Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Rabu, 04 April 2012

Shadow Banking


PDFPrint
Thursday, 05 April 2012
Krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) mengejutkan banyak pihak. Allan Greenspan bahkan mengakui kelalaiannya.


Tingkat suku bunga Fed yang ditetapkan terlalu rendah oleh Greenspan telah menjadi bumerang bagi perbankan di AS. Padahal sebelumnya Paul Volcker telah menciptakan dasar kebijakan moneter yang prudent yang bersifat antiinflasi. Perekonomian AS tidak tumbuh dengan produktivitas tinggi yang didukung oleh kemajuan teknologi yang bersifat increasing return to scale. Kapital yang disedot oleh perekonomian AS sangat mungkin bersifat disembodied technology.

Hal ini sesuai dengan paradoks Leontief: Negara yang berlimpah akan faktor produksi tidak dengan sendirinya mengekspor barang dan jasa yang merupakan faktor intensif produksi tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari jasa perbankan di mana intra trade telah terjadi. Bank milik AS melakukan ekspansi ke luar negeri dan sebaliknya bank-bank asing misalnya milik Uni Eropa beroperasi di AS. Jika shadow banking dianggap merupakan sumber dari krisis ekonomi, seyogianya krisis tidak akan menghantam habishabisan traditional banking. Apalagi traditional banking yang beroperasi di AS juga mencakup perbankan raksasa dari Uni Eropa.

Dengan keberadaan Securities Exchange Commissions (SEC), seyogianya regulator juga telah hadir secara kelembagaan. Dengan kata lain, sebetulnya dapat dikatakan bahwa krisis perbankan tidak berbeda dengan krisis dotcom dan krisis pasar modal lainnya yang pernah terjadi di AS. Bubble economy (ekonomi balon) dapat menyerang sektor apa pun.Dari sejarah Belanda, bunga tulip bahkan pernah menjadi pencetus bubble economy ketika Belanda pada saat itu menjadi adidaya perekonomian dunia. Regulator pada perekonomian kapitalis tidak didesain untuk mencegah bubble economy.

Selama bank sentral tidak prudent, tidak akan ada satu pun regulator yang mampu mencegah perekonomian dari ancaman balon yang kemudian pecah.Permasalahan dalam shadow banking hanyalah menjadi kambing hitam dari ketidakbecusan Fed dalam mengelola perekonomian AS. Di Eropa juga hal yang sama terjadi. Rontoknya sektor properti akhirnya menyeret sektor perbankan. Negara terpaksa mem-bail out sektor perbankan. Terbukti, regulator perbankan di Uni Eropa juga gagal mengantisipasi krisis ekonomi balon.

Untuk konteks Indonesia, pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat dipastikan tidak akan mampu menghilangkan dan mengantisipasi krisis perbankan pada masa depan selama sistem perekonomian Indonesia masih menganut sistem ekonomi kapitalis liberal. Negara harus mencontoh ideologi Konghucu seperti yang dikatakan oleh Fukuyama.Fukuyama yang selama ini getol mengatakan bahwa ideologi liberal demokrasi merupakan ideologi unggulan terbukti akhirnya mengakui kegagalan ideologi tersebut.

Jika Indonesia ingin menghindari krisis perbankan pada masa depan, bukan dengan mengikuti langkah AS ataupun Uni Eropa, melainkan belajar dari China. Nabi Muhammad SAW juga mengatakan,carilah ilmu sampai ke negeri China. Intuisi yang disampaikan Nabi ternyata tidak diikuti oleh perencana ekonomi Indonesia yang sudah terlalu silau dengan hegemoni kekuatan ekonomi barat.Apalagi Mafia Berkeley menjerat perekonomian Indonesia dengan ideologi neoliberalisme termasuk dengan utang luar negeri dan privatisasi.

Liberalisme juga diberlakukan di pasar keuangan termasuk perbankan dan pasar komoditas. Ini yang berbeda dengan China yang sampai saat ini justru belum melakukan liberalisasi pasar keuangan dan pasar komoditas. Jika jalan berpikir teknokrat di Indonesia masih belum berubah, shadow banking akan dijadikan sasaran sebagai sumber krisis perbankan seperti yang diatur dalam Dodd-Frank. Sudah saatnya teknokrat Indonesia tidak lagi mengekor pada teknokrat Barat, tetapi berani memiliki ideologi perekonomiannya yang bebas dari intervensi Barat. Belajar dari China, Indonesia harus memiliki lembaga yang efektif dalam mengurangi ancaman bubble perekonomian.

China mampu melakukan intervensi yang efektif di pasar properti. Begitu pula dengan cadangan devisa yang mereka miliki sangatlah besar. Negara-negara yang terkena krisis perbankan seperti AS dan Uni Eropa bahkan sangat bergantung pada dukungan dari cadangan devisa China yang besar tersebut. Shadow banking justru memiliki keunggulan bagi negara yang memiliki cadangan devisa yang sangat besar di mana mekanisme repo dapat digunakan secara lebih optimal ketimbang asuransi tabungan yang tidak memiliki transparansi akan kesehatan masingmasing bank.

Implementasi manajemen risiko juga masih belum efektif. Sementara itu, asuransi tabungan sangatlah lemah dalam mengantisipasi risiko pasar karena premi digunakan secara homogen untuk semua bank yang sebetulnya memiliki risiko berbeda. Dengan repo,hal tersebut tidak akan terjadi. Dengan sistem premi asuransi tabungan yang seperti itu, untuk kesehatan perbankan ke depan bukannya tidak mungkin sistem premi diganti dengan sistem repo.Di sinilah peran regulator diperlukan untuk menetapkan kolateral yang berkualitas.

Jadi sangatlah tidak tepat jika sistem pengaman krisis perbankan yang ada saat ini dikatakan lebih bagus untuk bank tradisional. Idealnya kedua jenis bank ini saling melengkapi. Untuk negara seperti Indonesia yang membutuhkan investasi jangka panjang ketimbang kredit untuk konsumsi, sistem shadow banking bahkan menjadi alternatif yang lebih baik ketimbang traditional banking. Traditional banking terancam oleh missmacth dari tabungan yang bertenor pendek. Dalam perekonomian krisis yang terus menerus, perbankan terperangkap oleh tabungan bertenor pendek.

Untuk itu, cetak biru perekonomian harus diubah agar saving-investment gap tidak lagi berlandaskan hitungan saving pada traditional banking. Jika itu diperhitungkan, saving investment gap perekonomian Indonesia sangatlah besar sekali, tak heran capital inflow mengalir deras untuk mengantisipasi hal tersebut. Tanpa perbaikan investment grade pun capital inflow akan terus berlari kencang.

Jika sistem perbankan masih seperti saat ini, perekonomian akan terancam balon yang akan meletus. Perubahan ideologi perekonomian Indonesia harus segera dilakukan yaitu dengan kembali ke Pasal 33 UUD 45! 

ACHMAD DENI DARURI 
President Director Center for Banking Crisis 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar