Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Senin, 23 April 2012

Hemat BBM Besar-besaran-Program Pembatasan Diyakini Tak Ganggu Industri Automotif




Print
Monday, 23 April 2012
KARAWANG – Pemerintah bersikukuh menjalankan program pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai Mei mendatang. Mobil berkapasitas mesin 1.500 cc ke atas dilarang menggunakan BBM bersubsidi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi merupakan bagian dari program penghematan energi yang harus dilakukan besar-besaran. “Mobil 1.500 cc ke atas harus pakai BBM nonsubsidi. Tidak boleh pakai BBM bersubsidi,” ujarnya di Karawang, Jawa Barat,kemarin. Pembatasan itu untuk menjaga konsumsi BBM bersubsidi pada level 40 juta kiloliter seperti yang ditetapkan dalam APBN-P 2012.

Tanpa pengendalian, konsumsi BBM bersubsidi dikhawatirkan melonjak hingga 47 juta kiloliter.Bila itu terjadi, anggaran subsidi BBM tahun ini bisa melampaui Rp137,4 triliun. Adapun opsi lain untuk menekan subsidi, yakni kenaikan harga BBM, belum bisa dilakukan lantaran ketentuan Pasal 7 Ayat 6A Undang-Undang (UU) APBNP 2012 belum terpenuhi.

Seperti diketahui, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM apabila harga minyak mentah Indonesia (ICP) untuk kurun waktu enam bulan terakhir mengalami kenaikan atau penurunan 15% dari asumsi ICP APBNP 2012,USD105 per barel. Dengan demikian, harga BBM baru bisa dinaikkan apabila ICP mencapai USD120,75 perbarel.BerdasardataKementerian ESDM, ICP dalam enam bulan terakhir secara rata-rata baru mencapai USD116 per barel.

Jero Wacik mengungkapkan, sejauh ini pemerintah baru mempertimbangkan larangan pemakaian BBM bersubsidi berdasarkan kapasitas mesin. Sedangkan alternatif lain, seperti berdasarkan tahun produksi, belum dibahas.“Ini saja sulit (pembatasan berdasarkan cc), kita harus pikirkan pelaksanaannya di pompa bensin. Apalagi ngomong tahun. Satusatulah, kita cc dulu.

Kalau lancar, baru yang lain,”ucapnya. Dia mengatakan,pembatasan mesti ditempuh lantaran hingga kini pemerintah belum bisa menaikkan harga BBM bersubsidi. “Kalau harganya boleh naik, sudah separuh pekerjaan kita selesai karena itu paling mudah, ”tandasnya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa meyakini kebijakan pembatasan BBM tidak akan berpengaruh terhadap penjualan mobil, terutama mobil dengan kapasitas mesin 1.500 cc ke atas.

Hatta beralasan, mesin mobil dengan kapasitas tersebut justru sudah didesain untuk memakai bensin beroktan tinggi sehingga seharusnya mereka lebih diuntungkan bila menggunakan BBM nonsubsidi. “Engine-nya kan didesain untuk oktan numbertinggi.Jadi kalau dia menggunakan oktan 88 (premium),itu penyimpangan,” tutur Hatta setelah melepasliarkan orangutan di Semboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,kemarin.

Dia menambahkan, dalam jangka panjang pemakaian premium pada mobil 1.500 cc ke atas justru bisa merusak mesin. Karena itulah, dia optimistis pembatasan tidak akan merugikan pemilik mobil tersebut.“ Bagaimanapun jangka panjang mereka lebih murah, engine-nya tidak cepat rusak, lebih irit, dalam jangka panjang dibuktikan lebih murah,” imbuhnya. Pengamat energi Dirgo Purbo berharap pemerintah tidak melontarkan wacana-wacana kebijakan pembatasan BBM yang belum matang.

Pemerintah lebih baik tegas dan langsung menentukan kebijakan BBM.“Kalau belum matang,jangan disampaikan ke publik,” katanya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Industri, Riset, dan Teknologi, Bambang Sujagad menilai,pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi mobil berkapasitas mesin di atas 1.500 cc kemungkinan akan menimbulkan tambahan biaya logistik bagi para pengusaha. Namun, dia belum bisa memperhitungkan dampak pasti kebijakan itu.

“Dampaknya berapa besar. Itu saya belum tahu,”kata Bambang. Dia berharap, pemerintah mematangkan dulu konsep pembatasan sebelum mengeluarkan kebijakan itu. Secara teknis operator SPBU sulit membedakan kapasitas mobil yang akan mengisi BBM. “Mereka tidak tahu perbedaannya, yang 1.500 cc dan yang di bawah itu. Kalau tidak ada mekanisme bagaimana membedakannya, bisa jadi masalah baru,” ungkapnya. ● nanangwijayanto/ maesaroh/ sandra karina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar