Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Senin, 24 Maret 2014

Smartphone Bikin Terlalu Produktif, Tak Lagi Kreatif



www.2webdesign.com
Ilustrasi.
Oleh: Dhyoti R. Basuki*

KOMPAS.com - Apakah kita terlalu produktif untuk menjadi kreatif?

Rasa ‘haus’ kita akan pertumbuhan dan peningkatan produktivitas akan membuat kita sangat bergantung pada perangkat mobile yang selalu terhubung. Kita hidup serba non-stop, 24 jam selama seminggu, dan selalu “on”, terhubung dan mendapatkan hiburan. Dan smartphone pun membunuh rasa bosan.

Boleh jadi ini terdengar seperti sesuatu yang baik, dengan tingkat produktivitas yang semakin tak tentu. Akan tetapi, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan produktivitas ini?

Tidak ada lagi waktu luang yang tersisa untuk melepaskan atau membunuh rasa bosan.

Bagaimana Smartphone Membunuh Rasa Bosan:
  • Anda 100% terhubung
  • Email pekerjaan terhubung ke smartphone Anda, kapan saja setiap hari
  • Waktu di perjalanan digunakan untuk membaca dan membalas email kantor
  • Iklan di program favorit Anda akan memberikan berbagai macam updates
  • Anda kecanduan bermain Candy Crush

Kini para pengusaha dapat menghubungi karyawannya kapan saja dan sekat-sekat dalam kantor pun kini telah mampu melintasi blok dinding kantor dan telah memasuki rumah, mobil dan waktu untuk melakukan hobi.

“Mustahil untuk tidak melakukan apa-apa,” kata Genevieve Bell.

Bahkan melihat proyeksi target pertumbuhan pendapatan per kapita global yang dapat merusak pikiran kita.

Berdasarkan laporan McKinsey baru-baru ini, sejalan dengan proyeksi pertumbuhan pendapatan per kapita secara global, maka dibutuhkan investasi di bidang infrastruktur sekitar US$ 57 triliun dari sekarang hingga 2030. Hampir 60 persen atau lebih dari $ 36 triliun dihabiskan selama 18 tahun terakhir.

Dalam pola pikir yang sangat produktif saat ini, rasa bosan adalah sesuatu yang negatif dan dianggap membuang-buang waktu bermanfaat dan berharga.

Orang tidak lagi berdiri hampa untuk menunggu kereta, mereka akan menghubungkan diri dengan yang lainnya di situs jejaring sosial, memeriksa email kantor atau bermain Candy Crush. Rasa bosan telah sirna dan kita telah berhasil menggunakan waktu senggang 5 menit kita itu dan mengisinya dengan berbagai macam aktivitas.

Tapi apakah rasa bosan itu memang buruk? Atau memang “dipandang” sebagai sesuatu yang buruk saja?

Rekan saya di Intel, Genevieve Bell, selaku  Director of the Interaction and Experience Research Group di Intel Labs telah meneliti mengenai topik tentang perasaan bosan ini. Menurut Bell, "Merasa bosan adalah momen produktif yang ekstrem ketika otak Anda dapat me-reset secara otomatis dan memungkinkan ide-ide baru dan inovatif mengalir.”

Boleh jadi, ini adalah waktunya untuk intervensi smartphone?

Jadi, bagaimana Anda menyeimbangkan produktivitas dengan waktu untuk berpikir kreatif sederhana: saatnya untuk mematikan smartphone Anda. Berhentilah bermain Candy Crush dan mengikuti teman-teman Anda di Facebook dan dengan senang hati duduk dengan pikiran kita sendiri. Bagaimana bila kita mengubah cara kita menggunakan smartphone dan memandangnya sebagai cara yang mudah untuk memasuki imajinasi kita daripada melihat perangkat itu hanya sebagai obat pembunuh rasa bosan?

Smartphone, tablet dan perangkat ultra-portable lainnya adalah perangkat sempurna bagi orang-orang yang ingin mendapatkan dan merekam ide-ide kreatif mereka. Perangkat ini juga dapat digunakan untuk membuat diri Anda lebih produktif selama jam kerja pada umumnya, dan tentunya berpotensi untuk menghilangkan rasa bosan di penghujung hari.

Kini saatnya menghidupkan kembali rasa bosan.

Cabut.
Taruh smartphone anda.
Luangkan waktu.
Keluarkan kreativitas Anda.
Bawa bisnis atau hobi  Anda ke tingkat yang lebih tinggi.

*Tentang Penulis: Dhyoti R. Basuki adalah Head of Public Relations Intel Indonesia Corporation     

Catatan Kaki Penulis: 

Saksikan video TEDxSydney, Boredom is Dead oleh Genevieve Bell yang menginspirasikan tulisan ini: http://www.youtube.com/watch?v=Ps_YUElM2EQ 

Pustaka: Richard Dobbs, Herbert Pohl, Diaan-Yi Lin, Jan Mischke, Nicklas Garemo, Jimmy Hexter, Stefan Matzinger, Robert Palter, and Rushad Nanavatty. “Infrastructure productivity: How to save $1 trillion a year.” McKinsey Global Institute.http://www.mckinsey.com/insights/engineering_construction/infrastructure_productivity. January 2013

Dr Genevieve Bell adalah antropolog dan peneliti kelahiran Australia. Sebagai Director of User Interaction and Experience di Intel Labs, ia memimpin tim penelitian para ilmuwan sosial, interaction designers, human factors engineers dan ilmuwan komputer.

Tim ini membentuk dan membantu menciptakan teknologi dan produk Intel yang baru yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Selain memimpin departemen yang semakin penting di Intel Research, Genevieve adalah cendekiawan sukses yang berhasil mencapai titik persimpangan antara budaya dan teknologi.

Dia adalah pembicara dan panelis di berbagai konferensi teknologi di seluruh dunia, berbagi segudang wawasan yang diperoleh dari pekerjaan dan penelitian di bidang internasional. Bukunya yang pertama, ‘Divining the Digital Future: Mess and Mythology in Ubiquitous Computing,’ ditulis bersama Prof. Paul Dourish dari University of California di Irvine dan dirilis pada April 2011.

Pada 2010, Genevieve terpilih sebagai salah satu dari’100 Most Creative People in Business’ Dalam inagurasi dari Fast Company. Dia juga penerima beberapa paten untuk penemuan produk elektronik konsumen. Ia pindah ke Amerika Serikat untuk studi sarjananya, dan lulus dari Bryn Mawr pada 1990 dengan gelar sarjana di bidang Antropologi.

Dia kemudian melanjutkan ke Stanford University, mendapatkan gelar Master (1993) dan Doktor (1998) dalam bidang Cultural Anthropology, serta bertindak sebagai dosen di Departemen Antropologi 1996-1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar