Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Kamis, 30 Agustus 2012

Semua Parpol Wajib Verifikasi


PDFPrint
Thursday, 30 August 2012
ImageKetua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (tengah) didampingi hakim konstitusi membacakan putusan permohonan uji materi UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu di Jakarta, kemarin.

JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan semua partai calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mengikuti verifikasi faktual yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). MK juga memutuskan bahwa ketentuan parliamentary threshold/PT (ambang batas parlemen) sebesar 3,5% hanya berlaku untuk pemilihan tingkat DPR.Sementara untuk tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/ kota berlaku ketentuan bilangan pembagi pemilih.

“Semua partai politik (parpol) yang akan ikut pemilu baik yang sudah punya kursi di DPR maupun yang tidak punya dan sekarang sudah mempunyai badan hukum itu harus mengikuti verifikasi.Semuanya dengan persyaratan yang sama,” ujar Ketua MK Mahfud MD saat menjelaskan putusannya kemarin. Ketentuan ini merupakan putusan uji materi terhadap UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu yang diajukan Partai Nas- Dem,17 partai kecil, dan sekelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Amankan Pemilu.

MK membatalkan sebagian Pasal 8 ayat (1) dan (2),Pasal 17 ayat (1),Pasal 208 dan Pasal 209 ayat (1) UU tersebut. Mereka menganggap ketentuanverifikasidiskriminatif dan akal-akalan parpol yang sudah berada di DPR. Mereka juga menganggap aturan menghalangi hak konstitusional, sehingga membuat ketidakpastian hukum pada partai yang tidak lolos ambang batas perolehan suara sah secara nasional.

Dalam putusannya,MK menjelaskan bahwa syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2014 justru lebih berat dibandingkan dengan sebelumnya.Karena itu, tidak adil jika partai politik baru atau yang tidak memenuhi PT harus mengikuti verifikasi dengan syarat yang lebih berat. Karena memang, sejak awal PT tidak dimaksudkan sebagai syarat untuk menjadi peserta pemilu berikutnya, tetapi ambang batas bagi sebuah partai politik untuk mendudukkan anggotanya di DPR.

“Memberlakukan syarat yang berbeda kepada peserta pemilu yang sama merupakan perlakuan yang tidak sama atau unequal treatment (perlakuan secara berbeda) bertentangan dengan konstitusi,” ujar hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi yang membacakan pertimbangan mahkamah. Menurut Fadlil,MK menyadari bahwa persyaratan tersebut merupakan upaya untuk menyederhanakan jumlah parpol.

Namun penyederhanaan tersebut harus dilakukan dengan memberlakukan syarat yang sama untuk semua parpol tanpa pengecualian. Sementara itu aturan ambang batas parlemen 3,5% yang ditetapkan secara nasional seperti yang diatur dalam Pasal 208, menurut Mahfud, mempunyai beberapa kelemahan. Ada dua kemungkinan,di suatu daerah partai lolos, tetapi tidak demikian dengan di tingkat pusat; dengan aturan PT 3,5% untuk nasional, kursi di daerah hilang. Karena itu, aturan ini membunuh keragaman.

Kemungkinan lain, lanjut guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, PT 3,5% untuk kursi DPRD tidak akan terbagi habis. Hal ini terjadi jika semua peserta pemilu mempunyai suara yang sama dan tidak mencapai angka 3,5%. Mahfud mencontohkan jika ada 30 partai peserta pemilu dan memperoleh suara 3,3%, artinya kursi tidak dibagi.

Kemudian jika hanya ada dua partai besar yang mencapai threshold––misalnya PDIP 7%, Demokrat 7%, Golkar 7% dengan total perolehan 21%, sementara sisanya tidak terbagi karena tidak mencapai threshold––, menurut Mahfud hal ini juga bertentangan dengan konstitusi karena pemilu tidak menghabiskan kursi yang disediakan untuk diisi rakyat. Direktur Soegeng Sarjadi Sindicate (SSS) Totok Sugiarto menilai secara prinsip semua putusan MK terhadap uji materi UU Pemilu sudah memenuhi unsur keadilan dalam demokrasi.

”Melalui putusan ini, secara otomatis kualitas peserta pemilu akan lebih baik karena sudah melalui tahapan penyaringan yang disyaratkan UU,”ujarnya. Mengenai PT 3,5% yang tidak secara nasional,hal itu menunjukkan bahwa UU Pemilu akan menjamin keberagaman dan eksistensi partai-partai di daerah karena partai tersebut memang didukung masyarakat daerah. Putusan soal ini sudah bagus meski sejatinya akan lebih pas apabila untuk PT 3,5% berlaku berjenjang.

Misalnya di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota juga diberlakukan PT 3,5%,tetapi berjenjang atau tidak berlaku nasional,” terangnya. Ketua Badan Advokasi Hukum (Bahu) Partai NasDem Effendi Syahputra menyambut positif putusan MK.Menurutnya, esensi persoalan yang diperjuangkan dalam gugatan uji materi ini sudah dikabulkan, bahkan majelis hakim memperluas permohonannya. “Partai NasDem sangat puas jika verifikasi untuk semua parpol,”ujarnya.

Parpol Setgab Kecewa 

Sejumlah parpol yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi tidak bisa menutupi kekecewaannya atas keputusan MK tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Saan Mustopa, misalnya, menandaskan keputusan MK tentang verifikasi parpol mengabaikan konsolidasi organisasi yang dilakukan parpol selama ini.Adapun pemberlakuan PT hanya untuk DPR menjadikan semangat UU Pemilu untuk mengefektifkan pemerintahan di pusat hingga daerah menjadi sia-sia.

“Lebih bijak jika PT diberlakukan berjenjang.Tapi Demokrat sendiri tak terpengaruh dengan putusan ini.Tanpa ada putusan MK, kita tetap akan mendaftarkan partai berikut dengan kesiapan parpol. Tapi disayangkan, setelah berbulan- bulan DPR menata sistem kepartaian agar lebih baik, dibatalkan begitu saja oleh MK. Sedikit banyak kami kecewa,” tegasnya. Wakil Ketua Umum DPP PPP Hasrul Azwar juga mengaku sangat kecewa dengan putusan MK.

Pihaknya terlihat kesal karena partainya yang sudah puluhan tahun berdiri harus kembali menjalani verifikasi faktual. Menurut dia, hal itu akan sangat melelahkan.Apalagi pelaksanaan pemilu tinggal kurang dari dua tahun.“Ada kesan, MKinimengacaukandemokrasi karena tak pernah putusannya berpihak ke DPR,”ujarnya. Senada, anggota Komisi II dari Fraksi PKB DPR Abdul Malik Haramain menandaskan, parpol peserta pemilu sudah teruji dari suara dan infrastrukturnya.

Sebaliknya pihaknya menyangsikan infrastruktur dan dukungan konstituen parpol-parpol baru.“Pasal itu muncul bukan karena tidak siap. Hanya dampaknya akan terasa pada beban kerja penyelenggara pemilu seperti KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bapilu),”cetusnya. Soal angka PT 3,5%, menurut dia hal itu dimaksudkan untuk mewujudkan multipartai sederhana dan menghindari multipartai ekstrem sehingga ada pemberlakuan secara nasional. Ini dilakukan agar parlemen di pusat dan daerah bisa sinergis dan satu suara dalam mengambil kebijakan bersama pemerintah. ● mn latief/nurul ardiyana/ radi saputro/m sahlan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar