Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Minggu, 29 Juli 2012

Penerapan UU BPJS - KAJS Keberatan Premi 5%


PDF Print
Sunday, 29 July 2012
JAKARTA – Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) keberatan terhadap usul pemerintah agar pekerja membayar premi jaminan kesehatan 5% per orang setiap bulan, dengan pembagian 2% dibayar pekerja dan sisanya 3% dibayar pengusaha.


Sekretaris Jenderal KAJS Said Iqbal menjelaskan, selama ini iuran premi jaminan kesehatan, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta seluruhnya dibayar pengusaha. Jumlah premi yang dibayar sekitar 3% untuk pekerja lajang dan 6% bagi pekerja berkeluarga, dengan fasilitas layanan rumah sakit kelas dua, cuci darah,HIV-AIDS,dan kanker. “Pertanyaannya, kenapa pengusaha yang sebelumnya membayar 6% diturunkan jadi 3%, lalu pekerja yang tidak bayar sekarang malah dibebani 2%,” tanya Iqbal di Jakarta kemarin.

Menurut dia, usulan pemerintah tidak rasional dan terkesan mengada-ada. Harusnya, kata Iqbal,pekerja tidak perlu lagi dibebani iuran premi, sebab premi 3% dan 6% yang dibayar pemberi kerja selama ini sudah termasuk perhitungan gaji buruh (labour cost) di slip gaji pekerja. Bahkan, di jamsostek tercatat sebagai account individu. Karena itu, pihaknya menolak tegas usulan pemerintah yang membebani pekerja iuran premi 2%.“Iuran pengusaha 3% dan kekurangannya buruh sebesar 2% itu tidak adil,”ujarnya.

Iqbal menjelaskan, setengah dari angka 3% dan 6% sekitar 4%. Angka rata-rata 4% tersebut merupakan iuran yang selama ini dibayar pemberi kerja.Lalu secara nasional ratarata upah minimum Rp1,1 juta, sehingga 4% dari Rp1,1 juta sekitar Rp44.000 per orang setiap bulan. Sedangkan perhitungan yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan per orang hanya dibutuhkan Rp27.000. “Berarti 4% saja sudah melebihi angka yang dibutuhkan pemerintah, bahkan hampir dua kali lipat,”terangnya.

KAJS juga mengkritik kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang dinilai belum jelas. Penerima PBI,lanjut Iqbal, harusnya masyarakat yang memiliki upah minimum (UMK) atau di bawah upah minimum. Hal itu sesuai UU Nomor 23/ 2011 tentang Fakir Miskin serta UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Kita melihat sampai sekarang kriteria masyarakat yang berhak menerima PBI terdiri dari pekerja yang punya upah minimum dan di bawah UMK sesuai dengan undang-undang yang ada,” ucapnya.

Menanggapi hal itu,Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Gufron Mukti mengatakan, berdasarkan undangundang yang ada, iuran premi ditanggung pekerja dan pemberi kerja. Langkah tersebut dilakukan karena selama ini pemberi kerja merasa terbebani dengan premi 3% untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja berkeluarga. Akibatnya, banyak pengusaha yang tidak mendaftarkan semua pekerjanya.“ Banyak yang tidak didaftarkan pengusaha sehingga pada saat sakit tidak bisa berobat,”kata Ali.

Menurut dia,premi 5% yang ditawarkan pemerintah justru lebih rendah dari premi sebelumnya. Ali menyebutkan, 5% dari rata-rata upah minimum sebesar Rp1,2 juta hanya sekitar Rp60.000 untuk satu keluarga. Jika dalam satu keluarga terdiri dari empat orang, berarti satu orang hanya sekitar Rp15.000. Hitungan tersebut jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan,sebab jika sebelumnya satu keluarga 6% sekarang justru hanya 5%.“Jadi usulan pemerintah ini sebenarnya masih kurang, harusnya 6%,”paparnya.

Dia menilai pembagian premi 2% dibayar pekerja dan sisanya 3% pemberi kerja sudah cukup adil bagi kedua belah pihak.Ketentuan premi yang diusulkan pemerintah saat ini justru terhitung sangat rendah ketimbang negara lain yang mencapai 6-7%.

Premi 5%, kata Wamenkes, sudah mencakup sejumlah manfaat layanan seperti sakit kelas dua, cuci darah, HIV-AIDS, dan kanker. Namun, ada juga ketentuan yang tidak boleh dilayani seperti bedah plastik.“Kami upayakan pelayanan rumah sakit di atas kelas dua,”imbuhnya. andi setiawan 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/515062/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar