Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Minggu, 20 November 2011

Menghabisi Perampok Uang Rakyat

Tuesday, 04 October 2011
 Membaca, mendengar, dan menonton berbagaiberitamediamassa mengenai korupsi selama era Reformasi,hati ini miris.Jika di masa Orde Baru mereka yang tersangkut masalah korupsi sebagian besar adalah pejabat politik dan aparat negara dari kalangan eksekutif, di era Reformasi justru merata di tiga cabang institusi: legislatif,eksekutif, dan yudikatif.


Berubahnya bandul politik dari yang dulu berat ke eksekutif (executive heavy) menjadi ke legislatif (legislative heavy) pada era Reformasi menyebabkan lembaga perwakilan rakyat di tingkat pusat,DPR,memiliki kekuasaan amat besar bukan saja di bidang legislatif,melainkan juga ke eksekutif dan yudikatif.

Tengok misalnya, DPR kini memiliki hak inisiatif yang amat besar dalam membuat rancangan undang-undang,kecuali dalam RUU APBN.DPR memiliki kekuasaan yang amat besar dalam menentukan seseorang atau sekelompok orang menduduki jabatan sebagai Panglima TNI,Kapolri,duta besar, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU),Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim agung,anggota Komisi Yudisial, dan sebagainya.

DPR juga memiliki sebagian fungsi yudikatif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dengan berbagai hak yang dimilikinya.Satu hal yang kini marak dibicarakan orang, para “oknum”di komisi-komisi dan Badan Anggaran (Banggar) DPR juga dapat menentukan daerah mana yang patut diberi anggaran pembangunan, berapa jumlahnya, proyeknya apa, kontraktornya siapa, asalkan memberikan fee kepada para oknum tersebut.

Para oknum perampok uang rakyat itu, bahasa kerennya mafia anggaran,memang tidak bermain sendirian, tapi bekerja sama dengan pejabat di kementerian/ lembaga, pejabat daerah, pengusaha, dan ada juga yang melalui calo di kementerian atau di DPR.Kerja mereka amatlah rapi!

Tak heran jika anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Golkar,Bambang Soesatyo, mengatakan, “Permainan mafia anggaran melibatkan banyak pihak dan tertutup.Sulit untuk membuktikan dugaan permainan itu karena praktiknya seperti orang buang gas.Ada bau,tetapi sulit diketahui siapa yang membuang gas.” (Kompas, Kamis, 29/9/2011).

Maka itu, jangan heran ketika hasil verifikasi Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran yang dimotori fungsionaris Partai Golkar Zainal Bintang dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida dimuat sebuah harian nasional di Jakarta langsung membuat kaget pimpinan Banggar dan anggota komisi yang namanya tercantum dalam laporan itu. Kata-kata “fitnah”, “akan menuntut”,“saya tak tahu apaapa”, atau “nama saya dicatut” menjadi kosakata yang umum kita baca atau dengar belakangan ini.

Ini berarti terminologi Bambang Soesatyo mengenai praktik mafia anggaran “seperti orang buang gas” bukan lagi sebuah asumsi, melainkan bisa melompat menjadi paradigma! Sebenarnya praktik mafia anggaran bukan cerita baru. Sejak lama orang sudah menciumnya walau sulit membuktikannya.

Info utama mengenai mafia anggaran ini justru datang dari para anggota DPR. Seorang pimpinan DPR pernah bercerita kepada penulis bagaimana mafia anggaran itu bekerja. Ia hanya mengelus dada sembari mengatakan,“Itulah kalau politisi di DPR tidak memiliki penunjang dana bagi keberadaannya di DPR.Modal yang mereka keluarkan untuk terpilih menjadi anggota DPR amat besar,dari ratusan juta rupiah sampai miliaran rupiah.”

Bahkan ada anggota DPR yang menurut informasi yang penulis dapatkan dari rekan di DPR mengeluarkan uang sampai Rp6 miliar agar terpilih pada Pemilu Legislatif 2009. Fantastis! Seorang anggota DPR lain bercerita, di Banggar itu pemain utamanya tidak banyak, kurang dari lima orang.

Mereka ditunjang oleh para “korlap” (koordinator lapangan) yang bertugas menjadi perantara antara pimpinan Banggar,pejabat kementerian, kepala dinas di daerah,dan pengusaha.Kadang pejabat tinggi kementerian sendiri yang menawarkan proyek pembangunan kepada bupati atau kepala dinas, dengan syarat daerah membayar 10% fee di muka!

Kadang pula oknum anggota DPR dari salah satu komisi yang datang ke daerah menawarkan proyek kepada pimpinan daerah dengan janji pasti dapat asalkan pimpinan daerah menyerahkan fee yang angkanya sama,10%! Uang diserahkan baik dengan cara transfer antarbank atau tunai.

Mereka lebih menyukai cara tunai karena khawatir transfernya akan diketahui PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Uang yang diminta menggunakan kata sandi yang sangat inspiratif,“Apel Malang”untuk mata uang rupiah atau “Apel Washington” untuk mata uang dolar Amerika Serikat (AS).

Jika terjadi penangkapan oleh KPK,ibarat operasi intelijen, para pimpinannya akan menyatakan tidak tahu-menahu dan membiarkan para korlapnya berhadapan dengan aparat KPK. Seorang pemimpin mafia di DPR ketika beberapa kawannya sudah masuk bui karena kasus korupsi ada yang merasa dirinya “sakti” dan mengatakan kepada para wartawan bahwa “Kaus yang saya pakai ada tujuh lapis,KPK tak bisa menyentuhnya!” Apa lacur, akhirnya dia juga dijatuhi hukuman satu tahun lebih oleh Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).

Gas buangan yang tidak berwarna, tidak bisa dilihat, ternyata tetap saja dapat dicium dan dibuktikan siapa yang membuang gas busuk itu. Informasi mengenai mafia anggaran juga bisa kita dapatkan dari anggota DPR atau pengusaha yang tertangkap.

Kasus korupsi yang menyangkut M Nazaruddin, El Idris,dan Mindo Rosalina Manullang adalah kasus yang menyebabkan mereka “bernyanyi ria” membongkar siapa-siapa saja yang terlibat dalam perampokan uang rakyat itu. Kita berharap bukan hanya mereka bertiga dan sekjen Kemenpora yang akan diperiksa KPK dan diadili di Pengadilan Tipikor.

Atas nama keadilan, mereka yang tersangkut dalam kasus korupsi dalam proyek apa pun yang menyangkut komisi dan Banggar DPR––baik pengusaha, birokrat, anggota dan pimpinan komisi/Banggar, bahkan menteri––harus diadili seadil-adilnya dan harus masuk bui jika terbukti bersalah.

Tanpa itu,negeri ini tidak akan meningkat peringkat persepsi korupsinya ke arah yang lebih baik. Negeri ini akan tetap dipandang sebagai negeri yang oknum-oknum pejabat legislatif, eksekutif,dan yudikatifnya amat korup.Jika oknumnya banyak, tepatkah kita menggunakan kata oknum lagi???  IKRAR NUSA BHAKTI Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI
Gara-gara Lempar Pasir, Guru SDN Diadili                               
 Tuesday, 04 October 2011
 Nasib malang menimpa Vini Noviani,33,akibat perbuatannya melempar pasir ke Hehe Samsyudin yang berstatus sebagai pengembang Perum Balai Kembang,pada 6 Juni 2011 lalu.

Guru honorer SDN Regol XIII Kiansantang harus duduk di kursi pesakitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Garut,kemarin. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Arumi Ningsih,guru bahasa Inggris tersebut didakwa telah menganiaya H Hehe Samsyudin. Wanita cantik berkulit putih ini dikenakan Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan. Akibatnya,terdakwa terancam hukuman 2 tahun 8 bulan.

Dari informasi yang dihimpun SINDO,setelah dilempari pasir oleh terdakwa, korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Garut Kota dan memperkuat laporannya tersebut dengan hasil visum luka yang dialami dirinya dari RSUD dr Slamet Garut.Kasus pun kemudian berkembang dengan dilimpahkannya berkas kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut.

Peristiwa pelemparan itu sendiri setidaknya terjadi di Jalan Dayeuh Handap, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota sekitar 09.30WIB.Bermula saat terdakwa terlibat cekcok dengan korban di depan rumahnya,di Perum Balai Kembang.Dalam perselisihan itu,korban yang emosi kemudian mendorong terdakwa hingga terjatuh. Tidak terima mendapat perlakuan seperti itu,terdakwa yang masih tersungkur kemudian mengambil segenggam pasir dan secara spontan melemparkannya ke tubuh bagian atas korban.

Suami terdakwa,Yadi Mulyadiono,37,yang ketika itu melihat langsung kejadian tersebut langsung melerai dengan mencoba memisahkan korban. Menurut Yadi,insiden antara istrinya dengan korban dipicu masalah tunggakan kredit rumah yang sudah mereka tempati selama kurun waktu 3,5 tahun.Karena berbagai hal,Yadi dan terdakwa tidak sanggup membayar angsuran selama lima bulan. Akan tetapi,tanpa perundingan dan pemberitahuan terlebih dulu,cicilan rumah mereka ke pihak bank dibayar lunas oleh korban. Selanjutnya,korban pun meminta agar Yadi membayar bunga atas pelunasan yang dilakukan korban sebesar Rp3,5 juta per bulan.

Sementara itu,Jaksa Penuntut Umum (JPU) Regi Komara mengatakan,terdakwa secara meyakinkan telah melanggar Pasal 351 ayat 1. Menurut Regi,terdakwa telah melakukan perbuatan yang menyebabkan korban mengalami sejumlah luka di wajah.“Dari hasil visum yang disertakan,korban mengalami luka lecet di dahi sebelah kiri dan memar pada dahi sebelah kanan,”katanya. Kasus ini sendiri setidaknya mendapatkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Praktisi hukum sekaligus Lektor Kepala Sekolah Tinggi Hukum (STH) Garut Djohan Djuhari menilai,ada kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani terdakwa.

Dia menganggap,pihak kejaksaan dan pengadilan tidak berhak menahan terdakwa dikarenakan yang bersangkutan tidak memiliki motif untuk melarikan diri. Senada dengan Djohan, Ketua Forum Guru-Guru Kabupaten Garut Dadang Johar Arifin mengaku sangat menyayangkan terjadinya kasus ini.Menurut Dadang, sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. F

ANI FERDIANSYAH
Garut 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/432862/

Lari Kencang Menteri Dahlan

Thursday, 03 November 2011
Meski kehilangan Fadel Muhammad,Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II hasil reshuffle mendapatkan Dahlan Iskan. Dahlan, seperti Fadel, adalah seorang “doer”. Larinya kencang, matanya jeli,dan yang lebih penting lagi, ia tahu mana yang jadi prioritas yang harus segera diputuskan.

Ibarat nasabah yang diangkat menjadi bankir atau bankir yang diangkat menjadi juru runding debitur yang tengah bermasalah,Dahlan Iskan tahu apa yang dirasakan masing-masing BUMN.Doing from the other side of the table! Kini Dahlan harus berunding dengan “bank” yang membinanya, praktis jurus- jurus yang dipegang “bank”ada di tangannya. Dari direksi BUMN yang biasa diberi arahan oleh kementerian yang basisnya adalah birokrasi, kini ia berada di sisi birokrasi. Yang harus ia benahi adalah kantor kementeriannya agar “in line” dan “senafas”dengan BUMN yang dituntut berkinerja.

Nafas Berbeda

Sejak Kementerian BUMN didirikan,dan aset-aset BUMN dipisahkan dari Direktorat Pembinaan BUMN – Departemen Keuangan,sebenarnya sudah ada banyak kemajuan. Menteri Tanri Abeng,profesional, yang datang bersama-sama CEO terkemuka Indonesia (Robby Djohan dan Abdul Gani) melakukan gebrakan riil. Laksamana Sukardi,yang juga mantan CEO meneruskan membawa lebih banyak lagi para praktisi ke dalam BUMN.

Di era Sofyan Djalil,selain ditanamkan prinsip-prinsip good governance, ia juga agresif membawa masuk CEO profesional ke dalam BUMN. Namun, seperti memindahkan ikan samudera ke dalam “fresh water”yang biasa dihuni ikan-ikan air tawar, tidak semua ikan-ikan hiu itu survive. Sebagian mabuk sempoyongan. Hiu yang biasa mengarungi samudera luas melawan predator- predator raksasa kini harus hidup bersama-sama ikanikan konsumsi yang larinya tak sekencang mereka.

Berlari kencang, terlalu banyak dinding yang harus diterjang.Melihat agresivitasnya, pemilik kolam yang tak biasa melaut sering dibuat kecut. Alih-alih membuat ikan-ikan konsumsi berlari lebih cepat, ikan-ikan samuderalah yang direm, dijadikan ikan kolam. Beberapa CEO yang lari kencang itu akhirnya tak bisa bertahan lama.

Beruntung,masih ada orang-orang hebat yang mampu mengembangkan “jurus- jurus” yang lebih adaptif. Hotbonar Sinaga (Jamsostek), Ignasius Jonan (KAI), Agus Martowardojo & Zulkifli Zaini (Bank Mandiri), Richard Jose Lino (Pelindo II),Pasoroan Herman Harianja (Pelindo IV),Gatot M Suwondo ( BNI), Sofyan Basir (BRI),dan tentu saja Dahlan Iskan yang sukses memimpin PLN adalah sebagian contoh CEO yang lari kencang di BUMN.

Di samping mereka tentu juga beberapa direksi yang lahir dari dalam BUMN yang sama kencang larinya. Dari mereka itulah kita belajar ada dua masalah yang harus segera diselesaikan. Pertama, bagaimana menyelaraskan “nafas” antara kantor kementerian dan BUMN itu sendiri. Kedua,bagaimana membina agar BUMN yang belum dikelola dengan baik bisa lari lebih kencang lagi. Untuk masalah yang pertama, bolanya memang ada di pemerintah.

Kalau BUMN mau dibuat maju, kantor kementerian dululah yang harus direformasi menjadi holding BUMN yang dikelola secara lebih profesional dari BUMN yang dibinanya. Kantor kementerian ini nafasnya tidak boleh sama dengan kementerian-kementerian lainnya yang terperangkap oleh,maaf, “kultur kucing”.

“Kucing” adalah metafora yang saya gunakan dalam buku Cracking Zoneuntuk menggambarkan kantor-kantor yang bergerak lambat atau setengah lambat seperti petugas di kantor- kantor kelurahan atau kecamatan. Toiletnya kumuh dan tempat parkirnya semrawut menandakan tak ada pemimpin yang peduli pada pelayanan. Seragam-seragam petugasnya lusuh, ikat pinggang satpam kedodoran pertanda kurang diberi makan. Resepsionis bekerja malas-malasan pertanda tak ada supervisi.

Jam 5 sore sebagian besar pegawai sudah gelisah ingin pulang, tak ada leadership. Politisi dibiarkan menekan dan banyak dapat bisnis, pertanda ambisi perorangan dan rasa takut. Budaya korporat “kucing” tentu tidak hanya ada di kantor- kantor kementerian secara umum, tetapi juga masih banyak ditemui di BUMN yang kata para profesional terkesan “malas”.

Kucing itu betah di rumah, biasa diberi makan, dan kalau tidak diberi makan, ia akan mengorek-ngorek dapurnya sendiri. Dia setia, tapi lamban sekali. Sejak para profesional bergabung di Kantor Kementerian BUMN,harus diakui larinya sedikit lebih kencang, tetapi belum cukup.Kantor ini memang belum didesain agar insaninsannya bisa lari kencang karena nafasnya adalah birokrasi dan kepegawaiannya PNS dengan struktur insentif yang tidak bisa membuatnya bergerak lebih dinamis.

Crackership

Menyadari “bangunan” rumahnya yang belum didesain untuk lari kencang, Menteri Dahlan Iskan memilih cara kedua, yaitu membenahi BUMN agar tidak “berbudaya kucing” lagi. Namun, saya kira ia butuh amunisi yang lebih besar,yaitu struktur kantor kementerian yang lebih korporatif.Menpan dan Setneg harus bisa membantu agar Kantor Kementerian BUMN tidak memiliki desain bangunan yang sama dengan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian-kementerian yang lain adalah cost-center, sedangkan Kementerian BUMN adalah income–generator. Di Singapura saja,BUMN bahkan menyumbang 60% dari GDPnya. Jadi,kalau ingin BUMN sehat dan larinya kencang, kementeriannya harus dibuat lebih otonom dengan kultur korporatif,yaitu kultur cheetah yang siap bertarung, insentifnya harus bagus, gajinya harus “above market price”dengan insentif yang menarik.

Ada kebebasan untuk bergerak lebih leluasa, dan pegawai-pegawainya tak memerlukan evaluasi serta rekrutmen seperti metode yang dipakai di dunia PNS. Menteri Dahlan Iskan menyentak. Ia berlari sangat kencang. Di surat kabar kita melihat ia sedang menyetir mobil sendiri dan di sebelahnya duduk Wamen BUMN Mahmuddin Yasin. Saya dengar mereka berdua langsung bekerja sesaat setelah dilantik.

Di mobil pun berkoordinasi, sedangkan menteri-menteri yang lain masih berjarak dengan wamennya yang masih bingung harus berbuat apa. Para CEO BUMN yang saya temui mengaku menterinya lari kencang. Ini pertanda alignment mulai bekerja. Namun, tuntutannya jelas.BUMN harus fokus, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk rapat dengan kantor kementerian, dan utamakan profesionalitas.

Hanya dalam hitungan hari, Kantor Kementerian BUMN sudah memutuskan tindakantindakan strategis. Berapa besar dana PSO untuk membantu BUMN yang perlu suntikan modal sudah keluar, dan kemarin ia memutuskan untuk menyerahkan aset-aset tidak produktif yang jumlahnya sangat besar di BUMN agar dikelola PT PPA. Aset-aset tidak produktif di BUMN memang banyak sekali sehingga return on assets-nya sangat rendah.

Common sense kita mengatakan, punya aset dan tanah yang luas kalau tak punya cash flow yang cukup, aset-aset itu justru menjadi beban. Bagi saya,Dahlan Iskan adalah sosok lain yang dirindukan bangsa ini. A doer is much more needed rather than just a lazy thinker.Seperti yang saya katakan pekan lalu, Indonesia bukanlah kereta api otomatis yang cukup dikemudikan masinis yang hanya bekerja dengan telunjuk jarinya.

Indonesia adalah sebuah kapal besar yang perlu digerakkan pemimpin efektif. Jadi bergeraklah para CEO BUMN, ubah budaya kucing menjadi cheetah, dan jadilah crackeryang gesit.Bergeraklah Kantor Kementerian PAN,beri lebih banyak ruang agar Kementerian BUMN bisa lebih hebat dari Khazanah (Malaysia) atau Temasek (Singapura). Selamat bekerja Menteri Dahlan Iskan, semoga Tuhan terus memberi kesehatan dan kebijaksanaan untuk
_reformasi birokrasi. 

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI          

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/441094/

Kamis, 17 November 2011

Hidup Mewah DPR Patut Dicurigai


JAKARTA, (PRLM).- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, kecenderungan hidup mewah para anggota dewan patut dicurigai. Oleh karena itu, partai tersebut hingga kini kerap melakukan kontrol terhadap para anggotanya yang duduk di legislatif untuk tetap hidup sederhana.
"Yang dikritik masyarakat itu pejabat publik baru yang mengalami eskalasi kenaikan kekayaan yang cukup fantastis. Hal itu menimbulkan kecurigaan apalagi ini dikaitkan dengan adanya praktik mafia anggaran," kata Fadli Zon dalam diskusi di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa (15/11).
Sebelumnya, Ketua KPK Busyro Muqoddas menyentil gaya hidup pejabat negara yang perlente, pragmatis, dan hedon. Dikatakan, lembaga negara dihuni pemberhala nafsu dan syahwat politik kekuasaan dengan moralitas rendah sehingga mengakibatkan berakarnya budaya korupsi.
Hal itu dikatakan Busyro dalam pidato kebudayaannya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis lalu. Dalam pidato itu, Busyro juga menyebut bahwa para pejabat negara bermobil dinas jauh lebih mewah dari mobil perdana menteri negeri tetangga.
Namun, ucapannya itu segera memancing reaksi Ketua DPR Marzuki Alie dan sejumlah anggota DPR lainnya karena telah masuk dalam wilayah pribadi. Mereka menyatakan tidak ada hubungan antara gaya hidup dengan kinerja. Busyro diminta tidak usah banyak bicara dan urusi saja pemberantasan korupsi.
Fadli menilai, wajar jika rakyat menaruh kecurigaan bahwa dana yang diterima para anggota dewan yang hidup mewah itu bukan berasal dari keringat sendiri, melainkan lebih kepada praktik-praktik penyelewengan kekuasaan.
"Kalau dari hasil keringat sendiri saya kira orang juga tak akan mempermasalahkan," ujarnya. Seharusnya, lanjut dia, para pejabat publik mawas diri karena mereka mendapat sorotan dari rakyat.(A-78/A-89)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/165757

Guru Vini Divonis 2 Bulan


Friday, 18 November 2011
ImageVini Noviani, 33, guru Bahasa Inggris SDN Regol XIII Kiansantang, divonis dua bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Garut, kemarin.


GARUT – Vini Noviani, 33, guru Bahasa Inggris SDN Regol XIII Kiansantang, akhirnya divonis hukuman dua bulan penjara dipotong masa tahanan.

Dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Garut kemarin, majelis hakim menetapkan guru honorer tersebut bersalah dalam kasus penganiayaan terhadap Developer Perum Balai Kembang, H Ee Syamsudin, 44,pada 6 Juni 2011. Pemberian vonis didasarkan pada bukti dan fakta hukum berupa luka lecet yang dialami korban.

“Terdakwa Vini Noviani terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan penganiayaan terhadap H Ee Syamsudin selaku korban,” kata Hakim Ketua Aruminingsih saat membacakan vonis di PN Garut kemarin. Vini mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan hakim yang menyatakan dirinya bersalah. .

“Saya heran kenapa majelis hakim menilai saya berbelit-belit dalam memberikan keterangan sewaktu proses sidang.Padahal,saya sudah menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi,”tuturnya. Sebelumnya Vini menjalani masa tahanan di LP Kelas IIB Garutselama20hari,yaknisejak ditahan pihak kejaksaan pada 19 September hingga 8 Oktober.

Mulai saat itu,8 Oktober,majelis hakim memutuskan untuk mengalihkan status Vini dari tahanan LP menjadi tahanan kota. Vini harus menghadapi proses hukum atas kasus penganiayaan karena telah melemparkan segenggam pasir ke tubuh Pengembang Perum Balai Kembang H Ee Syamsudin.

Atas tindakan itu,jaksa menuntut Vini telah melanggar Pasal 351 ayat 1 tentang Penganiayaan dengan ancaman dua bulan hukuman. Lektor Kepala Sekolah Tinggi Hukum (STH) Djohan Djauhari berpendapat, hakim berhak merujuk salah satu sumber hukum sebagi acuan dalam pemberian vonis, termasuk penggunaan Pasal 351 fani ferdiansyah
_ayat 1.  
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/444671/

Sukses Menciptakan Tema Smells Likes Facebook


Friday, 18 November 2011
Ainun Nazieb,seorang blogger Indonesia, patut diacungi jempol. Kemampuan dan kreativitasnya berhasil menciptakan Smells Likes Facebook,sebuah program mirip situs Facebook.


Namun,kesuksesan Nazieb ini harus dibayar mahal. Manajemen Facebook menyomasi Nazieb karena merasa dirugikan sebab tema blog milik Nazieb sangat mirip dengan situs Facebook. Perusahaan milik Mark Zuckerberg ini bahkan mengancam akan menuntut Nazieb senilai Rp2 miliar. Tuntutan yang dilayangkan situs jejaring sosial terkemuka itu terdiri atas tiga poin,yakni dua pidana dan satu perdata,di mana salah satu tuntutan berisi sanksi maksimal denda Rp2 miliar.

“Sebenarnya saat ini belum ada upaya penuntutan secara langsung dari pihak Facebook, tapi kuasa hukum (perwakilan) Facebook,yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta,meminta saya untuk menghadap karena ada indikasi melanggar hak cipta,” ungkap Nazieb kemarin.

Nazieb mengaku heran mengapa baru mendapatkan surat mengenai pelanggaran hak cipta dari Facebook. Padahal tema blog tersebut sudah lama dan saat ini penggunaannya sudah dihentikan Nazieb.”Namun,penggunaan tema tersebut tidak lantas bisa berhenti. Pengguna blog bisa mengunduhnya dari blog lain yang sebelumnya sudah menggunakan tema tersebut,”paparnya.

Berdasar informasi dari situs milik Nazieb,tema Smells Likes Facebookdibuat pada 16 April 2009.Tema ini,menurut pengakuan Nazieb di situsnya, digarap di waktu senggang. Hasil kerja di waktu senggang ini ternyata maksimal. Tampilan tema di alamat ini, http://smells-like-facebook. nazieb.com/496/smellslike- facebook/,sangat mirip sekali dengan Facebook.

Pengguna tema ini juga bisa menampilkan komentar,mengunggah foto,atau membuat catatan, mirip di accountFacebook. Saking miripnya dengan Facebook,sejumlah pengunduh tema karya Nazieb ini mengungkapkan kekagumannya.”Theme paling bagus coz dah make “Ajax Loading” sehingga memuat halaman dengan cepat.Tapi kayanya ada masalah kalo saya pake plugin yang menggunakan jquery.Oh ya,saya gunakan theme ini di blog pribadi saya (dengan sedikit modifikasi).

Thanks Om Nazieb..Ente baek banget,moga-moga masuk sorga deh.” tulis seorang blogger dengan nickname biangkerok di http://nazieb.com/. Seorang pengunduh lainnya mengucapkan terima kasih atas tema mirip Facebook. ‘’terima kasih banyak gan … saya juga mau ikutan pake templet ini di http:muqafi. blogspot.com ….tentu nya (mohon izin untuk di modifikasi sedikit) he he he,”tulis pemilik nickname“.

Begitu ada kabar ada gugatan dari Facebook, solidaritas antar-blogger juga muncul. “Turut berduka cita bro……..ane baca berita di detik com,”tulis pemilik account bernama ojimori. Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa,Dr Henry Subiakto mengingatkan bahwa dunia maya juga memiliki aturan hukum,termasuk di Indonesia.

Pasal 36 Undang-Undang 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyebutkan, setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik atau menggunakan teknologi informasi  ZAKI ZUBAIDI
_yang menimbulkan kerugian.
 http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/444666/