukan langkah hukum jika merasa diperlakukan tidak adil oleh lembaga hukum. Pengadilan nanti akan membuktikan benar atau salah.
Terkait pelaporan PKS terhadap Johan, ujar Marzuki, PKS berhak melakukannya. Namun, sebenarnya sebagai juru bicara, Johan memberikan keterangan dalam rangka melaksanakan tugas atas nama lembaga. Karena itu, tidak tepat melaporkan Johan sebagai pribadi.
Pengamat hukum Taufik Basari menilai, tindakan PKS berlebihan. Tidak tertutup kemungkinan KPK menuntut balik PKS. Taufik berharap laporan itu dipelajari Polri secara saksama sebelum mengambil tindakan.”Setiap laporan itu, kan, diterima dan dipelajari dulu materi yang dilaporkan. Apakah memenuhi unsur pidana atau tidak, tentu nanti menunggu hasil penyelidikan,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar. (BIL/IAM/ATO/FER/ABK/K07
)
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/15/08532275/Engkong.dan.Jatah.Rp.17.Miliar.

Sabtu, 04 Mei 2013

Pengemis Terlalu Dimanjakan Masyarakat


Penulis : Alsadad Rudi | Sabtu, 4 Mei 2013 | 15:47 WIB
Dibaca: 11542
|
Share:
Pengemis Terlalu Dimanjakan Masyarakat KONTAN/FRANSISKUS SIMBOLON Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengklaim banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis di jalanan tidak semata-mata disebabkan kurang sigapnya pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut, tetapi karena masih ada segelintir masyarakat yang masih "memanjakan" mereka dengan memberikan uang.
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda yang mengatakan salah satu bentuk nyata dukungan untuk memberantas gelandangan dan pengemis di jalanan adalah dengan cara tidak memberikan mereka uang.
"Kita harapkan kepada masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada mereka agar berkurang secara alami tidak ada kejar-kejaran," kata Miftahul melalui siaran persnya pada Sabtu (4/5/2013).
Miftahul menerangkan, operasi terhadap para pengemis di wilayah Jakarta Selatan, tidak membuat persebarannya berkurang. Justru para pengemis itu beroperasi di tempat baru, yaitu di sekitar jembatan penyebrangan orang (JPO), dari sebelumnya di sekitar lampu merah.
"Kami sudah tempatkan satgas di titik rawan seperti perempatan lampu merah. Mereka hilang, tapi sekarang pindah di jembatan penyeberangan orang. Kemarin kami angkut 12 orang pengemis di 4 JPO sepanjang Jalan Jendral Sudirman," jelasnya.
Untuk wilayah Jakarta Selatan, selama bulan Januari hingga April sudah ada 273 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Adapun PMKS yang terjaring paling banyak masih didominasi Joki 85 orang, pengemis 51 orang, dan gelandangan dan pemulung.
Editor :
Bambang Priyo Jatmiko
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/15473126/Pengemis.Terlalu.Dimanjakan.Masyarakat?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktswp

Guru Matematika Cabuli Siswa di Sekolah dengan Pisau

Sabtu, 04 Mei 2013 07:08 wib
Dion Umbu Ana Lodu - Sindo TV
Pelaku pencabulan digiring polisi (Foto: Dion Umbu/Sindo TV) Pelaku pencabulan digiring polisi (Foto: Dion Umbu/Sindo TV)
SUMBA TIMUR – Seorang pelajar perempuan menjadi korban pencabulan gurunya di lingkungan sekolah di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pelaku meminta korban datang sekolah pada sore hari untuk mengikuti les matematika dan mencabulinya di bawah ancaman pisau.

MYS (16) seorang siswi kelas XI sebuah Madrasah Aliyah swasta, ditemani orangtua, kerabat dan teman–temannya, mendatangi Mapolres Sumba Timur. Dia mengadukan tindakan pelecehan yang dilakukan HRM (31) guru matematika di sekolah.

Korban menuturkan, perbuatan tidak senonoh itu dilakukan di ruang laboratorium pada Senin, 29 April sore. “Dia suruh datang les sore, untuk bisa meningkatkan kemampuan dan menaikan nilai matematika. Di tempat itu dia memegang–megang tubuh saya dan mengancam dengan pisau,” urai MYS dengan linangan air mata dan suara sesenggukan, pada Jumat 3 Mei malam.

Setelah meminta keterangan korban, polisi menggerebek pelaku di rumahnya. Penggerebekan itu sempat memancing emosi warga yang akan mengeroyok pelaku. Namun, polisi bertindak cepat sehingga HRM lolos dari aksi main hakim sendiri para tetangganya.

“Untung saja polisi cepat tangkap, kalau tidak kami dapat informasi dia mau kabur ke Flores siang nanti. Tadi sore saya sudah sempat cari dia, kalau saya dapat saya bisa cincang dan makan mentah dia,” tandas ayah korban, Hamid.

Hamid juga menyatakan geram dengan pihak sekolah karena melarang korban melapor polisi atau menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain.

“Saya sebagai orangtua justru baru tahu sore tadi, saya diceritakan anak saya bahwa dia ditekan kepala sekolah jangan bicarakan kasus ini ke orangtua atau jangan dilaporkan, karena kan mencemari nama baik sekolah. Saya minta kepala sekolah juga dipanggil, karena selain tekan anak saya, ternyata guru kurang ajar itu ditampung di rumah kepala sekolah,”paparnya kesal penuh amarah.

Sementara itu, HRM, saat diperiksa aparat berdalih kejadian itu didasari suka sama suka.

“Saya tidak memaksa, saya butuh teman curhat, begitu pun dia, bukan untuk membela diri, tapi saya lakukan itu sebagai bagian dari cara saya untuk memberikan tantangan baru dan mengasah mental siswa. Sekaligus memberikan pemahaman bahwa saya bukanlah guru yang keras dan kasar kepada siswa,” tandas HRM.
(Dion Umbu Ana Lodu/Sindo TV/tbn)
http://news.okezone.com/read/2013/05/04/340/802117/guru-matematika-cabuli-siswa-di-sekolah-dengan-pisau