Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Minggu, 13 Januari 2013

Pertahankan RSBI, Penyelenggara Pendidikan Bisa Dipidana


JAKARTA – Penyelenggara pendidikan bisa terancam pidana jika mempertahankan sekolah dengan status rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) maupun sekolah berstandar internasional (SBI).

Peringatan itu disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Bidang Monitoring Pelayanan Publik Febri Hendri. Dia mengaskan, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK), tidak ada satu pun dasar hukum yang berlaku untuk melegitimasi penyelenggaraan RSBI/SBI. Karena itu, penyelenggaraannya bisa menimbulkan masalah pidana. “Kepala sekolahnya nanti bisa dipidanakan, atasannya juga.Kok bisa menyelenggarakan sekolah yang sudah tidak ada hak dan dasar hukumnya,” ujar dia saat dihubungi kemarin.

Menurut dia,aturan persoalan tersebut termuat dalam Pasal 62 UU Nomor 20/2003 tentang Pendirian Satuan Pendidikan. Pasal tersebut menyebutkan, setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah. Sementara pascaputusan MK, izin penyelenggaraan RSBI/SBI tidak dapat diberikan karena sudah tidak mempunyai dasar hukum.

Adapun sanksi yang bisa dikenakan diatur dalam Pasal 71 yang menyebut bahwa penyelenggaraan pendidikan tanpa izin bisa dipidana dengan pidana penjara 10 tahun atau denda Rp1 miliar.“Kami akan melakukan pemantauan dan segera melaporkan ke aparat jika ada penyelenggara pendidikan yang masih mempertahankan model ini,” katanya. Dengan adanya aturan tersebut, lanjut Febri,pemerintah tidak mempunyai solusi lain kecuali segera membubarkan RSBI/SBI.

Disebutkan,peluang pembubaran sekolah model ini sebenarnya bukan hal baru karena saat mengajukan permohonan judicial review UU Sisdiknas pihaknya juga mengajukan provisi (permohonan sela) agar semua kegiatan RSBI dihentikan.“Artinya sudah ada peringatan sebelumnya. Hei,menterihati-hati,RSBI bisa dibubarkan, seharusnya itu sudah dipersiapkan,” ujarnya.

Jika kemudian ternyata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh tetap mempertahankan RSBI hingga akhir semester,sama artinya menteri melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. Hal tersebut, menurutnya, sangat tidak baik untuk perjalanan bangsa.“Tidak ada solusi lain, hanya patuhi saja. Menteri bersikeras menjalankan RSBI itu artinya tidak patuh pada UUD,”ujarnya.

Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah juga mengingatkan Mendikbud agar mematuhi putusan MK agar tidak terkena sanksi. Jika ternyata Mendikbud bersikukuh tidak langsung membubarkan RSBI/ SBI, pencopotan sebagai hal yang wajar.“Saya sepakat untuk dicopot. Karena Kemendikbud tidak akan mengubah menjadi sekolah unggulan dan mereka tidak ada niat serius untuk mengubahnya,” tegas dia.

Dia menegaskan,Komisi X tidak bisa berbuat apa-apa karena ini sudah keputusan MK.Mendikbub sendiri hingga kemarin belum menjelaskan secara terperinci mengenai persoalan tersebut. Dalam rapat beberapa hari lalu bersama Komisi X,Kemendikbud juga sama sekali tidak membahas persoalan RSBI dan SBI dalam rapat. ”Seperti semuanya biasa. Mungkin dia tidak mau lagi dibahas secara khusus dan mungkin tidak ada niat untuk menyelesaikan masalah ini,”ujar Ferdiansyah.

Adapun Wakil Komisi X Rully Chairul Anwar mengimbau agar Mendikbud melaksanakan perintah putusan MK untuk menghapus RSBI/SBI. Dia meyakinkan bahwa esensi penghapusan bukan menghilangkan sekolahnya, tetapi hal ini lebih pada akses-akses dari RSBI dan SBI yang jauh lebih besar daripada meningkatkan mutunya.

“Faktanya, esensi peningkatan mutu yang dilakukan pemerintah untuk sekolahsekolah di Indonesia belum masuk pada klasifikasi standar, belum seragam.Adapun standar soal UAN yang ditetapkan pemerintah disamaratakan antara sekolah RSBI dan yang biasa. Hal ini yang menjadi keputusan MK untuk menghapuskan RSBI dan SBI,”tandasnya saat dihubungi SINDO kemarin.

Dia juga mengingatkan bahwa penghapusan RSBI/SBI tidak serta-merta menghapus perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan. Sebaliknya, pemerintah masih leluasa meningkatkan perhatian pada kualitas pendidikan dengan mendorong sekolah yang masih tertinggal, meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan mutu pengajar serta dana perbaikan sekolah.

Seperti diberitakan sebelumnya, status RSBI/SBI di sekolah negeri harus dihapuskan setelah MK mengabulkan permohonan sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan untuk menguji Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(8/01). MK menganggap RSBI bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk liberalisasi pendidikan.

Walaupun sudah ada putusan tersebut, Mendikbud ternyata tidak serta-merta membubarkan RSBI/SBI. Kemendikbud bersikukuh melanjutkan model sekolah tersebut hingga tahun ajaran semester genap berakhir.Terkait sikap demikian,Juru Bicara MK Akil Mochtar telah mengingatkan Mendikbud untuk segera melaksanakan putusan MK dan tidak mencoba untuk menyiasati dengan masa transisi.

Sebab,dengan adanya putusan MK, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) yang merujuk pada Pasal 50 UU Nomor 20/2003 batal dengan sendirinya. Dengan demikian,keberadaan RSBI dan SBI pun tidak lagi mempunyai landasan hukum.

Aktivis Koalisi Anti-Komersialisasi Pendidikan Siti Juliantari mengatakan penghapusan RSBI bisa dimulai dari penghentian pungutan-pungutan bagi orang tua yang anaknya masuk dalam program tersebut. Setelah itu pelan-pelan mengubah metode pembelajaran yang biasanya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar diganti menjadi bahasa Indonesia.

“Soal kualitas pendidikan ini tidak mengharuskan pembedaan antara yang mampu dan tidak.Tidak juga ada kuota 20% untuk orang miskin. Itu hak seluruh warga negara,” ujarnya. ● mnlatief/ ayu rachmaningtyas
http://www.seputar-indonesia.com/news/pertahankan-rsbi-penyelenggara-pendidikan-bisa-dipidana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar