Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Sabtu, 18 Agustus 2012

Nasionalisme Mudik


PDFPrint
Saturday, 18 August 2012
Mudik itu baik, asyik, dan unik. Mudik, pergi ke tempat asal budaya, termasuk peristiwa budaya yang baik dibandingkan korupsi atau menyebar isu SARA.Asyik,dan hanya mereka yang mudik yang bisa merasakan romantisnya.

Unik, karena di negeri ini, ini perjalanan pulang ke tempat kelahiran atau kelahiran orang tua,tanpa dibebani rasa bersalah seperti Thanksgiving Day di Amerika Serikat karena ”pembantaian dan pengusiran orang Indian” yang justru membalas dengan memberikan daging kalkun.

Jangan bilang mudik di Indonesia sudah baik dan benar, kalau pengaman jalur mudik masih memperlihatkan ketidakbecusan dalam berencana, atau imbauan-imbauan tak memijak bumi persoalan. Dan sesungguhnya,wahai para elite politik dan para pemegang kuasa, apa susahnya mengatur agar bisa mudik gratis?

Mudik Budaya 

Mudik adalah berkah sejati yang dinamikanya ditentukan masyarakat urbanis, tanpa surat perintah atau adanya peraturan daerah. Bukan juga karena perpres,atau pedoman kementerian mana pun. Murni darikebijaksanaanyangterjadi dengan sendirinya, sepenuhpenuhnya dibiayai sendiri. Dalam perkembangan dan pengertian mudik menjelang Lebaran, merupakan puncak kegiatan yang menyertakan beberapa keuntungan lainnya.

Dari sisi ekonomi, betapa mudah terjadi keinginan dan melaksanakan saling berbagi antara pusat dengan daerah—dan sepanjang jalan yang dilalui. Dari sisi budaya—yang tidak bisa dinilai dengan angka, melainkan dengan makna— kembalinya rasa hormat pada orang tua, kekeluargaan, juga berbuat dengan tulus.Kebersamaan dalam sehilir semudik, kata lain seia sekata,yang adalah nilai persatuan luhur yang kini mulai luntur.

Apa lacur, justru makna kebangsaan, nasionalisme ini yang hancur pelan-pelan tanpa disadari. Padahal justru dengan memelihara dan menghidupkan unsur dan bentuk yang sudah tercipta dengan sendirinya ini, sosialisasi lebih jitu. Langsung tertuju ke masyarakat dan mendapat tempat dalam hati, terlihat nyata, dan mudah dipahami karena dialami. Maka tak ada pilihan selain menyukseskan budaya mudik.

Sebagai pendekatan yang telah memiliki modal sosial kental, mudik adalah wajah keindonesiaan kita.Sebaliknya,mudik juga bisa menjadi penjauhan antara kita mana kala dilakukan pembiaran kesalahan berulang, atau terlebih lagi menyalahkan . Menyalahkan dengan cara ”ya jangan mudik kalau tak mau macet”, atau ”jangan mudik dengan motor, itu membahayakan diri sendiri.”

Mudik Gratis 

Belasan tahun lalu, sebuah perusahaan jamu memelopori acara yang disebut mudik gratis. Ribuan urbanis mendapat hantaran nyaman, aman tanpa keluar uang.Dan berkembang, meskipun pelan, beberapa pengusaha lain melakukan hal yang sama. Ini bisa menjadi model pendekatan pengusaha lain. Baik yang untuk kepentingan usahanya atau pabriknya,maupun yang lain.

Bahkan, semua kementerian atau lembaga pemerintah maupun swasta. Baik dengan kendaraan bus umum maupun bekerja sama dengan kereta api, kapal laut dan sejenisnya. Apa susahnya mengoordinasikan hal ini? Bukankah sekaligus menjamin keselamatan, dan bahkan jadwal kapan be-rangkat mudik dan kapan kembali.Bukankah secara keseluruhan menunjukkan kita mempunyai perencanaan dan pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan?

Baik itu perbaikan jalan, pengaturan petugas, dan terutama rasa persaudaraan . Mudik gratis bukan sesuatu yang susah atau mengada-ada. Karena yang berkepentingan bukan hanya hubungan buruhmajikan, melainkan juga antara partai politik dengan konstituennya, dan membuka dermawan terlihat secara penuh. Biarkan berkibar spanduk promosi, kampanye bendera partai, atau identitas komunitas ”Gunung Kidul”, atau posko-posko dengan merek produk dan membagikan produknya dengan senyuman.

Semuanya mungkin karena kebutuhan mudik adalah kebutuhan dari makan-minum,kendaraan, obat-obatan,makanan, pakaian,dan keselamatan. Apa seeeh susahnya mendirikan Badan Mudik Nasional, kalau yang lebih susah mendirikan partai politik pada bernafsu? Bukankah Badan Mudik Nasional, tidak hanya memikirkan komunitas sendiri, kepentingan pribadi, tapi mewadahi kepentingan semua itu?

 Mudik Nasional 

Peristiwa mudik bukan hanya kepentingan agama tertentu— yang memulai dan itu sungguh mulia,juga bukan hanya terjadi di satu pulau saja— meskipun sering terhenti membicarakan Jawa, atau kepentingan satu suku—seakan kita lupa suka yang lain.

Mudik telah menjadi kebersamaan yang mendarah daging, semua yang menghuni tanah air yang bernama Indonesia. Mudik menjadi unsur dalam bahan pokok kehidupan, menjadi hajat hidup orang banyak, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rasa nasionalisme berbangsa dan bertanah air dan berpengharapan yang sama.

Barangkali ketika berbagai peristiwa cenderung memisah dan membelah, cenderung kembali ke cangkang primordial yang mencekal,mudik telah ada dan memberi jawaban dalam rumusan yang indah, damai,dan berkelanjutan.● ARSWENDO ATMOWILOTO Budayawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar