Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Selasa, 13 Maret 2012

Tidak Adakah yang Salah dari Renovasi Ruang Banggar?


Sandro Gatra | Kistyarini | Rabu, 14 Maret 2012 | 06:57 WIB
|

JAKARTA, KOMPAS.com
 — Penanganan kasus renovasi ruang Badan Anggaran atau Banggar di lantai 2 Gedung Nusantara II Dewan Perwakilan Rakyat dipertanyakan. Hingga saat ini, tak jelas apakah ada atau tidak penyimpangan dan siapa yang harus bertanggung jawab atas renovasi itu.

"Sampai saat ini tidak ada kejelasan siapa yang harus bertanggung jawab," kata Abdullah Dahlan, peneliti Indonesia Corruption Watch, ketika dihubungi, Rabu (14/3/2012).

Seperti diketahui, kasus renovasi ruang Banggar yang menghabiskan dana hingga Rp 20,3 miliar seakan tenggelam. Tak jelas bagaimana hasil pengusutan yang dilakukan Badan Kehormatan DPR ataupun pengusutan dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Awalnya, BK menyimpulkan terjadi pelanggaran kode etik oleh pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR lantaran melakukan pembiaran terhadap ketidakpatutan renovasi ruang Banggar. Namun, tak disebutkan siapa pimpinan BURT yang dimaksud dan bentuk sanksi atas pembiaran.

Ketika dipertanyakan, Ketua BK M Prakosa menyebut pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pimpinan DPR yang meminta BPKP melakukan penyelidikan mengaku belum menerima hasil kerja BPKP.

Abdullah mengatakan, seharusnya BK tak perlu menunggu hasil penyelidikan BPKP. Pasalnya, hasil kerja BPKP digunakan untuk proses hukum. Adapun BK menangani pelanggaran kode etik. Abdullah menduga BK hanya ingin menunda dengan menyebut menunggu hasil kerja BPKP.

"Seharusnya, kalau BK sudah temukan pelanggaran kode etik, di saat itulah tegakkan etika. Ketika berubah lagi, dugaan publik ada kompromi. Audit silakan, tetapi tetap tegakkan etika," kata Abdullah.

Selain itu, lanjut Abdullah, dugaan adanya kompromi di DPR terlihat dari penukaran berbagai barang impor mewah yang telah dibeli dengan barang lokal. Setidaknya, kursi mewah buatan Jerman seharga Rp 24 juta per kursi, sistem tata suara, mikrofon tanpa kabel, dan lampu asal Belanda telah dikeluarkan. Adapun barang pengganti masih menunggu persetujuan BURT.

Dengan demikian, Abdullah menambahkan, upaya hukum harus dikedepankan. "Harusnya KPK berani lebih jauh melakukan telaah dugaan penyimpangan renovasi ruang Banggar," ucap dia.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi meragukan hasil kerja BPKP nantinya lantaran selalu berpihak kepada kepentingan DPR.

Menurut Uchok, jika pimpinan DPR dan Sekretaris Jenderal DPR serius ingin menyelesaikan kasus renovasi ruang Banggar, seharusnya terus mendorong KPK untuk segera menuntaskan penanganan kasus itu.

"Kenapa sampai sekarang, pimpinan DPR dan Sekjen DPR hanya diam saja," kata Uchok
.http://nasional.kompas.com/read/2012/03/14/06570147/Tidak.Adakah.yang.Salah.dari.Renovasi.Ruang.Banggar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar