Susana Rita | Thomas Pudjo Widijanto |
Rabu, 6 Juni 2012 | 10:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah seharusnya belajar dari beberapa kekalahan yang dialami dalam sejumlah persidangan belakangan ini. Kasus masa jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji ataupun yang terakhir keputusan presiden mengenai pengangkatan wakil menteri seharusnya telah memberikan pengalaman yang cukup untuk melihat masalah yang sebenarnya. Presiden sebaiknya mempertimbangkan untuk mendapatkan ahli hukum yang lebih kompeten.
"Tentu ahli hukum yang tidak hanya mampu membaca keinginan presiden bukan juga seorang ahli hukum yang handal bicara tapi keputusannya bermasalah secara hukum," saran Hakim Konstitusi Akil Mochtar kepada Presiden Yudhoyono seperti yang disampaikan kepada Kompas, Rabu (6/6).
Seperti diketahui, Selasa kemarin MK kembali menjatuhkan putusan terkait posisi wakil menteri seperti diatur pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. MK membatalkan penjelasan pasal 10 UU tersebut yang dinilai telah menyebabkan persoalan legalitas dalam pengangkatan wamen belakangan ini.
Akil mengungkapkan, pada masa beberapa presiden yang lalu, staf presidennya cukup baik dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah dan tidak pernah salah. Mereka juga tidak hanya kuat di retorika hukum tetapi memiliki ilmu dan pemahaman hukum yang excelent.
"Dan itu banyak, biasanya yang seperti itu bekerja profesional jauh dari kepentingan dan manuver politik," pungkas Akil.
Dalam beberapa waktu ke depan, Presiden Yudhoyono akan menghadapi gugatan tata usaha negara terkait grasi yang diberikan Schapelle Leigh Corby. Gerakan Nasional Anti Narkotia telah menunjuk mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN Jakarta. Yusril sebelumnya telah memenangi perkara melawan pemerintah, yaitu dalam kasus masa jabatan Hendarman dan pemberhentian Agusrin M Najamuddin.
http://nasional.kompas.com/read/2012/06/06/10324654/Presiden.Perlu.Cari.Ahli.Hukum.Yang.Lebih.Kompeten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar