Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Sabtu, 04 Agustus 2012

Mabes Polri Nonaktifkan Djoko Susilo


PDF Print
Sunday, 05 August 2012
JAKARTA– Mabes Polri menonaktifkan Irjen (Pol) Djoko Susilo dari jabatannya sebagai gubernur Akademi Kepolisian (Akpol).


Sebagai pengganti mantan kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) yang sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka tersebut, Mabes Polri menunjuk Wakil Gubernur Akpol Brigjen (Pol) Bambang Usadi menjadi penjabat sementara.

Penonaktifan Djoko Susilo dikonfirmasi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Boy Rafli Amar melalui short message service (SMS) kepada wartawan. Kemarin polisi juga menahan tiga anggotanya yang juga menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator surat izin mengemudi (SIM) motor dan mobil di Korlantas Mabes Polri 2011 di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua,Depok. Mereka adalah Brigjen Didik Purnomo,AKBP Teddy Rismawan, dan Kompol Legimo.

Ketiganya tiba di tahanan sekitar pukul 03.00 WIB dengan di antar mobil tahanan Bareskrim Mabes Polri.Selain itu,polisi menahan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto selaku pemenang tender di Rutan Bareskrim Polri di Jakarta Selatan. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Anang Iskandar menjelaskan, penahanan dilakukan karena berdasarkan hasil penyidikan keterlibatan keempat tersangka dianggap sudah cukup bukti.“Kita sudah cukup lama melakukan pemeriksaan sehingga dilanjutkan dengan penahanan. Ini bukti keseriusan kita mengusut kasus ini,”paparnya.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah mencium adanya kejanggalan pada penonaktifan Djoko Susilo dan penahanan tersangka yang berlangsung dalam waktu singkat.Menurut dia, proses penyidikan dan penahanan tersangka yang begitu cepat sangat tidak masuk akal karena tidak biasa terjadi di kepolisian. ”Saya kira memang ada kejanggalan terkait langkah dan proses penyidikan yang berlangsung cepat,” kata Fabri di Jakarta kemarin.

ICW pun kembali mengungkapkan kecurigaannya bahwa tindakan penanganan yang dilakukan kepolisian sebagai melindungi dan melokalisasi kasus simulator SIM yang melibatkan sejumlah petinggi Polri. Padahal, kalau dilihat dari perspektif hukum dan undang- undang KPK, kasus simulator SIM sudah selayaknya ditangani KPK. ”Jadi,kalau kita belajar dari kasus yang pernah ditangani sebelumnya,wajar kalau kita khawatir dengan adanya potensi konflik di (lingkup) internal kepolisian,”terangnya.

Polri terkesan berebut dengan KPK menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi mobil dan motor tahun anggaran 2011. Bahkan langkah polisi mengamankan barang bukti, ngotot tetap menyidik kasus tersebut, dan kemudian menetapkan sejumlah tersangka dicurigai sebagai upaya mengamankan aktor besar di balik kasus itu. Kecurigaan ini disampaikan Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri––di dalamnya termasuk ICW––berdasar pengalaman polisi mengusut sejumlah kasus yang tidak pernah tuntas (3/8).

Seperti diketahui,polisi menetapkan sejumlah anggotanya sebagai tersangka.Mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Brigjen Pol Didik Poernomo, Ketua Panitia AKBP Teddy Rusmawan, Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang, Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Bendahara Korps Lalu Lintas Polri Kompol LGM. Polisi mengambil langkah tersebut dengan dalih sudah melakukan pengusutan terlebih dulu.Yang janggal,dalam rilisnya tersebut, Mabes Polri tidak menyebut keterlibatan Djoko Susilo.

Djoko sendiri sebelumnya sudah dijadikan tersangka oleh KPK. Sementara itu, tekanan agar polisi menyerahkan kasus tersebut kepada KPK terus bergulir. Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala, misalnya, menganggap bahwa jika polisi tetap menangani dikhawatirkan akan memicu terjadi konflik kepentingan. “Dalam konteks itu, kami menganjurkan agar sebaiknya kasus ini ditangani pihak lain saja,”ungkap Andrianus dalam diskusi SINDO Radio bertajuk “Masak, sih, Polisi Korupsi” di Warung Daun kemarin.

Dia mencontohkan penyelidikan kasus yang pernah terjadi pada Bendahara KPK. Meski KPK mampu melakukan penyidikan sendiri, tapi kasus tersebut diserahkan ke polisi untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan di internal institusi yang bersangkutan. Karena itu,dia juga menyarankan agar kepolisian menyerahkan penanganan kasus di Korlantas ke pihak lain. ” Saya kira konflik kepentingan adalah sesuatu yang wajib dihindari. Kita perlu mengambil langkah agar tidak masuk dalam situasi itu,”ujarnya.

Adrianus menilai, MoU tidak cukup kuat untuk dijadikan landasan Polri ikut menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM, karena dalam Undang-Undang KPK sudah jelas dikatakan bahwa KPK lebih berhak menangani kasus korupsi.Apalagi terkait dengan penanganan kasus yang melibatkan APBN. Senada, guru besar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie juga menyarankan kasus simulator SIM sebaiknya ditangani KPK karena pasti bias jika ditangani polisi sendiri.

Namun karena kasus itu keburu bersengketa, jalan tengahnya menurut dia ada tiga yakni, melalui forum pengadilan di satu tempat, tersangka yang namanya sama antara Polri dan KPK diserahkan kepada KPK, dan terhadap tersangka yang namanya tidak ada dalam daftar KPK, biarlah terus ditangani Polri.”Itu sekaligus untuk memperlihatkan kepada publik kesungguhan Polri memberantas korupsi di lingkungan sendiri,” ujar mantan Ketua MK itu. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta KPKpolisi bersinergi dan fokus pada pemberantasan korupsi.

Menurut dia, polemik yang membenturkan atau menghadap- hadapkan kedua lembaga tersebut tidak mendukung terciptanya iklim kondusif untuk bisa menyelesaikan kasus dugaan korupsi tersebut dengan baik.“Saya tidak ingin masuk ke proses hukum karena ini ranah hukum yang punya kewenangan kedua lembaga itu. Saya menyoroti dinamika yang tidak sehat. Harusnya kedua lembaga ini bersinergi,” ungkapnya di Jakarta,kemarin. Djoko yang juga ketua Kompolnas sekali lagi meminta diskursus yang tidak sehat ini harus segera diselesaikan dengan baik.

Dia meminta agar pimpinan kedua lembaga melakukan pertemuan dalam suasana damai, tenang, dan tidak konfrontatif. “Paling tidak mengingatkan kembali apa yang sudah dicapai pada pertemuan pertama Selasa lalu (31/7) karena pertemuan itu ada,”ujarnya. Mantan Panglima TNI itu kemudian menuturkan, dari laporan yang dia terima, pada pertemuan koordinatif, Selasa (31/7) sudah ada kesepakatan antara KPK dengan Polri.Pertemuan membicarakan masalah dugaan korupsi di Korlantas.

Dia kemudian menyarankan agar hasil pertemuan yang nantinya akan digelar bisa dituangkan dalam pernyataan tertulis yang bisa menjadi pegangan pihak masingmasing dan disampaikan ke publik. Adapun Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Priyo Budi Santoso meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memerintahkan Kapolri untuk duduk bersama dengan pimpinan KPK .

Sebab perseteruan antardua lembaga penegak hukum itu hanya merugikan bangsa Indonesia yang menginginkan proses penegakan hukum yang jelas dan adil di Tanah Air. andi setiawan/fefy dwi haryanto/rahmat sahid/ant 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/516998/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar