Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Senin, 30 Januari 2012

100 Hari Kemenkumham

Tuesday, 31 January 2012
Tanggal 30 Januari 2012 kemarin, tepat 100 hari Menteri Amir Syamsudin dan saya menjejakkan kaki dan berkantor di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).


Masih tersisa waktu 2 tahun, 8 bulan, dan 20 hari hingga 20 Oktober 2014, saat tugas kami berakhir, bersamaan dengan berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Dalam waktu yang tersisa tersebut, tidak ada pilihan lain bagi kami selain terus fokus dan bekerja keras. Fokus bukanlah suatu pilihan, tetapi suatu keharusan. Dengan rentang tugas Kemenkumham yang merambah hampir seluruh sisi persoalan hukum dan hak asasi manusia, tanpa fokus dan prioritas kerja,setiap orang bisa dengan mudah tersesat di tengah tumpukan persoalan yang tak pernah berhenti mengalir.

Untuk itu Menkumham dan saya selalu menjadikan empat arahan Presiden SBY sebagai pegangan dalam menjalankan amanah yang diembankan kepada kami berdua. Keempat arahan itu adalah menciptakan dan menegakkan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan; menjamin penghormatan dan perlindungan HAM, termasuk berupaya keras menyelesaikan persoalan HAM masa lalu; memegang teguh dan melaksanakan prinsip dasar antikorupsi; serta melaksanakan semuanya dengan percepatan. Akselerasi diperlukan karena masa kerja kami tidaklah panjang, hanya 3 tahun.

Dalam bahasa Presiden, ibarat lomba maraton, maka menjelang garis finis harus ada percepatan, harus dilakukan sprint. Itulah yang coba kami lakukan dalam 100 hari tugas di Kemenkumham dan itu pula yang akan terus kami lakukan dalam rentang waktu yang tersisa: fokus dan terus bekerja keras. Dalam 100 hari ini sebenarnya ada beberapa langkah kebijakan dasar yang kami lakukan, tetapi mungkin tidak semuanya diketahui publik.

Yang secara luas sempat diberitakan adalah kebijakan pengetatan pemberian hak narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi,terorisme,peredaran narkoba,dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya––meskipun pemberitaan kebanyakan terfokus hanya pada narapidana kasus korupsi, suatu hal yang sangat aneh. Seakan-akan kebijakan pengetatan hak napi untuk mendapat remisi dan pembebasan bersyarat boleh dilakukan, tetapi tidak boleh bagi narapidana kasus korupsi. Tentu saja untuk argumentasi demikian,kami terima sebagai masukan, meskipun dengan tetap menjalankan kebijakan pengetatan, yang menurut kami sangat sejalan dengan agenda Indonesia yang lebih bersih dan lebih antikorupsi.

Di luar kebijakan pengetatan pemberian remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi,dan hak narapidana lainnya, sebenarnya Kemenkumham telah pula menggariskan beberapa program unggulan 100 hari yang luput dari perhatian publik. Beberapa di antaranya akan saya paparkan dalam kolom singkat ini. Setelah Menkumham dan saya melaporkan harta kekayaan kepada KPK pada kesempatan pertama, kami mewajibkan seluruh pejabat yang wajib lapor untuk memenuhi ketentuan LHKPN. Hasilnya menggembirakan, jika pada 2010 pejabat yang melaporkan kekayaannya hanya berkisar pada angka 7%, pada 2011 angka itu meningkat menjadi 88% per data Januari 2012.

Tentu saja peningkatan LHKP demikian sangat penting sebagai salah satu ikhtiar pencegahan korupsi di lingkungan Kemenkumham. Masih dalam konteks pencegahan korupsi,sekaligus melaksanakan reformasi birokrasi, perpanjangan batas usia pensiun secara otomatis tidak lagi dilakukan. Ketentuan perundangan yang memberikan persyaratan ketat bagi perpanjangan pensiun akan diterapkan secara lebih konsisten.Hal itu lebih memberikan kepastian pola jenjang karier dan regenerasi di kementerian. Pada saat yang sama,pengisian jabatan di kementerian dilakukan dengan sistem lebih terbuka.

Untuk posisi yang kosong,setiap pegawai Kemenkumham yang memenuhi syarat dapat menyampaikan lamaran dan secara bersama mengikuti tahap seleksi administrasi dan tes kemampuan sebelum dilakukan seleksi akhir oleh tim Baperjakat. Sistem seleksi yang lebih kompetitif tersebut diterapkan untuk lebih menjamin terpilihnya orang yang lebih punya integritas dan kapasitas untuk menduduki posisi-posisi strategis— utamanya pada level eselon I dan eselon II—di kementerian. Saat ini proses tes masih berlangsung dan akan kami kawal agar berjalan dengan baik.

Percepatan dan fokus lain tentu saja harus dilakukan pada unit kerja pemasyarakatan yang sering menjadi sorotan masyarakat. Saat ini proses penanggulangan over-capacity hunian lapas dan rutan terus dilakukan. Salah satunya dengan melakukan pemindahan warga binaan dari Jakarta ke beberapa wilayah yang masih memungkinkan untuk dilaksanakannya perpindahan. Pada saat yang sama,Menkumham juga terus mengawasi proses pembangunan lapas dan rutan baru, yang tentu sangat diperlukan bagi penanggulangan masalah over-capacity.

Mengenai pelayanan publik di Kemenkumham yang masih menjadi sorotan,utamanya masih terjadinya praktik pungli, melalui kerja sama dengan KPK,BPKP,dan instansi terkait lainnya,Kemenkumham terus meletakkan sistem antipungli yang lebih efektif. Ikhtiar ini pasti tidak mudah.Namun,kami tidak punya pilihan selain terus melanjutkan ikhtiar tersebut dengan kerja sama berbagai pihak yang punya visi dan misi yang sama. Maka, beberapa waktu lalu, ditandatanganilah nota kesepahaman dengan KPK dan BPKP untuk menjamin Kemenkumham sebagai zona yang lebih antikorupsi.

Tentu, deklarasi zona antikorupsi saja tidak cukup,harus ada sistem reward and punishment yang menjadi salah satu pilar utama untuk ditegakkannya wilayah bebas korupsi demikian. Maka, kepada jajaran Inspektorat Jenderal, Menkumham telah menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi sedikit pun kepada wilayahwilayah yang telah menetapkan unit kerjanya sebagai zona antikorupsi. Karena kami tentu saja tidak ingin antikorupsi berhenti pada tataran deklarasi, tetapi harus sampai pada tahap implementasi yang zero tolerance terhadap berbagai jenis penyimpangan, utamanya yang bersifat koruptif.

Masih terkait dengan pemasyarakatan, kerja sama untuk menciptakan lapas dan rutan sebagai bebas narkoba makin digalakkan. Maka kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) makin dikuatkan. Tidak hanya dengan penandatanganan nota kesepahaman pada Desember tahun lalu, tetapi yang lebih penting adalah dengan upaya pencegahan,penindakan, dan rehabilitasi bersama. Operasi bersama di Lapas Wanita Tanjung Gusta,Medan, serta di Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta, yang menemukan beberapa napi yang diduga sebagai jejaring per-edaran narkoba,hanya dua langkah kecil untuk mewujudkan lapas dan rutan yang bebas dari peredaran narkoba.

Tentu saja beberapa catatan lepas di atas belum menyelesaikan berbagai tantangan mendasar yang masih melingkupi Kemenkumham.Saya memang hanya ingin berbagi in-formasi bahwa Kemenkumham telah, sedang, dan terus melakukan ikhtiar perbaikan sebagai pusat reformasi hukum (law reform center) di Tanah Air.Waktu kami tidakbanyak,hanya kurangdari 2 tahun 9 bulan.Utamanya,bagi saya,waktu kerja itu pun sedang dalam tahap uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak rekan media yang menanyakan saya terkait uji konstitusionalitas wakil menteri (wamen) itu.

Jawaban saya singkat dan sederhana: kita hormati saja proses yang sedang berjalan di MK. Kami, para wamen, sepakat untuk terus dan fokus bekerja saja, melaksanakan amanah tidak ringan yang saat ini sedang diletakkan pada pundak kami. Akhirul kalam, keep on fighting for the better Indonesia. 

DENNY INDRAYANA 
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Guru Besar Hukum Tata Negara UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar