Berbagi Pengetahuan

Blog ini dibuat sebagai kliping media.

Semoga bermanfaat

Sabtu, 25 Februari 2012

Bentrok RSPAD Dipicu Utang-Piutang

PDF Print
Saturday, 25 February 2012
ImagePetugas Puslabfor, kemarin, di halaman Polres Jakarta Pusat, memeriksa barang bukti mobil terkait keributan yang terjadi di RSPAD Gatot Soebroto, Kamis (23/2) dini hari.

JAKARTA – Aksi penyerangan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, ternyata dipicu utang-piutang sebesar Rp320 juta. Kepala Polres Jakarta Pusat Kombes Pol Angesta Romano Yoyol, di Jakarta, kemarin, mengungkapkan, salah satu tersangka yang berinisial E memberi pinjaman kepada salah satu di antara 10 pelayat tiga bulan yang lalu.

Namun ketika ditagih, yang bersangkutan selalu menghindar. Enggan membuat keributan di wilayahnya,E mencari cara agar upaya penagihan yang dianggap buntu dilakukan di luar wilayah tempat tinggalnya di kawasan Kampung Ambon, Jakarta Barat.Akhirnya, ketika mengetahui orang yang berutang kepadanya datang melayat ke RSPAD, tersangka E kemudian meminta bantuan temannya untuk menggunakan kekerasan.

Namun, Yoyol mengaku tidak bisa memastikan apakah utang sebesar itu berbentuk uang kontan atau berbentuk narkoba. ”Saya belum bisa memastikan ke arah itu, tapi ada kemungkinan,”tuturnya. Hingga kemarin, tersangka penyerangan bertambah menjadi enam orang.Tersangka berinisial S,S,E,T,G,W ditangkap di tiga lokasi berbeda. Tiga tersangka yang berinisial S,S,E ditangkap di wilayah Jakarta Barat.

T dan G ditangkap di pinggir selatan Jakarta dan W ditangkap di Jakarta Timur. ”Dari 40 orang yang menyerang, paling hanya 15 orang yang melakukan tindak kekerasan,”ujar Yoyol. Sebelumnya, pada Kamis (23/2),sekelompok preman menyerang kelompok pelayat yang sedang menunggu jenazah di rumah duka RSPAD.Akibat peristiwa tersebut, dua orang meninggal dunia dan empat lainnya terluka.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya aksi kekerasan belakangan ini. Dia menilai kondisi itu terjadi akibat ketidakpahaman dalam menggunakan hak untuk berekspresi dan hak pribadi. Mantan Menkopolkam itu pun berharap, salah satu ekses negatif reformasi dan demokratisasi itu bisa diluruskan dengan kembali menghayati makna persatuan dan saling memahami.

”Di era kebebasan demokrasi sekarang ini, sebagian besar membawa kebaikan karena itu amanah reformasi. Tapi ada yang melemah,solidaritas,persaudaraan, persatuan, dan kesatuan. Bahkan akhir-akhir ini muncul kembali aksi kekerasan, main hakim sendiri, premanisme, dan konflik komunal atau horizontal,” ujar Presiden saat membuka Musyawarah Nasional Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri Indonesia (FKPPI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta kemarin.

Menurut Presiden, dalam perjalanan sejarah bangsa selalu ada koreksi yang dilakukan sejarah dan sifatnya menyeluruh. Dia mencontohkan Indonesia pernah mengalami masa demokrasi liberal pada 1950-an yang mengakibatkan kondisi pemerintahan tidak stabil dan pembangunan tidak berjalan dengan baik. Masa itu, lanjutnya, dikoreksi dengan adanya demokrasi terpimpin dan presidensial yang pada akhirnya menuju era otoritarian.

Becermin dari sejarah, Presiden mengajak agar ekses negatif dari era reformasi dan demokratisasi berupa berkurangnya rasa persatuan dan keeratan bisa segera dikoreksi tanpa menunggu sejarah yang akan mengoreksinya karena akan menimbulkan dampak yang sangat besar. ”Tidak perlu menunggu datangnya koreksi sejarah dengan tetap berangkat dariposisiyangtelahkitamiliki, HAM,hak warga negara tetap dilindungi serta ruang partisipasi publik tetap dibuka,tetapi mari kita pastikan kita gunakan secara patut, tidak melebihi kepatutan,”kata Presiden.

Pernyataan Presiden menanggapi kekerasan yang marak belakangan ini. Sebelumnya, sekelompok preman diidentifikasi melakukan pembunuhan terhadap mantan bos PT Sanex Steel Indonesia Tan Harry Tantono alias Ayung, 50, di Swissbell Hotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat (26/01). Atas peristiwa tersebut, polisi telah menangkap dan menembak kaki kanan pimpinan kelompok Angkatan Muda Kei (Amkei) John Kei di Hotel C’One,Pulomas,Jakarta Timur,Jumat (17/2).

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menegaskan, pemberantasan premanisme bukan tugas Polri semata.Namun perlu melibatkan pihak-pihak lain, termasuk swasta dan masyarakat umum.Mantan Kapolda MetroJaya inipunmengajaksemua pihak untuk introspeksi atas maraknya aksi premanisme di Tanah Air,khususnyadiIbuKota Jakarta. ”Tentunya kita harus hadapiinidengansegalamacam risiko di mana masyarakat juga harus ikut sama-sama bagaimana memberantas ini, tidak hanya kepolisian,”ujar Timur di Mabes Polri kemarin.

Dia juga berharap perusahaan swasta mulai mengevaluasi apakah penggunaan jasa keamanan sesuai dengan koridor hukum atau tidak. Hal itu karena belakangan kelompok yang dianggap kerap beraksi premanisme ternyata juga menerima jasa sebagai tenaga keamanan swakarsa atau juga debt collector.“Jadi di samping penegakan hukum yang keras, kita juga melakukan pembinaan yang kita lakukan terus-menerus.

Inilah yang kita lakukan ke depan.Jadi kita tegas terhadap pelanggaran hukum, termasuk premanisme, ”paparTimur. Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes PolriKombesPolBoyRafli Amar menolak tudingan yang menyebut maraknya aksi premanisme karena wibawa Polri yang menurun.” Initidakterkaitdengankewibawaan Polri,tindak kriminal itu bisa dilakukan di mana saja. Kita kepada seluruh masyarakat mengajak untuk menghormati hukum,”tegas Boy. krisiandi sacawisastra/ ridwansyah/ant
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/472567/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar