Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Senin, 30 Januari 2012

Premium Bisa Naik Rp1.500/Liter

JAKARTA– Pemerintah mulai ragu kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa diterapkan mulai 1 April 2012. Sebagai gantinya, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi disiapkan.

“BBM premium kan harga produksinya Rp8.200 per liter. Sekarang dijual Rp4.500, berarti pemerintah memberi subsidi Rp3.700. Ini yang akan dikaji, subsidinya diturunkan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik seusai rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta kemarin.

Dengan penurunan subsidi itu, harga premium otomatis mengalami kenaikan. Pemerintah menyebut kisaran kenaikan harga premium antara Rp500-1.500 per liter.“Tapi ini masih opsi. Belum diputuskan karena kami akan mengkaji lagi seberapa berat rakyat kalau itu (premium) dinaikkan,” ujar mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ini. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi mulai 1 April 2012 sebagai implementasi Undang- Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Dalam APBN 2012 disebutkan, upaya mengurangi beban subsidi energi akan dilakukan melalui pembatasan atau pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Namun, dalam perkembangannya, rencana pembatasan per 1 April sulit terlaksana karena infrastruktur yang belum memadai. Meskidemikian,kemarinpemerintah secara resmi mengajukan opsi atau skema pembatasanBBMbersubsidikepadaDPR. Opsi pembatasan BBM mencakup dua kebijakan, yakni pengalihan BBM bersubsidi jenis premium ke pertamax dan pengalihan dari premium ke bahan bakar gas (BBG). Pada tahap awal, pemerintah akan mewajibkan semua kendaraan dinas instansi pemerintah,badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), di Jawa dan Bali untuk tidak lagi menggunakan premium.

Kemudian yang kedua, membatasi penggunaan premium untuk kendaraan pribadi di Jabodetabek. Namun, pemerintah mengakui, program pembatasan terkendala banyak masalah, seperti ketersediaan sarana dan prasarana distribusi BBM nonsubsidi ke masyarakat yang belum mencukupi. ”Gas masih belum mencukupi dan harus diimpor. Sedangkan penyediaan converter kit masih menjadi kendala untuk pelaksanaan program diversifikasi BBM menjadi BBG,”ujar Jero. Fraksi-fraksi di Komisi VII DPR berbeda dalam menyikapi rencana pembatasan BBM bersubsidi. 

Sebagian mendukung, lainnya mengusulkan agar pemerintah menaikkan harga BBM. Dalam kesimpulan rapat kerja,Komisi VII meminta pemerintah mengkaji beberapa poin,seperti alternatif pengurangan subsidi pada premium. DPR juga meminta pemerintah mengkaji usulan untuk melakukan perubahan UU APBN 2012 dengan adanya pengajuan uji materiUUtersebutke Mahkamah Konstitusi (MK). Anggota Komisi VII DPR,Dewi Aryani, mengatakan, pembahasan soal program pengendalian BBM, di antaranya pembatasan, yang ditawarkan pemerintah makin menjauh dari solusi prorakyat.Peraturan pemerintah pengganti undang- undang (perppu) harus segera dikeluarkan untuk menghindari situasi chaos akibat masalah ini. 

”Situasi darurat sudah terjadi di negara ini. Semua pemangku kepentingan sudah menolak rencana pembatasan yang direncanakan pemerintah,”ujarnya. Anggota Komisi VII DPR, Daryatmo Mardiyanto, menegaskan bahwa dasar pemerintah melakukan pengajuan resmi pembatasan BBM ke DPR dengan berpatokan Pasal 7 UU APBN2012,salahtafsir.Pada Pasal 7 ayat 4,UU Nomor 22/ 2011 tentang APBN 2012 disebutkan, pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dilakukan m e l a l u i pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dengan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Adapun dalam Pasal 7 ayat 6 disebutkan harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Artinya tidak ada pilihan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini, kecuali ada percepatan APBN-P (APBN Perubahan) 2012. “Pasal 7 dan ayat-ayatnya inilah yang membuat pemerintah melakukan pembatasan BBM. Ini sudah salah tafsir,” katanya. 

Direktur Eksekutif Refor- Miner Institute Pri Agung Rakhmanto meminta DPR dan pemerintah membuka opsi kenaikan harga BBM pada 2012, sekaligus mempercepat pembahasanperubahan APBN2012. DPR dan pemerintah harus merevisi pasal-pasal UU Nomor 22/2011 tentang APBN 2012 lantaran undang-undang itu mengamanatkan tidak adanya kenaikan harga BBM. 

Terobosan 

Anggota DPR dari Fraksi PAN,Tjatur Sapto Edy,mengatakan ide konversi sejatinya terobosan yang sangat besar manfaatnya. Namun, dalam tataran implementasi konversi BBM ke BBG tidak semudah yang dibayangkan. “Untuk melakukan konversi perlu persiapan yang sangatsangat matang.Pertama dalam hal infrastruktur harus siap sepenuhnya. 

Kemudian dari sisi masyarakat, dari sisi SDM,dan ketersediaan-ketersediaan sarana SPBG. Kalau semua belum sepenuhnya ada, ya tak mungkin konversi itu dilakukan,” ujarnya. Meski demikian, Tjatur yakin dalam jangka menengah dan panjang Indonesia akan bisa mewujudkan kebijakan konversi tersebut. Sebab jika dilihat manfaatnya, konversi BBM ke BBG akan menghemat anggaran dengan signifikan. “Tapi untuk tahap sekarang ini kan belum. Sekarang kita masih fokus pada revisi UU Nomor 22/2011 tentang APBN 2012 tadi. Ini berkaitan dengan nasib pengurangan subsidi BBM,” ungkapnya. 

Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Aria Bima, menilai kebijakan konversi BBM ke BBG masih sebatas konsep dan ide. Konversi masih belum bisa diterapkan saat ini karena butuh persiapan sangat matang dan tidak setengah-setengah. “Infrastrukturnya bagaimana,ketersediaannya bagaimana, sosialisasinya bagaimana, dan banyak lagi pertanyaan.Jadi jangan tergesa-gesalah,”ujarnya. 

Persiapan dalam melakukan konversi ini tak hanya dilihat dari sisi pemerintah. Justru masalah yang harus dilihat pertama kali adalah kesiapan masyarakat yang wajib membeli alat konversi BBM ke BBG, yakni berupa converter kit. Kemudian kesiapan juga menyangkut stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang saat ini masih sangat sedikit. mohammad sahlan/ nanang wijayanto/okezone
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/465195/38/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar